Adikku Penghidup Suasanaku

Syifa Humairo
Mahasiswa Penerbitan Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
11 Juni 2024 6:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syifa Humairo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nazwa bermain air di Curug Cidulang. (Foto by : Syifa Humairo)
zoom-in-whitePerbesar
Nazwa bermain air di Curug Cidulang. (Foto by : Syifa Humairo)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siang hari yang begitu cerah, mataku tertegun melihat lalu lalang motor melintas. Ditemani kucing hitam jinak, aku menunggu adikku hampir 10 menit berlalu. Di halte AEON Tanjung Barat ini gemuruh marah ku hampir keluar. Namun ketika motor hijau tepat berhenti di depanku. Senyumku kembali merekah lagi. Adikku sudah tiba meskipun harus menunggu berapa menit lamanya.
ADVERTISEMENT
Adikku satu-satunya ini membawa motor dengan mata merah dan rambut berantakkan. Tidak pernah terpikirkan olehku, ternyata dia baru saja bangun tidur. Dan langsung bergegas menjemputku karena suara dering telpon yang terus mengganggunya. Siapa lagi yang akan menjemputku jika bukan adikku ini?
Di perjalanan aku menceritakan semua keluh kesahku selama di perkuliahan. Nazwa hanya mendengarkan dan sesekali menceletuk sebal karena sedang fokus menyetir motor. Aku sangat suka menjahilinya ketika diboncengi motor. Walaupun terpaut 7 tahun, Nazwa sudah seperti teman dekat untukku.
Adikku mau mendengarkan semua ceritaku mulai dari sedih hingga bahagia yang kurasakan. Hal-hal lucu biasanya yang paling sering aku beritahu. Aku sangat menyayangi, bila saja uangku banyak ingin sekali ku belikan apapun yang adikku mau. Namun nyatanya uang tidak bisa membeli seluruh kebahagiaan dengan percuma.
ADVERTISEMENT
Saat adikku berusia tiga tahun, aku pernah mengabaikannya. Hanya asik bermain game di laptop tiap hari dan menolak ajakan bermainnya. Sampai suatu ketika adikku sedang tidak punya teman bermain. Entah kebosanan apa yang menghampiri, Nazwa hampir memasukkan tusuk gigi ke telinganya. Beruntung ibuku langsung sigap menahan tusuk gigi. Barang sekecil itu sangat membahayakan nyawa Nazwa. Ku lihat adikku menangis tidak karuan karena diomeli ibu. Padahal aku yang salah karena tidak menjagaya dengan baik.
Peristiwa kedua juga pernah terjadi menimpa adikku yang malang ini. Lagi-lagi karena aku bersikap cuek. Kerjaan yang terlalu banyak dan memilih tidur menjadi keseharian rutinku. Ibuku sedang membeli sayuran ke luar rumah, dan adikku yang kecil ini tidak tahu sedang apa. Di dalam tidurku, seperti ada orang yang menggelitik tubuhku. Bukannya bangun, aku malah mendorong orang yang sengaja membangunkanku. Mataku perlahan melihat siapa yang sudah mengganggu tidur siang, ternyata adikku.
ADVERTISEMENT
Wajah Nazwa langsung berubah sedih, tapi herannya aku tetap melanjutkan tidur lagi. Selang berapa menit kemudian aku mendengar suara barang terjatuh sangat keras. Buru-buru aku beranajak dari kasur. Namun yang kutemukan hanyalah sendal yang berantakkan. Tentu aku mencari adikku berada, terus kupanggil-panggil namanya. Nazwa tidak kunjung menyahut. Akupun mencari ke ruang gudang yang biasanya selalu di tutup. Dan kudapati adikku sedang meringkuk kecil di sana. Aku bertanya ada apa dengan dirinya, tetapi dia malah berlari ke luar dan menuju kamar.
Ibupun datang setelahnya, tentu aku mengadukan hal aneh yang terjadi dengan adikku pada ibu. Aku masih melihat adikku tidur tengkurap di kasur. Ibu segera membalikkan badan Nazwa dan bertanya dengan nada lembut. Mataku melotot tajam, ada sebuah benjolan besar dijidatnya hingga berwarna biru tua. Anehnya, adikku ini tidak menangis kesakitan karena jatuh.
ADVERTISEMENT
Dia malah menangis karena ditanya ada apa dengan dirinya oleh ibu. Air matanya terus mengalir deras sambil memegang jidatnya yang timbul. Adikku mengakui bahwasannya dia baru saja terjatuh karena lari-lari sendirian sambil bermain dengan bonekanya. Adikku bilang tidak ada yang mau mengajaknya bermain, dia kesepian dan bosan. Teman bicaranya hanyalah boneka. Untuk kesekian kalinya aku merasa tidak berguna menjadi seorang kakak untuknya.
Menjadi individu yang tertutup dan malas menghibur, itulah diriku. Mempunyai adik, tentunya harus siap juga menjadi teman main untuknya. Dahulu bahkan sampai sekarang aku masih belum pantas menjadi kakak yang diimpi-impikan. Padahal adikku selalu ceria dan menjadi penghidup rumah dikala semua orang beraktivitas dengan tugasnya masing-masing.
Setiap hari libur, aku selalu menyibukkan diri dengan berbagai macam pekerjaan. Adikku selalu saja meminta untuk berlibur keluar rumah. Namun sayangnya aku tidak pernah punya sedikit waktu untuk menghabiskan liburan bersama. Aku melihat Nazwa hanya menonton TV di ruang tamu. Kemudian bermain lego-lego kecil entah dibelinya dari kapan.
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan yang lalu, Nazwa pernah memintaku untuk dibelikan lego kecil. Tapi sampai sekarang pun tak kunjung juga kubeli. Karena kepedulianku yang amat kecil terhadap dirinya. Lagi-lagi aku merasa sangat bersalah. Aku mendekat ke arahnya yang sedang menyusun tumpukan lego berantakan itu. Aku mencoba untuk ikut dengan kegiatan membongkar pasang lego. Perempuan kecil di sampingku ini tersenyum hangat. Ibukupun terkadang suka menasihati untuk lebih perhatian lagi dengan Nazwa.
Saat itu di awal bulan aku mendapatkan pekerjaan freelance. Lumayan untuk gaji yang kudapatkan setiap bulan. Ketika aku diharuskan offline untuk masuk bekerja, atasanku suka memberikan makanan yang enak. Sesekali aku minta untuk membawa dua makanan itu, satu untukku, dan satunya lagi untuk adikku. Pulang ke rumah dengan kantong putih berisikan bungkusan makanan, adikku langsung menghampiriku. Meskipun hanya membawa pisang goreng di lumeri coklat, Nazwa berterimakasih puluhan kali kepadaku.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya beberapa waktu ini aku mencoba untuk membelikan barang-barang yang ia sukai. Mulai dari mainan kecil, kaos-kaos pendek, atau bahkan celana berkantong dengan khas cowoknya. Gaji yang kupunya ku tekadkan untuk kesenangan keluarga, khususnya adik kecilku ini. Jika hari libur tiba, aku sempatkan untuk mengajak Nazwa pergi ke tempat-tempat seru. Seperti mampir ke toko es krim, membeli barang-barang unik menggemaskan, dan masih banyak kegiatan seru lainnya lagi.
Aku ingin masa remaja adikku menjadi kenangan yang berarti untuknya. Mempunyai kakak yang bisa mengajaknya bersenang-senang pastinya menjadi impian banyak adik di dunia ini. Ku harap ketika Nazwa sudah besar, aku dengannya tidak pernah ada perselisihan yang terjadi. Terus akur dan menjadi keluarga yang harmonis. Aku sangat berharap, semua keberkahan selalu tercurahkan pada Nazwa.
ADVERTISEMENT
Semoga adikku selalu tersenyum pada setiap keadaan yang ia jalani. Pesanku untuk Nazwa, jangan pernah terlihat sedih ya, sifat tangguhnya jangan pernah hilang sampai kapanpun. Jika nanti sudah ada uang lagi, pasti aku akan belikan barang-barang yang sangat ia mau. Walaupun tidak suka belajar dan duduk manis di depan meja, adik kecilku ini harus tetap giat menggapai cita-cita setinggi langit. Kalau bukan ilmu dan pemahaman yang dicari, bagaimana bisa membahagiakan ibu kan?
Pesanku sekali lagi untuk Nazwa, tetap terus belajar dimanapun dan kapanpun ya. Zaman sekarang orang yang tidak punya ijazah tinggi akan dianggap rendah. Aku berharap Nazwa bisa memaksimalkan dirinya di masa depan nanti. Dan insyallah adik yang paling kusayangi ini akan menjadi anak perempuan pertama yang bisa memberangkatkan haji dan membelikan rumah untuk ibu dan ayah kelak. Dan kupastikan, jika adikku mengajak pergi kemanapun akan kuturuti. Sejujurnya, aku tidak ingin Nazwa kehilangan sosok kakak dalam hidupnya.
ADVERTISEMENT