Media Sosial dan Kualitas SDM Indonesia

Mu'min Boli
Penulis Buku Generasi Transisi dan Turbulensi Politik (Catatan Kritis Anak Bangsa).
Konten dari Pengguna
25 November 2022 18:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mu'min Boli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar: Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini saya sering sekali tertegun. Rasa kalut bercampur haru selalu muncul dalam diri saya setiap kali melihat layar ponsel. Segenap platform media sosial seperti tik-tok, instagram, bahkan juga facebook, hampir dipenuhi dengan konten-konten yang tidak edukatif.
ADVERTISEMENT
Hal-hal seperti perilaku kekerasan, gosip, bullying, flexing, perbuatan amoral, dan perilaku konyol lainnya lah yang cenderung mendominasi algoritma media sosial saat ini.
Tentu hal ini sungguh riskan bagi saya. Muncul pertanyaan, mengapa aktivitas masyarakat Indonesia di media sosial jauh dari nilai-nilai moral. Dan mengapa sesuatu yang amoral dan jauh dari sifat edukatif bisa menjadi viral? Mengapa masyarakat kita lebih suka mengkonsumsi gosip dan kekonyolan? Mengapa dan mengapa?
Situasi yang runyam ini pun turut diperkeruh oleh peran sebagian stasiun TV. Mereka beramai-ramai ikut memproduksi hal-hal viral yang konyol, juga hal-hal lain yang jauh dari nilai edukasi. Ini bisa dilihat misalnya, ketika ada peristiwa viral dengan nuansa konyol yang jadi konsumsi warganet, stasiun-stasiun TV dengan sekonyong-konyongnya langsung mengundang tokoh yang sedang viral itu untuk hadir dalam acara "talk show" dan sejenis program acara lainnya.
ADVERTISEMENT
Lagi dan lagi, aktivitas ruang digital kita sudah penuh sesak dengan produksi wacana dan konten yang tidak mengedukasi. Dan tentunya hal ini bisa berdampak buruk bagi perkembangan masyarakat apalagi generasi penerus bangsa ini.
Mengapa situasi ini bisa terjadi? Apakah ini efek domino dari perkembangan teknologi yang masif dan pesat? Ataukah nilai-nilai moral dan ilmu pengetahuan sudah tidak menjadi prioritas bagi bangsa ini, sebab viral, rating, dan duit adalah segalanya?
Dalam era modern seperti saat ini, peran media dan TV haruslah mendidik sehingga generasi penerus bangsa ini bisa menjadi generasi yang arif dan beradab. Media dan TV jangan sekali-kali hanya demi rating dan duit malah memproduksi konten yang turut menghancurkan generasi.
ADVERTISEMENT
B.J. Habibie, presiden ketiga Indonesia, mengatakan bahwa kunci keberhasilan negara di masa depan adalah kualitas sumber daya manusianya. Sebab dengan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing lah membuat Indonesia diperlakukan sama dan disegani oleh negara lain.
Jika melihat habits masyarakat Indonesia di media sosial apakah kualitas SDM kita unggul dan berintegritas?
Microsoft mengumumkan tingkatan kesopanan pengguna internet selama 2020. Dalam laporan bertajuk Digital Civility Index ( DCI), Indonesia terletak di urutan ke- 29 dari 32 negara yang disurvei buat tingkatan kesopanan, sekaligus posisi Indonesia jadi yang terendah di Asia Tenggara.
Disamping itu, bersumber pada riset yang dirilis World Population Review, nilai rata- rata Intelligence Quotient (IQ) penduduk Indonesia adalah 78, 49. Angka ini membuat Indonesia menempati urutan ke- 130 dari total 199 negeri yang diuji. Serta Indonesia pula menempati peringkat ke- 10 di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada riset-riset di atas, masihkah kita tidak prihatin dengan kondisi SDM bangsa ini?
Mungkin itu hanya secuil parameter, tetapi jika melihat realitas yang terjadi di lapangan pun sepertinya masalah moralitas adalah masalah genting bangsa ini.
Bagaimana memperbaikinya? Tentu kembali lagi pada peran lembaga pendidikan kita. Tetapi, jika mengacu survei PISA (Programme For International Student Assessment) yang mengevaluasi sistem pendidikan kita, menempatkan kualitas pendidikan kita juga masih di peringkat 74 dunia atau keenam dari bawah.
Oleh karenanya itu, di tengah kemelut persoalan-persoalan moralitas, semangat gotong-royong semua pihak dalam meluruskan gerak nadi pembangunan bangsa ini harus terus digelorakan. Tri pusat pendidikan menurut tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara harus kita aktifkan kembali. Jangan memaknai pendidikan hanya sebatas pembelajaran di sekolah formal saja. Sebagai keluarga dan masyarakat pun kita termasuk pusat pembelajaran yang punya tanggung jawab dalam membentuk lingkungan belajar yang humanis agar kiranya generasi unggul bangsa ini bisa terbentuk.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, marilah kita menjadi warga sipil yang turut prihatin dan turut andil memperbaiki bangsa ini. Gunakan media sosial kita untuk memposting hal-hal yang edukatif sehingga ruang digital kita punya andil dalam memajukan kesejahteraan dan kecerdasan bangsa. Mari dan mari melawan kekonyolan yang merajalela di media sosial!