Konten dari Pengguna

Marak Judi Online di Kalangan Pelajar, Apa Peran Dunia Pendidikan?

Tantan
Praktiisi Pendidikan, merupakan Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung, Tinggal di Kota Moci
3 Juli 2024 6:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tantan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi bermain judi online menggunakan Gadget (Istockphoto.com)
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi bermain judi online menggunakan Gadget (Istockphoto.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Itulah kutipan terjemahan salah satu ayat dalam Al Quran yang menyuruh menjauhi berbagai macam dan bentuk judi. Salah satunya yang sekarang sedang menjadi tren di semua lapisan masyarakat adalah judi online. Termasuk yang paling mengerikan adalah judi online di kalangan pelajar.
ADVERTISEMENT
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), judi didefinisikan sebagai permainan yang menggunakan uang atau barang sebagai taruhan. Dalam judi para pemain mempertaruhkan sejumlah uang atau barang berharga dengan harapan memenangkan hadiah yang lebih besar. Dalam hal ini pemain tidak memiliki kendali penuh atas hasil permainan dan menimbulkan rasa kecanduan.
Perkembangan judi dari zaman ke zaman mencerminkan perubahan dalam budaya, teknologi, dan regulasi masyarakat. Dari zaman kuno hingga abad pertengahan, judi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia dengan permainan seperti dadu dan taruhan pada perkelahian gladiator di Roma kuno. Pada abad ke-17 dan ke-18, kasino pertama mulai muncul di Eropa, diikuti dengan lonjakan popularitas kasino di Amerika Serikat pada abad ke-20.
ADVERTISEMENT
Termasuk di Indonesia sendiri, judi dari zaman kolonial sampai dengan sekarang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Mulai dari judi sabung ayam, judi bola, judi mancing, lotre, dan apa pun bentuknya yang sifatnya bisa dikategorikan menggunakan uang atau sejenisnya sebagai taruhan.
Salah satu bentuk perjudian yang tren di Indonesia zaman dulu adalah SDSB, singkatan dari "Sumbangan Dana Sosial Berhadiah," adalah bentuk perjudian sebagai lotre resmi yang dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk mengumpulkan dana guna mendukung berbagai kegiatan sosial dan pembangunan. Setelah menimbulkan banyak korban di masyarakat pada akhirnya atas desakan dari para ulama SDSB ini dilarang pemerintah pada waktu itu.
Perkembangan yang lebih mengerikan adalah judi online. Judi online adalah bentuk perjudian yang dilakukan melalui internet, pertaruhan uang yang dikemas dalam berbagai jenis permainan seperti poker, slot, blackjack, dan lain-lain. Judi ini dikemas seperti halnya game online yang merusak mentalitas para pelajar kita.
ADVERTISEMENT
Judi slot yang sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini karena ada instruksi presiden untuk menghentikan permainan judi ini, kekhawatiran ini sangat beralasan karena sudah merebak di semua lapisan masyarakat. Dan yang paling di rugikan adalah masyarakat menengah ke bawah yaitu sekitar 80 % dan kalangan pelajar.
Menurut Menkopolhukam terdata sebanyak 4 juta orang di Indonesia menjadi pemain aktif dalam judi slot ini, pemain judi online usia di bawah 10 tahun sekitar 2%, totalnya 80 ribu orang, yang berusia 10-20 tahun ada 11% totalnya 440 ribu pelaku, usia 21-30 tahun 13% totalnya 520 ribu pelaku, usia 31-50 tahun 40% totalnya 1,64 juta pelaku, dan usia di atas 50 tahun 34% totalnya 1,35 juta pelaku.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana game online, judi online akan lebih membuat para pemainnya menjadi lebih candu. Selain menurunkan produktivitas hidup, judi online ini pada umumnya dapat menguras harta para pemainnya dan menimbulkan stress dan memicu tindakan-tindakan criminal.

Apa dan bagaimana peran Pendidikan?

Saling tuduh dalam mencari siapa yang salah bukan sebuah solusi. Indonesia emas yang digadang-gadangkan oleh semua pihak tidak akan pernah terjadi jika ini terjadi yang ada adalah Indonesia “cemas”.
Jika Presiden Jokowi sudah menginstruksikan untuk menberantas judi ini, mengapa tidak juga untuk kalangan di bawahnya termasuk Menteri Pendidikan. Sebagai korban paling krusial yaitu kalangan pelajar yang akan menjadi penerus bangsa ke depan harus dijaga dari generasi penjudi, dijaga mentalnya, dijaga akidahnya, jangan sampai negara ini ke depan menjadi bangkrut karena mental para penerusnya adalah mental para penjudi.
ADVERTISEMENT
Ya, Pendidikan dikomandoi oleh Menteri Pendidikan, sebagaimana Pak Menteri mengomandoi arah Pendidikan ke depan. Kalau Menkominfo dan Menkopolhukam lebih kepada pemberantasan maka seharusnya gerak cepat mendikbud adalah bagaimana upaya pencegahan agar game online dan judi online tidak merebak di kalangan pelajar.
Komando itu perlu, sebagaimana Pak Presiden memberikan komando. Tidak kemudian diserahkan kepada kesadaran individu. Maka menurut hemat penulis diperlukan sebuah regulasi atau peraturan dari Kemendikbud yang mengatur tentang game online, judi online atau sejenisnya supaya tidak mengganggu dan merusak mental para pelajar kita.
Kalau sekolah sehat, sekolah ramah anak, sekolah inklusi, guru penggerak, PMM ada regulasinya yang jelas, mengapa tindakan pencegahan game online dan judi online yang sudah jelas merusak mental dan mengganggu pembelajaran pelajar kita tidak dibuatkan regulasi yang jelas dari kemendikbud.
ADVERTISEMENT
Turunan komando dari kemendikbud adalah kepada para kepala dinas Pendidikan Provinsi dan Kota/Kabupaten, selanjutnya pada Satuan Pendidikan, dan paling akhir adalah kepada guru dan orang tua siswa.
Keresahan ini bukan hanya keresahan dari hanya segelintir orang, tapi keresahan semua guru, dan orang tua. Bagaimana orang tua resah melihat anaknya selalu “ngerem” diri di kamar bermain game online, disuruh belajar susah, ibadah susah, apalagi ada indikasi game online sudah mengarah pada judi online. Bagaimana seorang guru melihat anak didiknya yang lebih tertarik pada gadgetnya daripada pembelajaran di kelas, terkadang sering melihat siswanya tertidur di kelas karena malamnya bergadang bermain game, bolos di kelas demi main game online dan adanya perubahan perilaku negative lainnya. Itu hanya segelintir permasalahan, apakah ini dianggap sebuah biasa-biasa saja?
ADVERTISEMENT
Tentu tidak, buat dunia Pendidikan ini bukan perkara yang biasa-biasa saja, perlu penanganan yang serius bukan hanya oleh orang tua dan guru di kelas, tapi lebih jauh harus menjadi catatan krusial bagi para aktor pendidikan lainnya terutama bagi Mas Menteri Pendidikan.