Konten dari Pengguna

Sunnah Kurban Idul Adha: Antara Kesanggupan dan Kemauan

Muhammad Syawaludin Firdaus
Seorang Sarjana Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 Juni 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Syawaludin Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang peternak melakukan transaksi jual beli kambing dengan pembali di pasar penanggalan Jawa (Pasaran Pon), Pasar Hewan Pon Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/6/2024). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang peternak melakukan transaksi jual beli kambing dengan pembali di pasar penanggalan Jawa (Pasaran Pon), Pasar Hewan Pon Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/6/2024). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Tidak lama lagi seluruh umat muslim akan merayakan hari raya Idul Adha. Idul Adha merupakan sebuah hari raya yang penuh hikmah sebab menggambarkan keikhlasan dan ketulusan Nabiyullah Ibrahim Alaihissalam beserta anaknya yakni Nabiyullah Ismail Alaihissalam.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya umat muslim disyariatkan untuk meniru pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dengan berqurban sebagaimana dalam Surah Al Kautsar "...Fasholli lirabbika wanhar...". Sebagai tanda yang menunjukkan akan pentingnya sunnah kurban ini, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi wa Salam sampai memberikan peringatan bagi mereka yang mampu dan sanggup untuk berkurban tetapi enggan melakukannya, "....Fala yaqrobanna mushollan." yakni larangan untuk mendekati tempat ibadah salat atau masjid.
Sering menjadi sebuah persoalan perihal sanggup atau tidak sanggup. Kerap kali diri kita menilai bahwa kita belum masuk kategori sanggup karena masih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Bukan kriteria maupun ketentuan, tetapi ada renungan yang bisa diresapi dari pandangan penulis.
Ada kalanya kita selalu melihat yang jauh tapi menutup mata dengan yang dekat. Kita selalu menganggap diri kita belum mampu akan tetapi harta benda yang kita miliki begitu banyak. Motor lebih dari dua, mobil punya, makan tercukupi, tempat tinggal yang nyaman. Lantas, kebutuhan apa dan mana lagi yang perlu dipenuhi?
ADVERTISEMENT
Bicara soal kebutuhan, bukankah yang utama itu kebutuhan primer? Sejatinya kita selalu merasa kurang yang realitanya itu terpenuhi. Hanya kita salah mengira selama ini bahwa kebutuhan lainnya yang kita anggap penting dan harus dipenuhi faktanya adalah keinginan nafsu sendiri.
Jangan sampai kita salah membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Jangan sampai kita gagal mengekang hawa nafsu yang menolak untuk berkurban. Dan jangan sampai kita tergolong sebagai orang-orang yang bakhil.