Perjalanan Panjang Perpu Cipta Kerja yang Baru Saja Disahkan Jadi UU

Tanaya
Mahasiswi tahun pertama di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang penuh rasa ingin tahu akan isu- isu faktual di bidang hukum.
Konten dari Pengguna
23 Maret 2023 9:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tanaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rapat paripurna pengesahan perppu ciptaker menjadi undang-undang di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3). Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat paripurna pengesahan perppu ciptaker menjadi undang-undang di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3). Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
Kontroversi terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah dimulai pada saat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Menanggapi demonstrasi besar-besaran yang menolak pengesahan undang-undang ini, Presiden Joko Widodo mempersilakan masyarakat yang keberatan dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi ("MK") pada konferensi pers yang diadakan empat hari setelah pengesahan UU Cipta Kerja.
Pada 25 November 2021, MK membacakan Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sebagai jawaban atas permohonan uji formil yang diajukan oleh Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said. Putusan tersebut mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan dan menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Putusan inkonstitusional bersyarat dalam UU Cipta Kerja artinya undang-undang tersebut bertentangan dengan konstitusi. Namun, undang-undang tersebut dapat kembali konstitusional apabila memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam putusan MK tersebut.
ADVERTISEMENT
Dasar UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional terbatas antara lain pembentukan UU Cipta Kerja tidak dibuat berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, dan tidak menerapkan konsep meaningful participation atau keterlibatan masyarakat sebaik mungkin.
Maka dari itu, putusan MK mensyaratkan pemerintah bersama DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun agar UU Cipta Kerja dapat tetap berlaku.
Peserta aksi massa yang tergabung dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) melakukan unjuk rasa di kawasan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pada 30 Desember 2022, pemerintah menerbitkankan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Penerbitan Perpu Cipta Kerja ini dianggap sebagai pembangkangan pemerintah atas Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang secara jelas menyebutkan untuk memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perpu Cipta Kerja.
Selain itu, keadaan genting memaksa yang menjadi syarat diterbitkannya perpu juga tidak dianggap terpenuhi dinilai dari pemerintah yang tidak kunjung merevisi UU Cipta Kerja dalam satu tahun semenjak diterbitkannya putusan tersebut dan revisi UU Cipta Kerja masuk ke dalam daftar RUU Kumulatif Terbuka yang merupakan prioritas terendah dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, mantan hakim MK, Jimly Asshiddiqie, berkata bahwa hadirnya Perpu Cipta Kerja melanggar prinsip negara hukum dan menjadi contoh produk hukum yang dibuat untuk kepentingan kekuasaan.
Dinilai dari aspek sosiologis, penerbitan Perpu Cipta Kerja ini pun tidak dapat dibenarkan. Pembuatan perpu dimungkinkan hanya lewat pertimbangan subjektif presiden. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah aturan dalam UU Cipta Kerja ini mengatur kehidupan orang banyak serta sektor-sektor krusial masyarakat, khususnya perekonomian, sehingga tidak layak dibuat berdasarkan pertimbangan subjektif seseorang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri) menyapa anggota DPR disaksikan Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) dan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kiri), Lodewijk Freidrich Paulus (ketiga kanan). Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa pasal-pasal yang bermasalah dalam UU Cipta Kerja dipaksa diimplementasi lewat Perpu Cipta Kerja.
Perjalanan panjang kontroversi terkait Perpu Cipta Kerja ini memulai babak baru pada 21 Maret 2023 ketika Perpu Cipta Kerja resmi disahkan sebagai undang-undang oleh DPR RI dalam rapat paripurna ke-19 masa sidang IV.
ADVERTISEMENT
Pengesahan ini didukung oleh 7 fraksi parlemen, sedangkan, Fraksi Demokrat, Fraksi PKS, dan DPD RI menolak pengesahan tersebut. Penolakan dari Fraksi Demokrat Santoso didasarkan pada Perpu Cipta Kerja yang dinilai cacat secara formalitas, cacat secara konstitusi, dan tidak adanya alasan rasional tentang keadaan genting memaksa untuk menerbitkan perpu tersebut. Fraksi PKS juga menunjukkan penolakannya dengan melakukan walk out dari rapat paripurna tersebut.
Perjalanan terkait Perpu Cipta Kerja sepertinya masih akan melahirkan perdebatan panjang. Namun, sebagai masyarakat yang melek hukum kita harus menjadi suatu alat untuk menegakkan prinsip check and balances dalam perjalanan panjang Perpu Cipta Kerja demi menjaga moral konstitusional para pemimpin bangsa.