Konten dari Pengguna

Kekerasan Anak di Lingkungan Keluarga, Bagaimana Perkembangan Kepribadiannya?

Syifa Afran Fathiyah
Mahasiswi Program Studi Psikologi Universitas Syiah Kuala
27 Februari 2022 15:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syifa Afran Fathiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by Counselling/pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Image by Counselling/pixabay.com
ADVERTISEMENT
Kita semua tahu, menjadi orang tua atau pengasuh anak artinya siap bertanggung jawab untuk mengurus, menjaga, dan membesarkan sang buah hati. Akan tetapi, tidak semua dari mereka memiliki sikap tersebut. Kenyataannya, ada beberapa orang tua yang tidak memberikan kasih sayang dan kehangatan kepada anak mereka. Jika situasinya menjadi buruk, maka akan terjadi kasus kekerasan pada anak. Hal tersebut didukung oleh data menurut SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) yang mencatat kekerasan pada anak banyak terjadi di lingkungan keluarga, selanjutnya disusul oleh lingkungan umum dan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kenapa sih ada orang yang tega melakukan perilaku kekerasan kepada anak? Terlebih lagi, yang melakukan tindakan keji tersebut adalah keluarganya. Padahal mereka lemah dan tidak sanggup untuk memberontak.
Jawaban dari pertanyaan tersebut sangatlah beragam, tergantung kepada situasi dan kondisi di dalam rumah tangga. Orang tua akan tega melakukan kekerasan karena tingkat ekonomi keluarga yang rendah, sehingga mereka melampiaskannya kepada sang anak. Selain itu, ketidaktahuan orang tua terhadap pola asuh anak dengan cara yang baik dan benar juga bisa menjadi penyebabnya. Kondisi psikologis orang tua yang tidak stabil juga memengaruhi pola asuh mereka kepada anak.
Perlu kita ketahui bahwa ada beberapa macam bentuk kekerasan yang diterima korban. Mulai dari penyerangan secara fisik, verbal, psikis, penelantaran atau pengabaian, sampai kepada yang lebih parah yaitu pelecehan seksual. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa mencubit dan berteriak adalah cara terbaik untuk mendidik anak agar menjadi lebih disiplin dan penurut. Sebenarnya, pola pengasuhan seperti itu termasuk ke dalam bentuk kekerasan secara fisik dan verbal.
ADVERTISEMENT
Berbagai dampak akan dirasakan sang anak karena pengalaman kekerasan yang didapatinya. Jika anak mengalami kekerasan fisik, maka ia akan mendapatkan kesakitan di bagian tubuhnya yang disiksa. Begitu juga dengan penelantaran dan pengabaian yang menyebabkan anak juga menderita secara fisik karena kekurangan gizi. Selain dampak fisik, anak juga mendapatkan gangguan psikologis dari berbagai macam bentuk kekerasan. Dampak psikologis bisa berupa ketidakstabilan emosional dan mental anak sampai dengan perkembangan kepribadian anak yang terganggu.

Apakah Ada Hubungan Tindak Kekerasan yang Dialami Anak dengan Perkembangan Kepribadiannya?

Tentu saja ada hubungannya. Hal itu disebabkan karena kepribadian seseorang terbentuk ketika masa kanak-kanak. Begitulah yang dikemukakan oleh Psikolog wanita asal Jerman, Karen Horney. Berdasarkan teori Psikoanalisis Sosial milik Horney, pengalaman yang dialami oleh anak, terutama pengalaman yang traumatis akan membekas dalam dirinya, sehingga memengaruhi kepribadiannya disaat sudah dewasa. Anak bisa menjadi orang yang neurotik sebab kepribadiannya tidak berkembang dengan semestinya sebagai dampak kekerasan yang dialami.
ADVERTISEMENT
Manusia di masa kanak-kanak sangat membutuhkan lingkungan dan suasana yang hangat serta aman agar mereka bisa tumbuh dan mengembangkan dirinya dengan baik. Jika anak tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tua atau pengasuhnya, maka tanpa disadari mereka bisa menumbuhkan permusuhan dasar (basic hostility). Apalagi jika anak sering memperoleh tindak kekerasan di lingkungan terdekatnya.
Anak yang telah menumbuhkan rasa permusuhan tidak akan menampakkannya secara langsung, melainkan ditekan secara terus-menerus. Sehingga, dampak yang dihasilkan dari perasaan tersebut yaitu munculnya kecemasan dasar (basic anxiety). Yang mana rasa cemas tersebut menyebabkan anak merasa terisolasi, tidak berdaya, dan merasa sendirian. Horney berpendapat bahwa anak yang merasa terancam oleh keberadaan orang tua atau pengasuhnya akan mengembangkan permusuhan yang reaktif dan disusul dengan timbulnya rasa cemas. Sehingga, permusuhan dan kecemasan disini tidak dapat dipisahkan dan saling terikat satu sama lain
ADVERTISEMENT
Seseorang yang memiliki basic anxiety berpotensi menjadi orang yang neurotik. Istilah neurotik sendiri mengacu kepada suatu gangguan kepribadian yang didasari oleh unsur kecemasan atau kondisi psikologis yang lemah. Maka dari itu, mereka bertingkah laku tidak wajar untuk mempertahankan diri dari gangguan yang dianggap membahayakan dirinya dengan tujuan menghindari atau mengurangi rasa cemas. Orang yang neurotik akan mengadopsi salah satu dari tiga gaya berhubungan dengan orang lain untuk melindungi diri mereka dari kecemasan.

Apa Saja Gaya Berhubungan yang Orang Neurotik Gunakan untuk Menghadapi Orang Lain?

Orang yang neurotik akan melindungi diri mereka dari perasaan tidak berdaya dengan cara patuh dan bergantung kepada seseorang yang dipercayainya.
ADVERTISEMENT
Karena menganggap semua orang adalah musuhnya dan akan membahayakan dirinya, orang yang neurotik akan bertindak agresif bila bertemu dengan orang lain.
Orang neurotik yang menggunakan gaya ini ingin terpisah dari orang lain, membangun dunianya sendiri, dan menganggap bahwa berinteraksi dengan orang lain adalah tekanan berat.
Seseorang dengan kepribadian neurotik akan tidak sadar ketika menggunakan satu dari tiga kecenderungan tersebut. Hal itu yang membuat mereka jadi selalu terjebak ke dalam kepribadian mereka yang tidak sehat. Jika sudah semakin parah, orang neurotik akan mengalami konflik batin dan membenci diri mereka sendiri. Kebencian diri yang mereka hadapi bisa membahayakan nyawa karena adanya keinginan untuk menyakiti bahkan membunuh diri sendiri. Melihat akhir yang tragis tersebut, kita jadi tahu bahwa kepribadian neurotik sangat berbahaya jika tidak mendapatkan pengobatan atau terapi dari ahlinya.
ADVERTISEMENT
Begitulah perkembangan kepribadian seseorang yang mendapat pengalaman kekerasan di masa kanak-kanak menurut teori Karen Horney. Jika orang tua atau pengasuh tidak memenuhi kepuasan yang seharusnya anak dapatkan, maka kepribadiannya berkembang dengan tidak sehat. Maka dari itu, pola asuh sangat penting dikuasai oleh orang tua atau pengasuh agar kepribadian anak dapat berkembang dengan sehat.

Referensi

Feist, Jess & Feist, Gregory J. 2008. Theories of Personalities (Seventh Edition). The McGraw−Hill Companies, Inc: USA
Agustin, M., Saripah, I., & Gustiana, A. D. (2018). Analisis Tipikal Kekerasan pada Anak dan Faktor yang Melatarbelakanginya. Jurnal Ilmiah Visi, 13(1), 1-10.
Kurniasari, A. (2017). Dampak Kekerasan pada Kepribadian Anak (Impact of Violence in Children’s Personality). Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT