Kesenjangan Sosial: Problematika Dua Sisi

Muhammad Syawaludin Firdaus
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
1 Desember 2021 17:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Syawaludin Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(photo: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
(photo: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Kesenjangan sosial memang masih menjadi persoalan di setiap negara. Tak perlu memandang jauh, tengok saja megahnya gedung pencakar langit di Jakarta. Dibalik bangunan yang menjulang tinggi di Jakarta Selatan misalnya, masih banyak pemukiman kurang layak yang tersembunyi. Terlihat sangat kontras bila ditelusuri. Dalam satu wilayah itu semua orang berjuang setiap waktu. Ada yang berjuang mengumpulkan harta, ada pula yang berjuang memenuhi kebutuhan primernya.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan seringkali menjadi topik permasalahan yang terus didiskusikan. Kurang menarik rasanya jika hanya itu yang didiskusikan. Sebab menurut hemat saya bukan murni kemiskinan yang mendatangkan kesenjangan sosial. Akan tetapi orang kaya yang sibuk mengumpulkan kekayaannya, tetapi enggan untuk peduli kepada orang-orang yang berjuang untuk tetap hidup layak.
Kesenjangan sosial sangat erat relevansinya dengan kajian ekonomi Islam. Dalam fundamentalnya disebut bahwa fokus permasalahan bukan pada kelangkaan sebagaimana paham ekonomi konvensional, melainkan distribusi. Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu, terkhusus sumber daya pasti dalam besaran yang cukup. Hanya saja kembali pada manusia sebagai khalifah apakah mampu mengelolanya secara adil dan bijaksana.
Dari penjelasan singkat tersebut dapat tervisualisasikan dalam pikiran bahwa alur ekonomi harus mengalir, tidak mengendap. Perlu dorongan agar orang yang kaya mengeluarkan harta dengan instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf), maupun pajak. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan hidup orang yang miskin. Juga bertambah kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
ADVERTISEMENT
Banyaknya dalil menerangkan bahwa harta wajib dikeluarkan bila mencapai nisab dan haul, juga pahala sunnah sebagai ganjaran, menjadi pendorong dari sisi religiusitas untuk orang kaya menginfakkan hartanya. Hal itu menjadi nilai tambah dari eksistensi ekonomi Islam. Sama halnya dikatakan bahwa kemiskinan mendekatkan diri kepada kekufuran, itu menjadi daya dorong untuk terus meningkatkan kemampuan finansial tentunya dengan dukungan distribusi harta ziswaf.
Oleh karena itu, perlu dieratkan ukhuwah, perkuat literasi dan implementasi budaya ziswaf, serta dukungan stakeholder dengan menjadi fasilitator, agar kesenjangan sosial dapat diminimalisasi dan terhindarnya dampak negatif yang muncul akibat adanya kesenjangan sosial.