Film Penyalin Cahaya, Ketika Hanya Cerita yang Kita Punya

Syifa Amalia
Indonesian Literature Graduate at Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
22 Januari 2022 7:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syifa Amalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Review film Penyalin Cahaya (dok. Rekata Studio)
zoom-in-whitePerbesar
Review film Penyalin Cahaya (dok. Rekata Studio)
ADVERTISEMENT
“Menguras, Menutup, Mengubur”
Setidaknya ada perasaan trauma ketika mendengar kalimat itu usai muncul dalam salah satu dialog di film Penyalin Cahaya. Kalimat itu dirasa sangat sesuai merepresentasikan isu penting yang ingin dibawa dalam film ini.
ADVERTISEMENT
Menyoal tentang ketidakadilan yang selalu dialami oleh korban pelecehan dan kekerasan seksual. Belum lagi harus menghadapi lingkungan yang seakan semakin mempersulit keadaan. Melalui tokoh Sur, perjalanan panjang mencari keadilan itu dibawa sangat hati-hati. Meskipun hanya cerita yang ia punya, Sur mencoba menguatkannya satu per satu.
Berasal dari keluarga yang pas-pasan, membuat Suryani (Shenina Cinnamon) sangat bergantung pada beasiswa dari kampusnya. Beberapa ketentuan harus Sur penuhi untuk terus mempertahankan beasiswa itu. Berbakat sebagai seorang web designer, membawanya ikut andil dalam kemenangan Teater Matahari dalam pentas pertunjukan teater.
Sur tidak pernah menyangka, bahwa ia diterima sedemikian rupa hingga ia diundang untuk datang ke perayaan di rumah Rama (Giulio Parengkuan). Tidak ingin sendiri, Sur meminta Amin (Chicco Kurniawan) untuk datang bersamanya. Setelah Amin pergi di tengah acara, Sur hilang kendali dan tidak pernah menduga apa yang terjadi setelahnya.
ADVERTISEMENT
Sur mendapati dirinya dalam masalah saat terbangun keesokan harinya. Ia sama sekali tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi sebelumnya. Masalah tersebut berimbas pada beasiswanya yang dicabut oleh pihak kampus. Akibat foto dirinya tengah minum alkohol beredar di media sosial.
Kejanggalan demi kejanggalan yang ia temui setelah itu seolah memperkuat sesuatu bahwa ada yang tidak beres. Sur yakin bahwa ada seseorang yang telah menjebaknya. Berbekal bukti-bukti yang ia milik, Sur mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.
Konsep keluarga dihadirkan secara kontradiktif dalam keluarga Sur. Terutama Ayah Sur yang keras dan tidak bisa menoleransi lagi kesalahannya. Sur tidak bisa pulang ke rumah dan terpontang-panting sendirian untuk membuktikan keyakinannya itu.
ADVERTISEMENT
Sur memulai penyelidikannya dengan menyalin data-data dari anggota teater yang tersambung di komputer milik tempat foto kopi Amin. Fakta-fakta baru terungkap bahwa tidak hanya dirinya yang mengalami yang mengalami hal ini. Terlebih fakta baru yang ia sadari bahwa ia telah menjadi korban pelecehan seksual.
Sur vs Everybody
Dalam kasus Sur, orang-orang di sekitarnya sama sekali tidak ada yang mempercayainya. Tidak ada seseorang yang berpihak kepadanya bahkan menganggap cerita Sur hanya omong kosong belaka. Padahal dukungan inilah yang paling tidak harus diterima oleh korban. Sayangnya, perasaan yang dialami Sur tidak terlalu tereksplorasi dalam film ini.
Bagaimana kejadian ini berimbas pada penerimaan dirinya. Sisi yang dominan digali justru pada tokoh Sur yang berusaha mencari tahu siapa pelakunya alih-alih merengkuh dirinya sendiri. Tidak banyak sebagai korban kekerasan seksual yang mengalami trauma batin dan tidak mampu menghadapi sekuat Sur menghadapi permasalahan yang menimpanya. Penerimaan diri Sur tidak cukup mampu memvalidasi bagaimana perasaan korban yang lain.
ADVERTISEMENT
Membingkai Realita dengan Teatrikal
Menuju paruh film, penonton berhasil terbawa permainan Wregas Bhanuteja, sutradara sekaligus penulis Penyalin Cahaya dalam menebak-nebak siapa pelaku sebenarnya. Petunjuk demi petunjuk diperlihatkan secara tidak terburu-buru namun dalam porsi yang pas. Ada elemen kejut dalam permainan dalam mengungkapkan siapa pelaku itu. Pertahanan diri Sur kembali diserang saat mengetahui bahwa orang dibalik semua ini ternyata memiliki power yang besar. Ia tahu orang itu tidak semudah itu untuk dijatuhkan hukuman.
Adegan di mana Sur harus membuat klarifikasi di hadapan banyak orang dengan mengatakan bahwa semua ini hanya rekaan belaka cukup dramatis. Penonton seolah ikut merasakan ketidakadilan yang dialami Sur. Ia harus menanggung beban ini sendirian, sementara pelaku masih bebas tanpa merasa bersalah sedikitpun.
ADVERTISEMENT
Pada awal film, elemen fogging yang ditampilkan seolah tidak mempunyai makna apa apa. Namun menuju akhir film, adegan fogging ini kembali diulang yang cukup menimbulkan efek traumatis.
Di mana pelaku melakukan pembungkaman secara eksplisit di tengah asap yang memenuhi seluruh ruangan. Sementara itu, pelaku melakukan beberapa adegan teatrikal yang berlangsung cukup lama. Sekilas adegan ini bisa jadi hal yang unik dan baru, namun disaat yang bersamaan bisa jadi menjadi adegan yang cukup mengganggu.
Selain itu, adegan fogging menjadi klimaks yang berkesan dan memoreble. Pengeras suara yang berulang kali mendengungkan slogan “menguras, menutup, mengubur” saat fogging berlangsung merupakan cara cerdas yang dilakukan Wregas.
Sangat merepresentasi realita yang tengah terjadi di mana korban kekerasan seksual harus selalu mengingat masa sulit, menguras semua emosi dan tenaga untuk memperoleh keadilan yang seharusnya diterima. Berbanding terbalik, tidak sedikit pihak-pihak justru berusaha menutupi segala fakta dan kebenaran. Kemudian mengubur kasus sedalam-dalamnya tanpa pernah kembali ke permukaan lagi.
Film Penyalin Cahaya tampil pada pemutaran Busan International Festival (dok. ig penyalin cahaya)
Mungkin proses hukum bisa tidak berlanjut, namun cerita yang sudah telanjur terjadi itu akan selamanya ada. Tidak bisa hilang semudah pelaku yang pandai berdalih. Film Penyalin Cahaya hadir untuk membuka pandangan bagi penonton bahwa seriusnya isu kejahatan seksual ini yang bisa terjadi di sekitar kita. Kebenaran mudah saja untuk dibungkam. Setidaknya masih menyisakan cerita yang dapat disuarakan tanpa pernah padam.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari isu yang sedang menerpa film ini di mana co-writer Penyalin Cahaya yang terlibat dalam kasus yang sama. Pernyataan tegas dari Wregas Bhanuteja bersama Kaninga Pictures dan Rekata Studio, dengan menghapus nama pelaku dari kredit film dan seluruh materi publikasi.
Sebuah ironi karena film ini hadir untuk memerangi isu tersebut. Sebagai sebuah sajian film yang utuh, Penyalin Cahaya merupakan penerang yang hadir di tengah masyarakat untuk memerangi kasus kejahatan seksual yang belakangan menjadi perhatian di negeri ini.