Konten dari Pengguna

Wanita Oetomo dan Pergerakan Perempuan dalam Pergerakan Nasional

Tamira Auga Abadi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Semarang
1 April 2022 13:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tamira Auga Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perempuan (Sumber: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perempuan (Sumber: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Pergerakan nasional merupakan salah satu periodisasi sejarah di Indonesia yang terjadi pada awal abad 20. Pada masa ini, terbentuknya kesadaran nasionalisme akan sebuah negara yang merdeka. Negara yang terbebas dari belenggu penjajahan pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat mendirikan organisasi untuk mewujudkan kesadaran tersebut. Perempuan turut membuat pergerakan dan mempelopori berdirinya organisasi khusus Perempuan. Pada di artikel ini, penulis akan membahas salah satu organisasi pergerakan perempuan yaitu Wanita Oetomo.
ADVERTISEMENT

Sejarah Pergerakan Perempuan

Pergerakan perempuan menuntut kesetaraan gender. Artinya, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam kehidupan sosial. Pada zaman kolonial, perempuan dituntut untuk selalu dirumah menjadi istri yang baik. Perempuan tidak mendapatkan hak mengenyam pendidikan seperti laki-laki. Selain itu, maraknya kasus poligami dan kawin paksa yang merugikan perempuan. Maka dari itu, munculah gerakan perempuan untuk melawan ketidakadilan gender.
Gerakan perempuan di Indonesia berbeda dengan gerakan perempuan di dunia. Pergerakan perempuan di Indonesia merupakan sebagai bentuk usaha untuk melawan penjajahan bangsa Belanda dengan kesadaran nasional. Sedangkan, Pergerakan perempuan di dunia pada umumnya hanya memperjuangkan kesetaraan gender. Pergerakan perempuan menuntut untuk ikut dalam partisipasi politik membentuk kesadaran nasional.
ADVERTISEMENT

Awal Mula Terbentuk Wanita Oetomo

Awal mula terbentuk nya organisasi Wanita Oetomo adalah dimulai oleh seorang Raden Ayu Aisah Bintang. Ia merupakan Istri dari anggota Budi Oetomo, Raden Mas Abdulkadir Tjokroadisoerjo. Ketika suaminya berkumpul dengan anggota Budi Oetomo di rumahnya, Aisah hanya bisa menyimak diam-diam. Aisah berfikir untuk ikut berpendapat dan ingin seperti laki-laki yang bisa berkumpul dan saling mengemukakan pendapat.
Aisah pun mengajukan usul langsung kepada pengurus Boedi Oetomo cabang Yogyakarta, untuk membawa istri-istri mereka ketika melakukan rapat dan berkumpul. Aisah ingin mempunyai teman untuk berbagi pendapat, karena itulah diperlukan perkumpulan perempuan untuk saling berbagi pendapat.
Setelah itu, Aisah berkeliling untuk menemui istri-istri dari anggota Boedi Oetomo dan mereka berantusias mendengarnya. Akhirnya, perkumpulan istri Budi Oetomo diwartakan pada surat kabar Budi Oetomo. Surat kabar tersebut berisi ajakan kepada pengurus Budi Oetomo beserta istrinya, untuk menghadiri rapat pertama pada 24 April 1921. Perkumpulan Istri ini kemudian diberi nama Wanita Oetomo.
ADVERTISEMENT

Peran Wanita Oetomo dalam Pergerakan Nasional

Peran organisasi Wanita Oetomo pada masa periode Pergerakan Nasional adalah Kongres Perempuan. Kongres Perempuan I diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. R.A. Sukonto, perwakilan dari Wanita Oetomo menjabat sebagai ketua dan Wanita Oetomo menjadi penyelenggara kongres tersebut.
Wanita Oetomo mengemukakan pendapat didalam kongres. Diwakili oleh R.A. Soekonto berpendapat mengenai Kewajiban Perempuan di dalam Rumah Tangga, dan Djojoadigoeno berpendapat mengenai Kedudukan Perempuan dalam Kehidupan.
Menurut Anshory (2010, p 120) Kongres tersebut menghasilkan beberapa keputusan yaitu: (1) Mendirikan badan pemufakatan dengan nama Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), (2) Mendirikan studiefonds untuk anak-anak perempuan yang tidak mampu membayar biaya sekolah dan berusaha memajukan kepanduan putri, (3) Mencegah pernikahan di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Wanita Utomo juga turut berpartisipasi terhadap gagasan-gagasan nasionalisme, menginginkan penghapusan penjajahan. Para Istri berdiskusi dengan suami dan sesama anggota dalam mewujudkan kesadaran Nasionalisme. Pastilah Wanita Oetomo turut memberikan kontribusi terhadap pergerakan nasional.
Pada perkembangan selanjutnya, organisasi ini menjadi organisasi yang terbuka. Masyarakat umum bisa bergabung menjadi anggota tanpa dibatasi pendidikan dan usia. Perempuan manapun diberikan hak untuk bersuara dan mengemukakan pendapat, terutama mengenai emansipasi perempuan, kesadaran nasionalisme, dan gagasan kemerdekaan melawan penjajahan. Wanita Oetomo menjadi wadah bagi perempuan untuk berkumpul dan melawan penindasan.