Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Dilema AI vs Karya Asli, Valid dan Beretika?
21 April 2025 9:49 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Talitha Amanda Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di era teknologi yang makin canggih ini, kehadiran kecerdasan buatan (AI) bukan lagi hal yang baru. AI seringkali dipakai untuk mengedit foto, membuat rangkuman materi, sampai tempat untuk curhat. Bahkan, banyak orang memakai AI untuk membantu kerja kreatif harian mereka. Dengan kemampuan AI untuk menghasilkan karya-karya yang tampak orisinal, seperti teks, musik, dan seni visual, banyak orang mulai mempertanyakan sejauh mana karya tersebut dapat dianggap sah dan valid.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, muncul dilema penting mengenai hubungan antara karya yang dihasilkan oleh mesin dan karya asli manusia. Apa sih yang sebenarnya membuat sebuah karya bisa dibilang otentik? Apakah karena idenya, proses kreatifnya, sentuhan emosionalnya, atau nilai seni yang dibawanya? Ketika mesin bisa meniru gaya dan pola ciptaan manusia secara instan, batas antara “ciptaan asli” dan “hasil tiruan” jadi makin kabur. Pertanyaan-pertanyaan ini semakin relevan dalam masyarakat yang semakin tergantung pada teknologi. Di sisi lain, manusia menciptakan sesuatu biasanya berdasarkan pengalaman, emosi, dan sudut pandang yang unik. Proses kreatif manusia penuh dengan pertimbangan, intuisi, dan kadang juga kegagalan yang akhirnya melahirkan keunikan dalam setiap karya. Sedangkan AI? hanya mengolah data, mengenali pola, dan menyusunnya ulang berdasarkan promt yang ditulis. Tanpa perasaan, intuisi, apalagi pengalaman pribadi
ADVERTISEMENT
Kemajuan AI dalam dunia kreatif menimbulkan tantangan terkait validitas, keaslian, dan etika karya. AI dapat meniru karya manusia tanpa kreativitas, sehingga memicu isu hak cipta dan plagiarisme. Dampaknya juga dirasakan oleh seniman manusia. Ketika karya buatan AI bisa menyerupai karya manusia dalam waktu yang sangat singkat dan dengan biaya yang lebih murah, posisi manusia dalam dunia kreatif menjadi dipertanyakan. Apalagi jika karya AI tersebut diunggah atau dipamerkan tanpa mencantumkan bahwa ia bukan hasil ciptaan manusia, melainkan produk algoritma. Untuk itu, diperlukan pendekatan logika ilmiah guna menilai secara objektif hubungan antara karya AI dan karya asli dalam konteks etika dan validitas.
1. Logika Ilmiah dalam Menilai Validitas dan Etika Karya AI
Logika ilmiah berfungsi untuk memberikan pendekatan yang rasional dan terstruktur dalam menilai karya, baik yang dihasilkan oleh manusia maupun oleh AI. Dimulai dengan mengamati dan skeptis dengan karya AI, kita bertanya sejauh mana karya tersebut sebanding dengan karya manusia. Setelah merumuskan hipotesis, kita mengumpulkan data dengan membandingkan kualitas dan reaksi audiens terhadap karya AI dan karya manusia. Kemudian, kita menganalisis data untuk menentukan apakah karya AI hanya meniru atau benar-benar menawarkan sesuatu yang baru. Selain itu, kita harus memperhitungkan keterbatasan AI, seperti tidak adanya kesadaran atau pengalaman pribadi dalam proses penciptaan. Dengan pendekatan ilmiah ini, kita dapat menilai karya AI secara adil dan objektif.
2. Keaslian dan Orisinalitas
Keaslian karya menjadi tolok ukur penting dalam menilai nilai dan integritasnya. Dalam seni manusia, keaslian muncul dari imajinasi dan ciri khas pencipta. Namun, pada karya AI, keaslian menjadi samar karena AI hanya mengolah data yang ada tanpa ide orisinal sendiri. Maka, keaslian karya AI perlu dipahami sebagai hasil kolaborasi manusia dan mesin, manusia sebagai pemberi intruksi atau penulis promt serta kemampuan AI dalam mengembangkan atau memodifikasi konsep atau art style yang telah ada menjadi sesuatu yang baru.
3. Etika dalam Penciptaan Karya oleh AI
Etika dalam penciptaan karya AI mencakup isu hak cipta, plagiarisme, dan dampak sosial. Contohnya baru-baru ini adalah AI bisa meniru art style Ghibli oleh seniman Hayao Miyazaki. Para seniman dan kreator manusia telah menghabiskan waktu, tenaga, bahkan emosi untuk menghasilkan karya mereka. Ketika AI bisa meniru gaya atau hasil kerja mereka dalam hitungan detik tanpa izin atau atribusi, itu bisa dianggap sebagai bentuk eksploitasi kreatif. Lebih jauh lagi, etika juga menyentuh soal tanggung jawab moral. Jika karya AI digunakan untuk menyebarkan informasi palsu, manipulasi visual (seperti deepfake), atau bahkan propaganda. AI hanyalah alat, tetapi keputusan untuk menggunakannya tetap berada di tangan manusia. Maka dari itu, penting bagi kita untuk punya kesadaran etis setiap kali menggunakan teknologi ini, khususnya dalam konteks karya publik. Tak hanya itu, penggunaan AI juga berdampak pada pencipta manusia, karena dapat menggantikan peran kreatif mereka, mengurangi peluang kerja, dan berdampak pada perkembangan industri kreatif.
Kesimpulan
Tantangan utama dalam menghadapi dilema antara karya AI dan karya manusia adalah mencari keseimbangan antara inovasi teknologi dan penghormatan terhadap kreativitas manusia. Ada kekhawatiran bahwa AI bisa menggantikan proses penciptaan karya yang biasanya dilakukan oleh manusia. Beberapa solusi yang diusulkan antara lain adalah pengembangan regulasi hak cipta yang lebih jelas untuk karya AI dan mendorong kolaborasi antara manusia dan mesin. Selain itu, penting untuk tetap menjaga nilai kreativitas manusia dengan menggunakan teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti, guna memastikan keseimbangan antara kemajuan teknologi dan karya orisinal manusia.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Adzan, G. E., & Azhar, A. (2024). Etika Penggunaan Artificial Intelligence dalam Penulisan Karya Ilmiah. Jurnal Penelitian Inovatif, 4(4), 2297–2308. https://doi.org/10.54082/jupin.874.
Gandasari, F., Koeswinda, A. S., Putri, A. K., Kumala, D. a. P., & Muftihah, N. (2024). Etika Pemanfaatan Teknologi Artificial Intelligence dalam Penyusunan Tugas Mahasiswa. EDUKATIF JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 6(5), 5572–5578. https://doi.org/10.31004/edukatif.v6i5.7036.
Prayogi, A., Nasrullah, R., UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, & Universitas Negeri Surabaya. (2024). Artificial Intelligence dan Filsafat Ilmu: Bagaimana Filsafat Memandang Kecerdasan Buatan Sebagai Ilmu Pengetahuan. In LogicLink : Journal of Artificial Intelligence and Multimedia in Informatics (pp. 144–155)