Lingkungan Akademik Masih Darurat Tindakan Kekerasan Seksual

syifa salsabila
Mahasiswi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam di Universitas Islam Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
21 November 2021 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari syifa salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Darurat Tindakan Kekerasan Seksual. Sumber: Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Darurat Tindakan Kekerasan Seksual. Sumber: Pribadi.
ADVERTISEMENT
Tindakan kekerasan seksual semakin marak terjadi, tak terkecuali di lingkungan akademik khususnya di tingkat universitas. Banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan banyak diantaranya dilakukan oleh dosen sebagai tenaga pendidik kepada mahasiswanya. Salah satu contohnya adalah kasus yang terjadi di Universitas Riau yang kini ramai diperbincangkan di media sosial. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi para mahasiswa dimana seharusnya kampus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi mereka untuk menuntut ilmu.
ADVERTISEMENT
Kasus pelecehan seksual di Universitas Riau mendapatkan perhatian publik karena lagi-lagi dalam penanganan yang dilakukan oleh pihak universitas tidak berpihak kepada korban. Tidak mendapatkan tanggapan yang menyenangkan dari pihak kampus, korban memilih untuk mengungkapkan kronologi kejadian tindak kekerasan seksual yang dialaminya di media sosial dengan mengunggah video berdurasi 13 menit.
Merujuk dari video pengakuan korban, terdapat beberapa fakta mengejutkan, diantaranya :
Tindakan Kekerasan Seksual Dialami Korban Saat Berada di Lingkungan Kampus
Menurut pengakuan korban, kejadian yang dialaminya terjadi di kampus saat korban ingin melakukan bimbingan akademik dengan pelaku terkait skripsi. Korban menemui pelaku pada Rabu, 27 Oktober 2021 di salah satu ruangan. Korban mengaku, di ruangan tersebut hanya ada dia dan pelaku. Berdasarkan pengakuan korban, pelaku mengawali bimbingan skripsi dengan menanyakan pertanyaan yang bersifat pribadi terkait kehidupan personal korban dan melontarkan kalimat-kalimat rayuan yang membuat korban merasa tidak nyaman. Tidak sampai disitu, korban mengungkapkan saat korban hendak berpamitan pelaku melakukan tindakan-tindakan tidak senonoh dengan memegang kedua bahu korban yang kemudian pelaku mendekatkan tubuhnya ke arah korban. Pelaku juga memegang kepala korban dengan kedua tangannya dan mencium pipi serta kening korban.
ADVERTISEMENT
Korban Juga Mengalami Tindakan Intimidasi
Atas kejadian kurang menyenangkan yang dialaminya, korban sempat melaporkan kejadian tersebut kepada dosen lainnya untuk meminta dukungan agar dapat melaporkan kejadian ini kepada ketua jurusan. Diluar dugaan, dosen tersebut justru meminta korban untuk tidak mengadu bahkan mengancam korban untuk mengurungkan niatnya. Tidak berhenti disitu, saat pada akhirnya korban dan oknum dosen tersebut menemui ketua jurusan, oknum dosen tersebut justru melemparkan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan korban bahkan menyalahkan korban dan secara terang-terangan membela pelaku. Disaat korban membantah pernyataan-pernyataan yang dilontarkan kepadanya, reaksi yang diberikan oleh kedua dosen tersebut justru malah menertawakan korban dan menghinanya.
Respon Kemendikbud Ristek Terkait Berbagai Kekerasan Seksual Yang Terjadi
Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Riau bukanlah pertama kali adanya tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Ramainya pemberitaan terhadap kasus ini membuka kembali banyak kasus serupa yang belum mendapat perhatian dan tanggapan yang berpihak pada korban. Momentum ini digunakan oleh banyak orang untuk menuntut kembali perbaikan moral dan birokrasi yang lebih baik dalam tindak pencegahan maupun penanganan terhadap tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang masih sering terjadi di lingkup universitas.
ADVERTISEMENT
Banyaknya berita pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di lingkup universitas mendapat perhatian khusus dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang merespon kejadian ini dengan penegakan hukum terkait tindak kekerasan seksual di lingkup universitas. Menteri Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Penolakan Terhadap Permendikbud
Tindakan kekerasan seksual yang semakin marak terjadi menunjukan belum terciptanya ruang publik yang aman terutama untuk perempuan, bahkan hal ini masih belum dapat dirasakan di lingkungan akademik. Penanganan yang kerap kali menyudutkan korban juga menjadi dosa besar yang sayangnya dilakukan terus-menerus hingga mengakibatkan banyak korban enggan melaporkan tindakan kekerasan seksual yang mereka alami. Permendikbud ini dinilai menjadi langkah nyata yang akhirnya diambil oleh pemerintah yang hadir dalam upaya perlindungan terhadap pencegahan dan penanganan terhadap tindak kekerasan seksual khususnya di lingkup akademik. Namun, adanya pihak-pihak yang menilai Permendikbud ini dinilai melegalkan seks bebas dan perlu dicabut dan dibatalkan pengesahannya. Melihat hal itu seharusnya pro dan kontra yang ada menjadi poin-poin perbaikan, bukan menjadi penghalang kekuatan hukum dalam upaya menciptakan ruang yang aman khususnya untuk perempuan. Jika terbukti adanya pasal-pasal multitafsir dan tidak sesuai, seharusnya dilakukan evaluasi dan perbaikan oleh semua pihak, bukan menolak. Karena peraturan ini dinilai penting dan kehadirannya menjadi urgensi yang diperlukan untuk menciptakan ruang yang aman dari kekerasan seksual di lingkungan akademik seperti yang seharusnya.
ADVERTISEMENT
Sumber :