Elite Politik dan Nomor Urut untuk Perempuan

Helga Kusuma
Peneliti serta Koordinator Kampanye dan Jaringan Cakra Wikara Indonesia
Konten dari Pengguna
14 April 2022 16:45 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helga Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi surat dan kotak suara. (Foto: https://pixabay.com/images/id-5676561/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi surat dan kotak suara. (Foto: https://pixabay.com/images/id-5676561/)
ADVERTISEMENT
Penentuan nomor urut pada proses pencalonan menjadi salah satu tahapan yang krusial ketika berkontestasi dalam pemilu legislatif. Pada tahun 2019 lalu, dasar peraturan penyelenggaraan pemilu adalah UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang mewajibkan pengajuan daftar calon oleh partai politik pada setiap dapil harus memenuhi 30% keterwakilan perempuan, dengan penempatan minimal 1 perempuan dari 3 nama calon legislatif.
ADVERTISEMENT
Namun, sampai saat ini, tidak ada peraturan khusus mengenai kriteria untuk menentukan nomor urut calon legislatif karena hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan partai-partai politik yang berkontestasi dalam pemilu. Mengacu pada salah satu penuturan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Indonesia Lely Arrianie kepada CNN Indonesia, nomor urut masih menjadi hal yang penting dalam memengaruhi psikologis pemilih. Para pemilih yang pengetahuan politiknya rendah memiliki kecenderungan untuk memilih nomor urut pertama karena tidak mengenali kapasitas setiap calonnya (CNN Indonesia, 2018).
Metode penentuan nomor urut seperti ini menjadi mekanisme yang mempersempit ruang perempuan untuk dipilih selama berkontestasi karena kualitas dan kapasitas calon legislatif bukan menjadi tolak ukur utama dalam pemberian nomor urut. Penentuan nomor urut masih dipegang oleh segelintir orang yang menguasai tata kelola partai atau bisa disebut dengan para elite partai politik.
ADVERTISEMENT
Elite didefinisikan sebagai individu atau sekelompok individu yang memiliki kekuasaan untuk mengatur sekelompok masyarakat. Elite adalah mereka yang menduduki posisi puncak di sebuah organisasi dan memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan.
Dalam konteks ini, elite yang dimaksud dalam hal ini adalah para petinggi atau pejabat partai politik seperti Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum, dan Koordinator bidang yang memiliki kekuasaan untuk menentukan nomor urut calon legislatif yang dicalonkannya (Keller, 1995).
Ketua umum partai politik di Indonesia memiliki peran sentral dalam menyeleksi individu yang ada pada struktur Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai. Hal ini juga turut memengaruhi keputusan ketua umum partai dalam pencalonan anggota legislatif sekaligus menentukan nomor urut calon legislatif pada pemilu.
ADVERTISEMENT
Ketua umum tidak menjadi elite tunggal karena masih dimungkinkan ruang-ruang diskusi bersama para petinggi partai lainnya. Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk hadir pada struktur kepengurusan DPP partai untuk meningkatkan potensi pencalonan perempuan menjadi caleg karena ketua umum memiliki kecenderungan mencalonkan individu yang merupakan pengurus DPP partai (Cakra Wikara Indonesia, 2021).
Petinggi partai sebagai elite politik memiliki kekuasaan dalam merancang strategi untuk mencapai tujuan partainya yang dalam konteks pemilu misalnya adalah mendulang suara sebanyak-banyaknya dari para pemilih. Berdasarkan pernyataan beberapa anggota legislatif, nomor urut atas biasanya diberikan partai untuk kandidat petahana dan kandidat yang elektabilitasnya tinggi sehingga mampu menyumbang suara besar untuk partai.
Selain itu, riset Cakra Wikara Indonesia juga menemukan bahwa nomor urut atas biasanya diberikan partai kepada kandidat yang menjadi pengurus pada struktur DPP partai (Cakra Wikara Indonesia, 2021). Hal ini mempersempit peluang perempuan untuk mendapatkan nomor 1 pada pencalonan walaupun memiliki kualitas mumpuni namun bukan merupakan petinggi partai, kerabat dari para petinggi, ataupun tokoh yang elektabilitasnya tinggi.
ADVERTISEMENT
Melalui data dari SK Kemenkumham tentang Kepengurusan DPP Partai Politik yang diserahkan oleh partai politik kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), persentase keterwakilan perempuan di struktur kepengurusan partai jelang pemilu 2014 dan 2019 memang menunjukkan peningkatan secara perlahan, hanya tiga partai yang keterwakilan perempuan pada struktur kepengurusan DPP kurang dari 30%, yaitu Gerindra, PAN, dan PPP.
Namun, pasca kongres 2019 dan 2020, persentase ini menunjukkan penurunan. Partai-partai yang keterwakilan perempuannya lebih dari 30% hanya PDIP, Nasdem, dan PKB. Mengacu pada data tersebut, diperlukan konsistensi dari partai politik dalam menerapkan kebijakan afirmasi 30% untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam struktur DPP Partai.
Maka dari itu, keterwakilan perempuan pada struktur kepengurusan DPP partai perlu terus diupayakan karena semakin banyak perempuan yang hadir dalam struktur kepengurusan DPP partai, maka peluangnya untuk mencalonkan atau dicalonkan juga akan semakin tinggi. (Cakra Wikara Indonesia, 2021).
ADVERTISEMENT
Data hasil pemilu menunjukkan nomor urut 1 sangat memengaruhi keterpilihan calon legislatif. Cakra Wikara Indonesia memaparkan data mengenai nomor urut untuk para calon legislatif perempuan pada pemilu 2004, 2009, dan 2019 sebagai berikut:
Tabel Persentase Calon Legislatif Perempuan Terpilih DPR RI 2009 – 2019:
Sumber: Cakra Wikara Indonesia, 2022
Melalui data di atas, terlihat bahwa calon legislatif perempuan terpilih yang terbanyak ada pada nomor urut 1 dan persentasenya meningkat terus sejak pemilu 2009 sampai 2019 lalu. Hal ini menandakan bahwa menempatkan calon legislatif perempuan pada nomor urut 1 bisa meningkatkan potensi keterpilihannya dalam pemilu.
Namun, pemberian nomor urut 1 kepada calon legislatif perempuan ini juga perlu disertai pertimbangan bahwasanya calon legislatif tersebut memahami isu dan kepentingan kelompok perempuan, bukan hanya untuk mendulang suara pada pemilu. Sehingga, ketika menjabat sebagai anggota legislatif bisa menghasilkan partisipasi politik yang bermakna untuk mendorong kepentingan perempuan.
ADVERTISEMENT
Pemilu serentak 2024 akan menjadi arena ujian selanjutnya. Afirmasi 30% untuk perempuan dalam pencalonan oleh partai tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan perempuan terpilih namun juga harus dibarengi upaya untuk mendorong perempuan-perempuan potensial yang berkualitas untuk menjadi wakil di parlemen yang memahami kepentingan dan isu perempuan.
Dengan demikian, perempuan dipahami tidak sebagai identitas ketubuhan saja. Mendorong para calon legislatif perempuan berkualitas penting untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya menjadi perpanjangan tangan kepentingan para elite partai politik melainkan turut menyuarakan kepentingan perempuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DPR.
Besarnya pengaruh elite partai dalam menentukan nomor urut untuk para calon legislatifnya memang sesuatu yang tidak terhindarkan. Melihat apa yang terjadi pada pemilu di tiga periode lalu, penting bagi partai politik dan perempuan untuk memahami apa yang perlu disiapkan untuk menghadapi pemilu 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
Pertama, mendorong perempuan-perempuan potensial untuk menduduki jabatan struktural pada DPP partai dan membuka kesempatan bagi calon legislatif perempuan diberikan nomor urut atas pada pemilu.
Kedua, mendorong partai-partai politik untuk menerapkan kebijakan afirmasi 30% kuota untuk perempuan di DPP partai politik agar semakin banyak perempuan potensial yang dicalonkan ataupun mencalonkan diri pada pileg 2024.
Ketiga, mendorong seleksi bakal calon di internal partai yang mempertimbangkan kualitas dan kapasitas perempuan untuk menjadi caleg. Dalam hal ini, partai politik perlu melakukan upaya serius dalam menunjukkan keberpihakan pada perempuan dengan menempatkan perempuan pengurus partai pada nomor urut 1 pada daftar calon pemilu legislatif.
Keempat, mendorong partai untuk memiliki kriteria dan prinsip rekrutmen kader menjadi pengurus pada struktur DPP partai yang mendorong kesetaraan gender, inklusif, dan non-diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Referensi:
BBC Indonesia. (2019, Mei 29). Pemilu 2019: Lebih 40% caleg perempuan yang lolos ke Senayan terkait 'dinasti politik'. diakses melalui BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48429453
Gumelar, G. (2018, Juli 22). Nomor Urut Masih Jadi Momok Para Caleg. diakses melalui CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180721165221-32-315972/nomor-urut-masih-jadi-momok-para-caleg
Halim, D. (2019, Februari 1). Buka-bukaan Caleg soal Penentuan Nomor Urut. diakses melalui Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2019/02/01/08412811/buka-bukaan-caleg-soal-penentuan-nomor-urut-di-partainya?page=all
Keller, S. (1963). Penguasa dan Kelompok Elite (Elite Penentu dalam Masyarakat Modern). Jakarta: Grafindo Persada.
margret, a., Novitasari, M., Samosir, H., Kusuma, T., & Rahmadiyansyah, Y. (Jakarta). Menyoal Data Representasi Perempuan di Lima Ranah-Edisi Revisi. 2022: Cakra Wikara Indonesia.
Samosir, H., Setiawan, D. M., & margret, a. (2021). Laporan Riset Meretas Jarak Afirmasi dan Administrasi: Studi tentang Penerapan Kebijakan Afirmasi pada Struktur DPP Partai Politik. Jakarta: Cakra Wikara Indonesia.
ADVERTISEMENT