Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dua Hambatan Perempuan dalam Upaya Bela Negara
29 Desember 2020 17:25 WIB
Tulisan dari Tajna Jasmine tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bela negara merupakan kewajiban setiap orang yang merasa bertanggung jawab sebagai warga negara Indonesia. Bela negara diwujudkan oleh sikap dan bukan hanya sekadar ucapan lisan saja serta keyakinan akan Pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan untuk berkorban dalam mengatasi ancaman baik dari dalam maupun dari luar Negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Perempuan memegang peranan penting dalam kehidupan. Namun, seringkali peranan perempuan ini dilihat hanya sebatas melahirkan anak, membesarkan dan mendidik anak, dan mengurus rumah. Bahwa faktanya, banyak perempuan yang juga diharuskan bekerja keluar rumah untuk membantu perekonomian keluarga, banyak juga perempuan yang terpaksa hidup mandiri membesarkan anak-anaknya karena perilaku suaminya yang tidak bertanggung jawab.
Apabila upaya bela negara hanya dilihat sebatas perjuangan melalui militer, berarti, hanya sedikit dari keseluruhan total warga negara Indonesia yang dapat melaksanakan kewajibannya untuk membela Negara Republik Indonesia. Hal ini bukan hanya merugikan laki-laki yang tidak dapat terjun ke dunia militer, tetapi juga, yang paling jelas dirugikan adalah perempuan.
Bukan menjadi rahasia umum bahwa jumlah perempuan dalam dunia militer lebih sedikit ketimbang laki-laki. Ternyata, bukan hanya di dunia militer, di dunia perkantoran pun, masyarakat sering melihat perempuan yang apabila menjabat sebagai pemimpin suatu divisi dianggap mudah marah, suka ngomel, atau moody-an. Pernyataan-pernyataan seperti ini lah yang seolah-olah mengkerdilkan peran-peran yang sesungguhnya dapat diemban perempuan.
ADVERTISEMENT
Dengan segala kegigihan dan tekad yang kuat untuk terus membela tanah air, perempuan Indonesia tetap berjuang bukan hanya untuk membela tanah air tetapi juga berjuang untuk membela haknya dalam upaya bela negara. Berikut saya paparkan dua hal besar yang menjadi hambatan perempuan untuk berpartisipasi dalam upaya bela negara:
Budaya patriarki merupakan budaya yang menempatkan laki-laki sebagai tokoh utama dalam kehidupan. Budaya ini jelas merugikan perempuan yang keberadaan serta haknya dikesampingkan. Hak istimewa tersebut dapat berupa pengambilan keputusan yang didominasi laki-laki tanpa melibatkan opini perempuan karena dianggapnya laki-laki lebih berpikir berdasarkan logika sedangkan perempuan lebih memakai perasaan.
Akibat dari adanya budaya patriarki ini membuat perempuan selalu dianggap lebih rendah atas apapun yang ia lakukan ketimbang laki-laki. Penghargaan atau apresiasi terhadap segala sesuatu yang sudah dilakukan perempuan lebih kecil jumlahnya ketimbang laki-laki. Patriarki bukanlah budaya baru, dapat dilihat dari jaman kerajaan kuno yang menempatkan laki-laki sebagai raja atau pemimpin dan kebanyakan perempuan ditempatkan sebagai pembantu-pembantu raja,yang posisinya rentan dan mudah untuk dilecehkan dan kemudian budaya patriarki masih berlanjut hingga jaman modern saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa laki-laki selalu lebih tinggi kedudukannya ketimbang perempuan.
ADVERTISEMENT
Stereotip ialah keadaan yang menilai seseorang atau sesuatu berdasarkan golongan yang dipunyainya. Dalam kaitannya dengan gender, stereotip gender merupakan keadaan yang menilai laki-laki atau perempuan sebagai dua perangkat ideal yang saling bertentangan. Dengan maksud, laki-laki yang sedari dulu dianggap sebagai “Bapak Rumah Tangga” yang bertugas mencari nafkah sudahlah hanya mencari nafkah biar perempuan sebagai “Ibu Rumah Tangga” yang mengurusi rumah, mencuci baju, dan segala kegiatan di dalam rumah.
Stereotip seperti ini yang di masa sekarang sudah jarang sekali kita temukan, karena banyaknya perempuan berkarir, bekerja diluar rumah, dan ikut membantu suami dalam memenuhi nafkah keluarga. Namun, tidak menutup kemungkinan juga bahwa masih ada masyarakat dengan pemikiran konservatif yang memegang teguh prinsip “Bapak yang bekerja, Ibu yang beberes rumah”. Jelaslah sudah perempuan yang terlahir di dalam keluarga yang masih konservatif tidak memiliki ruang gerak seluas perempuan-perempuan yang terlahir dari keluarga modern.
ADVERTISEMENT
Perempuan tidak dapat dipisahkan haknya dalam membantu upaya bela negara. Pengertian Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh Undang-Undang, aturan, dan sebagainya). Hak perempuan dalam upaya bela negara dipertegas oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 3 yang menyebutkan bahwa, “Setiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Setiap Warga Negara merupakan orang atau masyarakat yang diakui secara hukum serta disahkan oleh undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia. Maka dari itu, baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama dalam Upaya Bela Negara.
Perempuan merupakan guru pertama bagi anak-anaknya. Perempuan menjadi pemegang tanggung jawab terbesar dalam meningkatkan kecerdasan bangsa. Karena anak-anak yang cerdas lahir dari ibu-ibu yang cerdas pula. Bagaimana bisa seorang ibu dapat menciptakan anak-anaknya menjadi bibit-bibit unggul yang kemudian dapat mengubah bangsa menjadi lebih baik apabila ibunya sendiri tidak diberi kesempatan untuk mengemban pendidikan yang layak?
ADVERTISEMENT
Live Update