Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Demokrasi Merosot, Posko Pilihan Rakyat Mengawal Konstitusi
6 Maret 2023 12:01 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Tamsil Linrung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pranata kekuasaan mempertontonkan kecendrungan agenda politik ekonomi terselubung. Berbagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan serta menumpuk sumberdaya ekonomi ditempuh. Demokrasi di tubir jurang.
ADVERTISEMENT
Iklim politik tidak sehat dan pelembagaan demokrasi yang lamban harus direspons dengan pendekatan progresif dan partisipasi aktif. Bila dibiarkan berlarut-larut, masa depan bangsa dipertaruhkan. Pilihan sistem politik demokrasi berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia yang menjadi konsensus bersama harus dikawal untuk tercapainya cita-cita nasional.
ADVERTISEMENT
Kendati reformasi telah bergulir nyaris seperempat abad, Indonesia terancam kembali ke masa-masa politik kelam nan suram. Demokrasi bangsa ini justru mengalami kemerosotan, alih-alih menatap masa depan demokrasi yang cemerlang. Gejala rezim hibrida yang mencampuraduk demokrasi dan otokrasi mewarnai perpolitikan hari ini.
Anasir-anaris hybrid regime jadi wakeup call untuk mengoreksi arah demokrasi ke depan. Jalan demokrasi yang ditempuh Indonesia saat ini cenderung terdeviasi. Menyimpang dari cita-cita nasional. Saya mengulas hal tersebut dalam satu buku berjudul Kalibrasi Kiblat Bangsa.
Misalnya saja agenda liar kudeta konstitusi. Gerakan memperpanjang masa jabatan dan periodesasi presiden terus didengungkan. Bahkan bergulir di meja pengadilan. Tidak lagi malu-malu.
Ancaman penghianatan pada konstitusi tersebut bahkan dilantunkan oleh pejabat pemerintah di forum resmi. Anda dapat dengan mudah melacak jejak digitalnya dari pemberitaan yang tersebar di internet.
ADVERTISEMENT
Karena itu saya bersama kawan-kawan dan jaringan aktivis lintas gerakan, hingga politisi yang masih peduli pada masa depan demokrasi bangsa, menginisiasi lahirnya Posko Pilihan Rakyat. Wadah perkumpulan yang telah banyak eksis di berbagai daerah ini kita dedikasikan untuk mengawal konstitusi dan terwujudnya cita-cita nasional. Kantor Pusat PPR telah diresmikan pada Minggu (19/2). Disusul peresmian di berbagai daerah.
Agenda mengawal konstitusi perlu dilakukan. Meski sebetulnya telah ada lembaga-lembaga negara yang diplot untuk melaksanakan tugas itu dengan sokongan Undang Undang. Namun terobosan politik ekstra parlementer dan ekstra eksekutif, termasuk melalui PPR ini, harus terus didorong untuk memastikan arah bangsa kembali ke rel yang semestinya.
Patut dicatat, jalan mundur arah politik Indonesia bukan isapan jempol semata. Menurut Economist Intelligence Unit (EIU) Democracy Index, demokrasi Indonesia pada tahun 2022 ini hanya mendapatkan skor 6,71 atau masuk dalam kategori demokrasi yang berkembang (flewed democracy).
ADVERTISEMENT
Bahkan di bawah Filipina dan Kolombia. Ini berarti bahwa demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dari tahun-tahun sebelumnya. Indeks demokrasi kita pernah mencapai rangking terbaik pada tahun 2015 dengan skor 7,03.
Jika dibreakdown dalam skala lebih mikro, kategori demokrasi berkembang yang ditempati Indonesia, bahkan cenderung dan lebih dekat pada model pemerintahan otoritarian yang disebut oleh The Economist sebagai rezim hibrida (hybrid regime), ketimbang pemerintahan yang demokratis. Hybrid regime sering terihat mempaktekkan ritual demokrasi (prosedural), namun pada saat yang sama juga membudayakan praktik politik otoriter.
Hybrid regime adalah suatu bentuk pemerintahan yang memiliki karakteristik campuran antara demokrasi dan otokrasi. Hybrid regime memiliki ciri-ciri bahwa pemilihan umum diadakan secara berkala, namun terdapat limitasi terhadap kebebasan sipil dan politik. Pers tampak merdeka, tapi subtansi pemberitaan telah didesain untuk keuntungan beberapa pihak saja. Pers tidak murni menyuarakan kepentingan publik. Selain itu, oposisi seringkali ditekan dan diintimidasi.
Hybrid regime adalah penjelmaan negara demokrasi dan negara otokrasi. Hybrid regime seringkali ditemukan di negara-negara berkembang atau negara yang mengalami transisi dari otoritarianisme ke demokrasi. Dalam proses konsolidasi demokrasi yang normal, hybrid regime dapat menjadi tahap awal menjanjikan menuju demokrasi yang subtantif. Namun dalam banyak kasus, hybrid regime juga dapat berubah menjadi otoritarianisme yang lebih kaku.
ADVERTISEMENT
Beberapa contoh negara yang dianggap sebagai hybrid regime antara lain Rusia, Venezuela, dan Azerbaijan. Pemilihan umum memang digelar regular di negara-negara tersebut. Namun aroma menyengat kecurangan dalam pemilu dapat dirasakan. Oposisi dibatasi. Jika gagal dirangkul, maka diintimadasi melalui ancaman kasus dan dikriminalisasi.
Perhelatan pemilu menuju istana, hingga pesta politik di level desa, semata-mata hanya prosedur yang tidak mendekatkan pada subtansi demokrasi yang dicita-citakan. Partai politik yang diharapkan menjadi katalisator demokrasi, sebagian besar justru menyemai bibit-bibit otokrasi.
Partai menjelma sebagai properti pribadi. Melanggengkan sistem feodal. Parpol dikelola laksana aset keluarga. Suka tidak suka, kritik ini harus ditelan. Meski pahit.
Parpol masih kita harapkan berperan sebagai pilar dan katalisator demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Namun hal itu hanya bisa terwujud jika gairah demokrasi di internal parpol juga menyala.
ADVERTISEMENT
Indikasi feodalisme parpol mungkin disebut sebagian orang bersifat kasuistik. Hanya di beberapa parpol saja. Namun kita tidak boleh menutup mata dari realitas demokratisasi internal parpol yang mandek.
Dalam skala lebih teknis, indikator lain untuk menilai sejauh mana bangsa ini melangkah di belantara politik dan proses pematang demokrasi, dapat kita cermati dari dampak produk kebijakan pemerintah. Dalam aspek keadilan dan distribusi ekonomi, disparitas menyajikan keterbelahan kelas masyarakat yang curam.
Tidak ada langkah signifikan dalam upaya mengikis ketimpangan. Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, hanya 1 persen orang terkaya di Indonesia yang menguasai 49,3 persen kekayaan nasional.
Sulit berharap keadilan pada pranata kekuasaan yang malah berupaya menghidupkan nilai-nilai otokrasi dan telah nyaris gagal melembagakan demokrasi. Pranata kekuasaan ini cenderung tidak berpihak pada prinsip-prinsip demokrasi dan selalu mengarusutamakan agenda terselubung untuk mempertahankan kekuasaan serta menumpuk sumberdaya ekonomi. Kendati harus dipaksakan jika hal tersebut bertentangan dengan kepentingan rakyat atau nilai-nilai demokrasi.
ADVERTISEMENT
Telah banyak praktik politik dan kebijakan berstempel demokrasi prosedural yang membuktikan premis pelanggengan kekuasaan. Misalnya saja pemaksaan implementasi UU Cipta Kerja melalui Perppu, padahal telah dinyatakan inskonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Publik sudah tahu, untuk apa dan siapa yang diuntungkan oleh UU Cipta Kerja tersebut. Itulah potret pranata kekuasaan yang terkooptasi oleh nilai-nilai otoritarianisme, menggunakan berbagai cara demi melestarikan kepentingan.
Oleh karena itu, demi membangun dan mempertahankan demokrasi yang kuat, mendesak untuk memperjuangkan pranata kekuasaan yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, berkomitmen pada perlindungan hak-hak dan kebebasan warga negara. Hal ini dapat dilakukan melalui partisipasi aktif dalam proses politik dan pemilihan umum, serta pengawasan terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.
Problemnya, proses pemilu bersih, akuntabel dan transparan menyisakan skeptisme bagi publik sehingga terjadi kecenderungan tumbuhnya apatisme. Terutama di kalangan generasi muda yang kelak mengambil peran penyambung masa depan bangsa. Studi yang dilakukan oleh Departemen Psikologi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2021 mencatat jika tingkat partisipasi politik generasi muda di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand dan Filipina.
ADVERTISEMENT
Gejala apolitis. Hal ini yang diinginkan oleh rezim status quo. Memupuk ketidakpedulian pada proses politik. Padahal partisipasi aktif warga negara di ruang-ruang politik sangat dibutuhkan. Seperti dikatakan oleh Perdana Menteri Kelima Republik Indonesia, Muhammad Natsir, “Jika kamu tidak peduli pada politik, maka kamu akan jadi korban politik”
Menyelamatkan masa depan politik dan demokrasi Indonesia ke depan sebetulnya tidak butuh sesuatu yang baru. Yang diperlukan adalah komitmen kebangsaan dan sikap konsekuen pada konstitusi. Kegelisahan itulah yang menjadi ruh Posko Pilihan Rakyat.
*Tamsil Linrung, adalah Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dan Inisiator Posko Pilihan Rakyat (PPR)