Konten dari Pengguna

Setiap Butir Berarti: Menghentikan Pemborosan Makanan

Tania Faustine
Aku murid dari SPK Penabur Secondary Kelapa Gading
1 Desember 2024 15:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Tania Faustine tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemborosan makanan telah menjadi sesuatu yang dinormalisasikan oleh banyak orang tetapi pada dasarnya tindakan ini tidak sepatutnya untuk dilakukan. Membuang makanan telah menjadi sebuah tindakan yang seolah normal dalam masyarakat, baik di rumah tangga, restoran, hingga industri besar. Tindakan ini mungkin tampak sepele bagi sebagian orang, tetapi realitanya adalah krisis besar ini menyentuh berbagai aspek kehidupan-lingkungan,ekonomi dan kemanusiaan. Berdasarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selama jangka waktu 2 dekade dari 2000-2019, indonesia telah membuang sampah makanan mencapai 23-48 juta per tahun,dimana itu setara dengan 115-184 kg perkapita dalam 1 tahun. Setiap tahunnya, dunia mengalami kenyataan bahwa sepertiga dari total makanan yang diproduksi ( sekitar 1,3 miliar ton) terbuang sia-sia. Ironisnya, saat yang bersamaan lebih dari 820 juta orang di seluruh dunia masih mengalami kelaparan.
ADVERTISEMENT
Fakta ini menunjukan masalah yang bersifat serius dan membutuhkan perhatian, yang dimana akibat dari pemborosan ini tidak boleh diremehkan. Menyia-nyiakan makanan tidak hanya mencerminkan ketidakefisienan dalam sistem pangan, tetapi juga berdampak buruk pada lingkungan. Bayangkan, setiap butir nasi yang terbuang adalah dari hasil jerih payah petani, penggunaan air yng berlimpah dan sumber daya energi yang besar. Kita bukan hanya menyia-nyiakan hasil bumi, tetapi juga menghancurkan upaya besar yang telah dilakukan oleh banyak orang untuk menghasilkan makanan-makanan tersebut.
Foto di ambil langsung oleh Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Foto di ambil langsung oleh Penulis
Dampak dari limbah makanan
Limbah makanan yang terbuang juga menghasilkan gas metana yaitu salah satu faktor penyebab perubahan iklim. Produksi makanan yang
sia-sia juga menghabiskan sumber daya alam seperti air, lahan, dan energi. Misalnya, untuk menghasilkan satu kilogram daging, diperlukan ribuan liter air. Ketika makanan ini berakhir di tempat sampah, sumber daya tersebut juga ikut terbuang. Tetapi kenyataannya, banyak dari kita yang tidak merasa bersalah ataupun peduli akan hal ini. Namun penulis bukanlah salah satunya, ia sangat mementingkan hal seperti ini, ia selalu mencoba untuk menghabiskan semua makanan yang ia pesan. Saat banyak dari temannya yang masih suka membuang makanan karena tidak enak ataupun tidak suka, sang penulis tetap bersikeras untuk membujuk mereka untuk menghabiskannya.
ADVERTISEMENT
Dampak ekonomi yang dihasilkan dari membuang makanan juga tidak kalah signifikan. Saat rumah tangga, restoran, atau supermarket membuang makanan, itu berarti mereka juga membuang uang. Hal ini dpt membebani anggaran keluarga dan bisnis, sementara sektor pertanian dan distribusi makanan harus terus berproduksi untuk memenuhi permintaan yang tidak efisien.
Lalu, apa penyebab utama kebiasaan membuang makanan? Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesadaran akan nilai yang ada dalam makanan. Banyak orang cenderung membeli dalam jumlah berlebihan atau tidak mengelola penyimpanan dengan baik, sehingga makanan menjadi rusak atau kedaluwarsa. Selain itu, standar estetika yang ketat—misalnya buah yang dianggap kurang sempurna—juga membuat banyak produk segar tidak pernah sampai ke konsumen.
Solusi yang bisa dilakukan
ADVERTISEMENT
Namun, semua ini bisa dirubah jika orang-orang mulai memiliki kesadaran akan pentingnya makanan. Kita dapat memulai dengan langkah kecil, seperti membeli sesuai kebutuhan, menyimpan makanan dengan benar, dan memanfaatkan sisa makanan untuk diolah kembali. Di tingkat kebijakan, pemerintah dan pelaku industri juga perlu memperbaiki sistem distribusi dan mendukung inisiatif donasi makanan. Beberapa negara bahkan telah memberlakukan undang-undang yang melarang toko makanan membuang produk yang masih layak konsumsi.
Mengubah kebiasaan buruk ini tidak hanya akan membantu mengurangi limbah makanan, tetapi juga menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan. Masyarakat perlu menyadari bahwa membuang makanan berarti mengabaikan tanggung jawab kita terhadap sesama, lingkungan, dan generasi mendatang.
Sebagai individu, kita dapat memulai perubahan dari hal kecil. Mulailah dengan menyusun daftar belanja sebelum ke pasar atau supermarket, sehingga makanan yang dibeli sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Di dapur, praktikkan cara penyimpanan yang baik agar bahan makanan tetap segar dan tidak cepat rusak. Lebih dari itu, biasakan untuk mengolah kembali sisa makanan menjadi hidangan baru yang tetap nikmat dan bergizi.
Contoh dari langkah kecil yang bisa dilakukan individu saat makan. Foto diambil langsung oleh Penulis
Selain langkah individu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat juga sangat penting. Pemerintah dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha yang berpartisipasi dalam redistribusi makanan berlebih. Bank makanan harus didukung untuk menghubungkan makanan yang masih layak konsumsi dengan mereka yang membutuhkan. Kampanye edukasi juga perlu diperluas, tidak hanya di tingkat rumah tangga, tetapi juga di institusi pendidikan agar kesadaran ini dapat ditanamkan sejak dini.
ADVERTISEMENT
Di sektor bisnis, restoran dan supermarket memiliki peran besar dalam meminimalkan limbah makanan. Misalnya, dengan menawarkan diskon untuk produk mendekati tanggal kedaluwarsa atau mengadopsi aplikasi yang menghubungkan mereka dengan konsumen yang mencari makanan berlebih dengan harga terjangkau. Beberapa inovasi, seperti aplikasi "Surplus" di Indonesia, menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi pemborosan makanan secara signifikan. Namun, kesadaran dan tindakan nyata tidak akan berjalan tanpa perubahan pola pikir. Kita harus memandang makanan sebagai sesuatu yang berharga, bukan sekadar barang konsumsi. Dalam setiap butir nasi yang kita makan, ada jerih payah petani, proses panjang distribusi, dan sumber daya alam yang tidak ternilai. Dengan memahami ini, kita akan lebih bijaksana dalam mengelola konsumsi makanan.
ADVERTISEMENT
Masalah membuang makanan adalah tanggung jawab bersama, dan langkah kecil dari setiap individu akan membawa dampak besar. Jika kita ingin memastikan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang, maka langkah itu harus dimulai hari ini. Menghargai makanan berarti menghormati bumi, sumber daya, dan sesama manusia.
Mari kita hentikan pemborosan makanan sekarang juga. Karena setiap butir berarti!!