Konten dari Pengguna

Navigasi Keberlanjutan: Menggali Potensi “Social Mapping” bagi Desa Wisata

Tabriz Makarim
Mahasiswi S-1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
16 Maret 2024 22:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tabriz Makarim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan Pengabdian. Sumber: Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan Pengabdian. Sumber: Penulis
ADVERTISEMENT
Pengumpulan informasi mengenai aspek sosial, ekonomi, budaya, hingga lingkungan yang relevan dengan pengembangan desa wisata menjadi sesuatu yang penting untuk memahami kebutuhan, harapan, dan aspirasi masyarakat lokal terhadap pengembangan desa wisata yang berkelanjutan. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri dikenal karena menjadi salah satu tujuan wisata utama, yang mana kreativitas dan inisiatif warganya dalam membangun tujuan wisata begitu unik dan khas. Ditambah dengan adanya sumber daya dan potensi lokal yang mampu memperkuat rancangan strategis mitigasi konflik yang efektif.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, aspek yang dibutuhkan oleh desa wisata bukan hanya tentang kebutuhan di bidang ekonomi, melainkan adanya kelangsungan daya dukung sosial dan lingkungan yang melekat. Oleh karenanya, tim pengabdian dosen dari Program Studi Hubungan Internasional UMY melakukan kegiatan pengabdian di Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul, dengan tema “Social Mapping untuk Keberlanjutan Desa Wisata di Dusun Wotawati”. Sebagai daerah bekas aliran Sungai Bengawan Solo Purba, dusun ini terkenal dengan fenomenanya yang unik dan khas, yakni “matahari datang terlambat”.
Dr. Ade Maruf Wirasenjaya, sebagai inisiator sekaligus koordinator dalam kegiatan ini mencoba memberikan pandangan mengenai pentingnya pemetaan sosial sebagai rencana pengembangan wisata yang strategis dan berkelanjutan. Ia mengatakan bahwasanya, “Pemetaan sosial sangat penting supaya wisata tidak mengorbankan potensi dan kelangsungan ekologi, kehidupan sosial, dan budaya masyarakat setempat”. Menurutnya, social mapping menjadi alat yang penting dalam membantu memahami konteks lokal sekaligus memanfaatkan potensi yang ada.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, rencana yang berkelanjutan dan berdaya guna bagi masyarakat setempat serta pengunjung dapat terealisasikan. Sementara itu, Lurah setempat, Estu Dwiyono, mengatakan bahwasanya, “Konsep desa wisata bukan hanya tentang objeknya saja, melainkan nilai-nilai yang dibawakan sebagai daya tarik”. Sebagai Lurah, ia menyambut pikiran dan masukan dari tim pengabdian dosen HI UMY dengan positif, terutama tentang pemetaan sosial. Ia pun berharap desa wisata yang sedang dikelola akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat lokal, termasuk memastikan partisipasi yang adil bagi masyarakat setempat.
Kegiatan yang dilakukan oleh tim pengabdian dari dosen HI UMY ini diupayakan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai aspek-aspek sosial yang harus disiapkan selama mengembangkan desa wisata. Sidiq Ahmadi, M.A. dan Dr. Ratih Herningtyas, sebagai penyaji materi, melakukan identifikasi pemangku kepentingan pengembangan wisata. Ratih Herningtyas menyoroti pentingnya daya dukung lingkungan agar tidak menjadi ruang eksploitasi oleh para investor dan pengunjung. “Keberlanjutan bukan soal manajemen wisata semata, tetapi justru tentang keberlanjutan dari lingkungannya,” tutur pengajar diplomasi tersebut. Selanjutnya, Sidiq Ahmadi juga mengamati tentang konflik yang rentan muncul, “Pembentukan desa wisata jangan sampai menimbulkan konflik ekonomi di kalangan warga,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Bagi Ade Maruf Wirasenjaya dan tim, pendekatan yang holistik ini berpotensi untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh desa wisata secara maksimal, mulai dari eksploitasi lingkungan, dominasi modal besar, hingga daya dukung ekologis maupun kapasitas budayanya. Oleh karenanya, perlu untuk memahami kebutuhan dan potensi masyarakat lokal agar program yang dirancang dapat mengarah pada pengembangan wisata desa yang memberikan kemaslahatan. Melalui pendekatan ini, diharapkan desa wisata bukan menjadi pusat keramaian yang merugikan, tetapi menjadi sumber kehidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
Lebih lanjut, Ade Maruf Wirasenjaya dan tim juga menambahkan bahwa penentuan prioritas dan arah wisata desa sangat penting supaya dapat menjadikan masyarakat sebagai pengelola yang sebenar-benarnya. “Masyarakat harus mampu mengambil peran aktif dalam pembangunan desa wisata agar tidak didominasi oleh para pelaku ekonomi dari luar,” tuturnya. Melalui upaya ini, para pengajar di HI UMY mengharapkan adanya perubahan ke arah positif dalam pengelolaan desa wisata dan dapat menjadikannya sebagai model pengembangan yang memperhatikan keberlanjutan dan kesejahteraan antarsesama.
ADVERTISEMENT