Konten dari Pengguna

Tidak Mau Disalahkan? Mari Kita Refleksi Sejenak

tambara boyak
Seorang penuh ingin tahu tentang keilmuan psikologi dan budaya.
9 Oktober 2020 7:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari tambara boyak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tidak Mau Disalahkan? Mari Kita Refleksi Sejenak
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Salah? Siapa yang tidak pernah bersalah dalam hidupnya? Siapa yang tidak mau belajar dari kesalahan? belajarlah dari kesalahan yang dilakukan. Hidup memang tidak lepas dari kesalahan. Tetapi ada orang yang enggan mengakui kesalahan. Alergi bila disalahkan. Mereka patut dikasihani karena merasa tidak pernah bersalah. Ketika ditunjukkan kesalahannya, ia justru merasa orang lain yang menyalahkan dirinya. Ia akan menolak keras untuk disalahkan. Padahal kesalahannya nyata-nyata ada. Mengapa patut dikasihani? Orang yang demikian justru hidup penuh kesalahan, karena tidak akan pernah belajar dari kesalahannya. Padahal setiap manusia tidak lepas dari kesalahan. Orang yang mau belajar dari kesalahannya, akan membuat dirinya semakin dewasa dan bijak. Semakin menjadi benar. Mengapa harus takut bila memang bersalah? Kesalahan adalah guru terbaik untuk belajar tentang kebenaran. Sebab itu, belajarlah dari setiap kesalahan. Bukannya menolak disalahkan, sehingga semakin tenggelam dalam kesalahan. Tirulah seperti orang bijak yang selalu merasa bersalah, walau sesungguhnnya ia tidak bersalah. Apakah dengan mengakui kesalahan walau ia tidak melakukan kesalahan membuat orang bijak hidup penuh dengan kesalahan? Tentu saja tidak. Sebaliknya ia justru terbebas dari kesalahan. Karena setiap saat ia selalu bertobat atas kesalahannya dan takut melakukan kesalahan. Kesalahan adalah kesalahan. Bisa menjadi kebenaran atau tetap sebagai kesalahan tergantung siapa yang menyikapinya.
Ilustrasi pasangan bertengkar. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan bertengkar. Foto: Shutterstock
Kita semua paham bahwa tak ada manusia yang sempurna dan luput dari kesalahan. Meski begitu, mengakui kesalahan merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini membuat orang yang mau mengaku dianggap berjiwa besar. Sebuah kajian mencoba menjelaskan mengapa kesalahan yang kita buat sendiri tak mau kita akui. Bagi beberapa orang, mengakui kekeliruan bisa membangkitkan kecemasan secara psikologis karena dianggap sebagai kegagalan atau kekalahan. Alasan banyak orang sulit meminta maaf bukan karena mereka tidak suka salah. Namun, karena memandang sebuah pengakuan kekeliruan sebagai sebuah kegagalan. Keinginan menjadi sempurna mempengaruhi ego mereka dan mereka merasa sebuah kekeliruan adalah hal yang tak termaafkan. Kesulitan mengakui kegagalan datang dari ekspektasi berlebihan pada diri mereka bahwa mereka harus selalu benar. Bagi beberapa orang, mengaku salah akan membuat mereka tampak lemah. Padahal seorang yang baik justru mengakui kesalahan-kesalahan mereka. Menurutnya, sikap seperti itu bisa menginspirasi orang lain untuk berpikir bahwa orang tersebut bisa dipercaya dan dianggap lebih produktif dan lebih dekat dengan orang lain. Sebab, tak ada manusia yang sempurna. Ketika ada orang yang mengatakan bahwa dirinya akan berusaha berbuat yang terbaik, tidak takut mengaku salah jika dirinya keliru dan mau memperbaiki dirinya, maka orang tersebut dianggap lebih terpercaya.
ADVERTISEMENT
Beberapa orang beranggapan mereka tak perlu menghargai kebenaran dan kejujuran. Misalnya, dalam hal berdiskusi politik. Para pakar mengatakan bahwa mereka yang menelan propaganda berita bohong secara mentah-mentah mungkin saja tidak menghargai kebenaran. Mereka cenderung tidak peduli. Hal itu karena mereka menghargai aspek lain yang lebih mereka rasakan. Pendekatan seseorang terhadap situasi tersebut sering kali dapat mengungkapkan nilai mana yang lebih bisa memengaruhi mereka. Apakah fakta atau perasaan. Orang yang logis akan lebih mementingkan fakta, informasi dan data untuk kemudian mengambil keputusan. Sementara lainnya mengambil keputusan berdasarkan emosi. Masalahnya, ketika seseorang yang logis mencoba bicara pada orang yang emosional dengan menekankan nilai-nilai logis, mereka sama seperti bicara dengan bahasa yang berbeda. Inilah mengapa dua sisi sering kali sulit berkomunikasi atau menemukan kesamaan.
ADVERTISEMENT