Larangan Israf dan Tabdzir dalam Memanfaatkan Harta

Muhammad Syawaludin Firdaus
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Desember 2020 12:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Syawaludin Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Foto: daaruttauhiid.org)
zoom-in-whitePerbesar
(Foto: daaruttauhiid.org)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Harta sudah seperti menjadi kebutuhan yang penting dalam hidup setiap orang. Secara pengertian, harta dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam materi maupun manfaat.
ADVERTISEMENT
Harta termasuk dalam salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia dalam menjalani kehidupan, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu ad-dharuriyyat al khamsah.
Selain termasuk sebagai keperluan pokok dalam hidup, harta juga termasuk cobaan atau fitnah, juga merupakan perhiasan dunia. Dengan segala fungsi pokoknya, Islam telah mengatur dalam cara memperolehnya, yang tertuang dalam Al Qur’an, Hadits, Qiyas, Ijma’.
Apabila harta diperoleh dengan halal dan thayyib maka pemanfaatannya pun juga harus mengikuti pedoman dan panduan dari Allah SWT. Tujuan utama dari harta itu adalah untuk menunjang manusia. Oleh karena itu sudah semestinya digunakan untuk maksud tersebut.
Perilaku utama dalam pemanfaatan harta adalah dengan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan. Manusia cenderung memiliki pola pikir yang terus berkeinginan dan sulit merasa puas. Begitupun dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, tak jarang manusia bersikap berlebihan dan cenderung menghambur-hamburkan harta.
ADVERTISEMENT
Dalam surat Al A’raf ayat 31 Islam secara terang melarang berperilaku israf, yaitu berlebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk kepentingan sendiri. Seperti misalnya membeli makanan melebihi kapasitas kebutuhan makannya. Contoh lainnya adalah membeli berbagai macam baju dalam jumlah banyak dan pada akhirnya baju-baju tersebut tidak terpakai.
Begitu pula dengan tabdzir, dalam surat Al Isra’ ayat 26 dan 27 Allah melarang untuk berbuat tabdzir. Tabdzir memiliki arti yakni menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat. Letak perbedaan dengan israf adalah israf untuk kepentingan diri sendiri, sedangkan tabdzir untuk kepentingan lain, seperti memiliki sepatu bola yang mahal sedangkan dia sendiri bukan pemain atau jarang bermain bola.
Prinsip keseimbangan dalam pemanfaatan harta itu penting. Harta kita merupakan karunia dari Allah, sudah semestinya kita memanfaatkan dan menggunakan dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT.
ADVERTISEMENT