Konten dari Pengguna

Susu Gratis di Sekolah: Langkah Cerdas atau Hanya Solusi Sementara?

Adha Asy-Syifa
Mahasiswi Politeknik Statistika STIS Prodi D-III Statistika
6 Februari 2025 11:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adha Asy-Syifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Foto oleh jcomp: https://www.freepik.com/free-photo/glass-milk-bottle-fresh-milk_5507834.htm#from_element=detail_alsolike
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Foto oleh jcomp: https://www.freepik.com/free-photo/glass-milk-bottle-fresh-milk_5507834.htm#from_element=detail_alsolike
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Program pemberian susu gratis kini mulai diterapkan di sejumlah sekolah sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas gizi anak-anak. Program ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan fisik, meningkatkan konsentrasi belajar, dan mendorong kebiasaan hidup sehat sejak dini. Dengan menyediakan susu sebagai bagian dari menu makan siang, program ini diharapkan tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan nutrisi harian siswa, tetapi juga mengurangi angka kekurangan gizi di kalangan anak usia sekolah.
Konsumsi susu di Indonesia selama ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, bahkan dunia. Menurut data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, Food and Agriculture Organization (FAO), angka konsumsi susu per kapita Indonesia pada 2022 hanya sekitar 16,9 liter per orang per tahunnya, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (lebih dari 40 liter) dan Thailand (lebih dari 25 liter), sehingga menunjukkan bahwa konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Padahal FAO menetapkan batas rendah untuk konsumsi susu yaitu di bawah 30 kilogram per kapita per tahun.
ADVERTISEMENT
Alasan mengapa konsumsi susu di Indonesia tergolong rendah adalah karena masalah ekonomi, terutama di kalangan masyarakat miskin. Kemiskinan seringkali menjadi faktor utama dalam pembatasan pola konsumsi, di mana masyarakat lebih memilih mengalokasikan pengeluarannya untuk kebutuhan pokok seperti beras, minyak, dan protein hewani lainnya daripada untuk membeli susu. Harga susu yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan pangan pokok menjadikan susu bukan pilihan utama dalam belanja sehari-hari bagi banyak keluarga, terutama yang berada dalam garis kemiskinan.
Hal ini berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kesehatan gizi anak, terutama dalam hal kecukupan kalsium yang sangat penting untuk pertumbuhan anak-anak. Sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah ini, Prabowo Subianto telah mengimplementasikan program makan siang gratis yang dilengkapi dengan pemberian susu gratis, sebagai bagian dari kebijakan kesejahteraan sosialnya. Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan, program makan bergizi dan susu gratis disebut sebagai salah satu investasi terhadap sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Langkah strategis ini juga mendukung visi pemerintah untuk menciptakan bangsa yang sehat dan produktif, sejalan dengan target-target pembangunan jangka panjang yang berfokus pada peningkatan kualitas hidup.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah kebijakan ini efektif dalam meningkatkan konsumsi susu dan pada akhirnya memperbaiki status gizi anak di Indonesia?
Bagaimana Kaitan Program Ini dengan SDG’s 3?
Pemberian susu dalam program makan siang gratis di sekolah-sekolah Indonesia berperan penting dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) ke-3, yaitu Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan. Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), lebih dari 10 juta siswa di Indonesia mendapatkan susu sebagai bagian dari program ini. Pemberian susu ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi anak-anak, terutama dalam menyediakan sumber kalsium, protein, dan vitamin D yang penting untuk mendukung perkembangan tulang, gigi, serta sistem imun yang kuat. Berdasarkan penelitian dari Universitas Indonesia, konsumsi susu pada usia anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dapat mengurangi risiko gangguan pertumbuhan dan mencegah stunting, yang masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Selain itu, susu juga berkontribusi dalam meningkatkan energi dan konsentrasi anak selama kegiatan belajar, yang berujung pada peningkatan kinerja akademik mereka. Dengan demikian, pemberian susu dalam program makan siang gratis tidak hanya mendukung kesehatan fisik anak-anak, tetapi juga membantu menciptakan generasi yang lebih sehat dan cerdas, sesuai dengan tujuan SDGs ke-3 untuk mencapai kesejahteraan yang merata.
ADVERTISEMENT
Industri Susu di Indonesia: Tantangan dan Potensi
Industri susu di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang, mengingat kebutuhan susu yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya konsumsi susu bagi kesehatan. Namun, kenyataannya, produksi susu dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Pada 2022, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 1,6 juta ton susu per tahun, sementara kebutuhan total susu di Indonesia diperkirakan mencapai 5 juta ton per tahun, berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Ketergantungan pada impor susu bubuk dari luar negeri menjadi hal yang tidak terhindarkan. Menurut BPS tahun 2022, Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) hanya mampu memenuhi 26% dari kebutuhan nasional, sehingga 74% berasal dari impor.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan dalam produksi susu domestik ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kurangnya infrastruktur peternakan yang memadai, kualitas pakan yang rendah, serta fluktuasi harga susu segar yang seringkali merugikan peternak lokal. Jika program susu gratis hanya mengandalkan distribusi susu dari luar negeri, hal ini bisa mempengaruhi keberlanjutan industri susu dalam negeri, yang notabene masih dalam tahap pengembangan. Sementara itu, pemberian susu gratis bisa menjadi stimulus sementara untuk meningkatkan konsumsi, tetapi tidak serta-merta meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri secara langsung.
Dari perspektif ekonomi, kontribusi sektor susu terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terbilang kecil, tetapi berpotensi besar untuk meningkatkan PDB jika industri ini didorong untuk berkembang. Oleh karena itu, kebijakan yang lebih berorientasi pada penguatan kapasitas produksi susu dalam negeri, seperti peningkatan pelatihan bagi peternak, subsidi pakan ternak, dan pembenahan sistem distribusi, akan lebih berdampak jangka panjang daripada hanya mengandalkan konsumsi susu melalui program susu gratis. Selain itu, Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung peningkatan produksi susu lokal agar ketergantungan pada impor bisa dikurangi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menunjukkan komitmennya dalam mendukung program pemberian susu gratis melalui berbagai kebijakan strategis, seperti mengimpor sapi perah untuk meningkatkan produksi susu nasional dan mengembangkan inovasi seperti susu berbahan dasar ikan. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak secara langsung, tetapi juga untuk memperkuat ketahanan pangan di sektor peternakan dan perikanan. Impor sapi perah diharapkan mampu meningkatkan produksi susu segar dalam negeri, sehingga pasokan susu menjadi lebih stabil dan terjangkau. Sementara itu, pengembangan susu ikan merupakan upaya inovatif untuk menciptakan alternatif sumber nutrisi yang kaya protein dan omega-3, sehingga memperluas pilihan bagi masyarakat.
Realisasi program susu gratis di sejumlah sekolah merupakan langkah awal yang sangat positif dalam upaya meningkatkan gizi anak-anak. Namun, keberlanjutan program ini akan sangat bergantung pada komitmen pemerintah, dukungan masyarakat, dan pengelolaan anggaran yang baik. Jika tantangan seperti pendanaan, distribusi, dan konsistensi pelaksanaan dapat diatasi, program ini memiliki potensi besar untuk memberikan dampak jangka panjang yang signifikan. Namun, tanpa dukungan yang berkesinambungan, ada risiko program ini terhenti di tengah jalan, sehingga kehilangan momentum untuk menciptakan generasi yang lebih sehat dan cerdas. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi semua pihak agar inisiatif ini dapat terus berjalan dan memberikan manfaat maksimal.
ADVERTISEMENT