news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Indonesia Menjadi Negara Maju Seperti Pengakuan AS

Tamsil Linrung
Senator DPD RI, Pendiri Jaringan Sekolah Insan Cendekia Madani (ICM)
Konten dari Pengguna
24 Februari 2020 10:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tamsil Linrung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedung Phinisi Kampus UNM. Sumber kampusaja.com
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Phinisi Kampus UNM. Sumber kampusaja.com
ADVERTISEMENT
Saya kira ini peristiwa super penting. Terjadi minggu lalu di Amerika Serikat. Peristiwa yang mempengaruhi Indonesia. Yakni, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mendaulat Indonesia sebagai negara maju. Selain Indonesia, ada China, Brasil, India, dan Afrika Selatan yang 'naik level' jadi negara maju.
ADVERTISEMENT
Tapi tunggu dulu, yang mereka sebut sebagai “negara maju” adalah di sektor perdagangan internasional. Sehingga secara ekonomi, hal itu sebetulnya merugikan Indonesia. Bukan predikat negara maju yang kita harapkan
Namun terlepas dari kebijakan pemerintahan Donald Trump yang beraroma perang dagang itu, Indonesia memang sejak lama diprediksi bakal menjadi kekuatan penting di panggung global. Seperti ramalan Standard Chater Bank yang menempatkan Indonesia kekuatan ekonomi terbesar nomor empat pada tahun 2030. Lalu "ramalan" Pricewaterhouse Coopers (PwC), serta prediksi Boston Consulting Group.
Indonesia bahkan telah masuk klub negara-negara pasar berkembang (emerging market) BRICIS. Brazil, Rusia, India, China dan South Africa. Emerging market ini, kandidat kuat negara maju dan kekuatan global yang amat diperhitungkan.
ADVERTISEMENT
Dalam diskursus menjadi negara maju, saya percaya bahwa pendidikan adalah kunci. Tidak ada jalan pintas menuju kesana. Pendidikan jalan utama. Karena itu, keberadaan perguruan tinggi yang konsen melahirkan pendidik, atau kita sebut kampus pendidikan, harus kita perhatikan betul. Sebab dari perguruan-perguruan tinggi berbasis pendidikan itu, masa depan generasi berikutnya dimulai.
***
Berbicara tentang negara maju, isu yang selalu jadi perhatian kita adalah disparitas atau ketimpangan. Terutama Indonesia Timur dengan Indonesia Barat. Mulai dari isu ekonomi, politik hingga pendidikan, selalu ada gap yang terjadi di kedua wilayah tersebut. Di sektor pendidikan misalnya, Indonesia Timur masih kekurangan kampus berkelas. Tentu saja yang parameternya diakui secara global. Paling banter Universitas Hasanudin.
Ada pandangan stereotip yang berkembang, dan ini memang benar. Bahwa di level Indonesia Timur, Universitas Negeri Makassar (UNM) itu adanya di belakang Unhas. Imagenya, UNM perguruan tinggi negeri kelas dua setelah Unhas. Untuk bergeser dari image kelas dua itu, UNM ditantang agar lebih konsen pada aspek mutu. UNM harus punya identitas dan karakter khusus yang menjadi nilai tambah sekaligus diferensiasi dengan perguruan tinggi lain.
ADVERTISEMENT
UNM ditantang berkontribusi dalam membina karakter mahasiswa secara konkret dan terukur. Penanaman nilai-nilai moral melalui mata kuliah diharapkan mendorong alumni berkarakter kuat, tampil beda berpegang pada prinsip ketika saat ini kita menyaksikan nilai-nilai moral kerap ditanggalkan. Penguatan karakter ini, tentu memperkuat ciri khas dan identitas UNM sebagai institusi. Dulu IKIP itu disegani, karena kurikulum KKN-nya menyentuh dan disenangi masyarakat desa. Saat ini, identitas itu hilang.
Penguatan identitas UNM secara kelembagaan juga amat dipengaruhi oleh hubungan kuat antara alumni dan almamater. Alumni adalah kekuatan yang potensinya mesti dioptimalkan sebagai katalisator dalam memompa kualitas UNM. Besar kecilnya nama UNM salah satunya disebabkan oleh hubungan yang kuat dengan alumninya.
Jaringan alumni UNM cukup potensial, namun belum menjadi satu kesatuan utuh. Harus ada inisiasi untuk mengomunikasikan dengan alumni terkait apa yang telah dan yang harus dikembangkan UNM ke depannya. Potensi UNM belum efektif terpetakan dengan baik. Karena itu harus didorong untuk mampu memetakan potensi alumninya hingga di tingkat nasional.
ADVERTISEMENT
Upaya menguatkan positioning UNM tak lepas dari predikat institusi pendidikan ini yang memang berbeda dengan kampus kebanyakan. UNM mengemban tugas melahirkan sumber daya manusia unggul, tak hanya untuk diri mahasiswa/alumninya, namun juga harus mampu diterjemahkan menjadi kekuatan kebaikan bagi insan-insan yang lain.
Pasalnya, UNM menyandang label sebagai rahim bagi lahirnya para pendidik. Artinya, alumnus UNM punya dua predikat. Yakni sebagai sarjana dengan disiplin ilmu yang didalaminya, serta sebagai insan yang di dalam dirinya melekat DNA selaku pendidik.
Saya mengutarakan hal ini karena didasari pengalaman sebagai insan yang pernah menyerap ilmu pengetahuan dari bangku pendidikan di IKIP Ujung Pandang, yang kemudian bertransformasi dan menjelma menjadi UNM. Bagi saya, kampus ini diharapkan sebagai salah satu kawah candradimuka dalam melahirkan SDM-SDM unggul untuk mengikis ketertinggalan di kawasan timur Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pengalaman menjadi aktivis ketika menjadi mahasiswa, hingga berkiprah ke level internasional mendorong saya untuk mencurahkan dedikasi di dunia pendidikan. Terlibat langsung mendirikan beberapa lembaga pendidikan dari TK hingga SMA. Yakni jaringan sekolah Insan Cendekia Madani (ICM).
Salah satu dari tiga kolam renang di kawasan sekolah Insan Cendekia Madani. Fasilitas olah raga bagi siswa dan karyawan. (Sumber : dokumentasi ICM)
ICM mendapat sambutan luar biasa. Grafik pertumbuhan siswa menggembirakan. Sehingga indikator ini kita tangkap sebagai kristalisasi kepercayaan masyarakat yang harus direspons. Jadilah saya bersama teman-teman membuka jaringan sekolah ICM di beberapa daerah. Saat ini yang sudah berjalan adalah ICM Gunung Geulis di Bogor, Insan Cita di Serang Banten, ICM di Pangkep Sulsel dan ICM BSD di Serpong sebagai pionir sekaligus pilot project sekolah berkualitas yang telah diakui kiprahnya.
Selain peran langsung mendirikan institusi pendidikan, saya juga aktif mendorong kemajuan dunia pendidikan dalam posisi sebagai anggota legislatif. Baik dari aspek budgeting maupun ikut aktif memastikan supporting aspek legislasi dan mengawal policy.
ADVERTISEMENT
Kepedulian kepada dunia pendidikan karena panggilan moral selaku anak bangsa, tentu tidak harus dicurahkan secara formal. Tak harus mendirikan institusi pendidikan. Banyak wujud manifestasi lain yang mencerminkan kepedulian kita terhadap pembangunan sumber daya manusia namun tetap di jalur pendidikan.
Misalnya mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha muda dengan menjadi mentor bagi mereka, mendorong regenerasi kepemimpinan dengan mengorbitkan anak-anak muda tampil di panggung publik, atau bahkan menyiapkan beasiswa bagi anak-anak kita agar dapat mengakses bangku pendidikan.
Ketika mendirikan yayasan sosial Tali Foundation yang di antara kegiatannya bergerak di bidang pendidikan, khususnya penyaluran beasiswa, salah satu ruh dan obsesi yang menggerakkan yayasan ini, bahwa kita harus menjadi bagian dari kontributor dalam pembangunan manusia Indonesia. Melahirkan manusia-manusia berdaya dengan membukakan mereka akses ke dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Melihat besarnya tantangan untuk melahirkan manusia Indonesia yang berdaya, program Tali Foundation ini kemudian dikembangkan ke lembaga pembiayaan usaha tanpa agunan. Program ekonomi berdaya, disinergikan dengan program pendidikan tadi. Sehingga upaya melahirkan manusia Indonesia yang berdaya seutuhnya, berjalan secara simultan. Karena kita percaya, bangsa ini hanya bisa berdaya bila manusianya terlebih dahulu berdaya.
Maka dari itu, dalam 10 tahun kiprahnya, ribuan beasiswa telah disalurkan oleh Tali Foundation, termasuk mengirim alumnus Insan Cendekia Madani (ICM), sekolah yang kami dirikan, untuk kuliah ke Rusia. Panggilan untuk mencurahkan dedikasi di dunia pendidikan ini, sebetulnya pengejewantahan dari visi dan misi UNM. Itu bentuk kontribusi sosial.
Namun sebagai institusi pendidikan yang besar dan terkemuka, kita yang pernah memakai almamater UNM, tentu juga terpanggil berkontribusi secara struktural. Melalui pranata-pranata otoritas yang ada.
ADVERTISEMENT
Maka kita melihat potensi alumni UNM terdistribusi secara masif di berbagai institusi. Baik di lembaga pemerintahan (public sector) maupun swasta (privat sector). Dari tingkat daerah, hingga ke level nasional. Kita menyaksikan insan-insan yang di dalam dirinya mengalir DNA sebagai pendidik ini, duduk sebagai pucuk pimpinan di berbagai lembaga pemerintahan dan swasta. Ada yang jadi bupati, wakil walikota, duduk di legislatif, memimpin perusahaan, sebagai rektor, dan seterusnya.
Mobilitas struktural para alumni, tentu saja sebuah potensi yang harus kita support bersama. Dalam posisi-posisi strategis, banyak kontribusi yang dapat kita lakukan untuk mendorong pengembangan dunia pendidikan. Dorongan policy, regulasi hingga budgeting.
Apalagi, di bidang kebijakan dan anggaran, ketidakadilan masih terjadi secara kasat mata dalam dunia pendidikan. Ini terlihat bila anak-anak kita di sekolah memasuki masa-masa Ujian Nasional. Mereka mengeluhkan soal-soal ujian yang sama antara di Sulawesi dan Pulau Jawa. Padahal kita menyaksikan pendidikan di dua wilayah ini dibangun dengan pendekatan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Tengok saja infrastuktur dan fasilitas pembelajaran yang dimiliki sekolah di pulau Jawa dan Sulawesi. Kualitasnya amat jauh berbeda. Ketimpangan yang mendera dunia pendidikan, tentu menjadi tanggung jawab bersama. Bersyukur muncul sekolah-sekolah swasta yang dikelola dengan pendekatan penguatan kualitas. Sehingga masyarakat punya pilihan.
Singkatnya, kesenjangan kualitas lembaga pendidikan antar wilayah ini mengindikasikan adanya kebijakan yang tidak match. Terjadi ketimpangan kebijakan yang perlu dibenahi. Sebab pangkal dari segala macam ketimpangan, sebetulnya karena faktor kebijakan dan regulasi.
Selain itu, isu ketimpangan juga tak lepas dari kondisi geografis negara kita yang amat luas. Tak mudah mengelola suatu wilayah dengan beragam potensi dan tantangan yang kompleks. Maka realitas ini terus memunculkan waca pemekaran. Terutama kita di Sulawesi Selatan dengan jumlah kabupaten yang mencapai dua lusin. 24 kabupaten yang membentang dari Makassar hingga Luwu Raya. Dari perspektif pembangunan manusia, luas wilayah tentu juga berpengaruh terhadap kualitas SDM yang dihasilkan.
ADVERTISEMENT
Semakin mini wilayah dalam satu tata kelola, semakin berdaya manusianya. Kita bisa melihat ini di Singapura, Qatar hingga Berunei Darussalam. Wilayah-wilayah mungil, namun penduduknya sejahtera. Negara-negara tersebut menarik menjadi model dalam pendekatan pengelolaan daerah-daerah di Indonesia yang sudah hampir dua dekade menikmati otonomi, namun masih dihantui oleh momok bernama ketimpangan.
Alasan inilah yang kemudian melahirkan ijtihad politik. Ke depan, saya mengambil peran untuk mendorong agar eksistensi daerah semakin dikuatkan di level nasional melalui Dewan Perwakilan Daerah. Lembaga yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar sebagai corong aspirasi daerah.
DPD harus didorong bertransformasi mengambil peran yang lebih kuat untuk mengejawantahkan amanat UUD. Merealisasikan filosofi berdirinya DPD untuk menjembatani harmonisasi relasi pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Namun, harmonisasi itu hanya dapat terwujud bila DPD sebagai perwakilan daerah di tingkat pusat punya kewenangan yang kuat sebagaimana DPR. Eksistensi DPD merupakan tantangan untuk mewujudkan resonansi pembangunan dari level nasional hingga ke daerah agar dapat menghasilkan orkestra kesejahteraan seperti yang dicita-citakan.
Dengan mengambil peran di sektor pembangunan SDM dan mengakselerasi pembangunan daerah melalui DPD, saya berharap bisa berkontribusi optimal dalam mendorong Indonesia menjadi negara maju. Bukan sekadar predikat negara maju karena sentimen perdagangan seperti yang disematkan oleh departemen perdagangan AS baru-baru ini. Tapi kita ingin betul-betul punya bobot mumpuni untuk disebut sebagai negara maju. Daerahnya sejahtera, dan manusianya unggul.