Urgensi Masjid Sekolah

Tantan
Praktiisi Pendidikan, merupakan Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung, Tinggal di Kota Moci
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2023 9:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tantan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Pembangunan Masjid di Sekolah (Foto Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Pembangunan Masjid di Sekolah (Foto Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Ketika berpikir tempat ibadah, maka dalam bayangan kita adalah tempat ibadah yang nyaman, aman, dan memadai untuk kepentingan ibadah di lingkungan sekitarnya. Sebagai negara dengan mayoritas muslim, tentunya tempat ibadah yang dimaksud adalah masjid.
ADVERTISEMENT
Membangun masjid di masyarakat pada umumnya merupakan hasil “rereongan” dari masyarakat—baik materialnya, tenaga, pikiran, atau menggunakan kewenangannya.
Pada umumnya membangun tempat ibadah tidak sulit untuk terwujud, investasi akhirat menjadi sebuah keyakinan bagi mereka yang percaya pada agamanya.
Keutamaan membangun masjid dikemukakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ. (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda 'Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga'.” (HR. Bukhari, no. 450; Muslim, no. 533).
ADVERTISEMENT
Masjid tidak hanya dibutuhkan di lingkungan masyarakat saja, dalam lingkungan pendidikan yang mayoritas muslim merupakan suatu keharusan untuk ada.
Kegiatan Keagamaan di laksanakan di tengah lapang (dok pribadi)
Pada umumnya sekolah di Indonesia baik negeri maupun swasta sudah menerapkan lima hari sekolah, yang artinya seluruh pelajar akan dihadapkan pada ibadah salat wajib sebanyak dua waktu yaitu waktu zuhur dan waktu asar.
Berbeda dengan keadaan masjid di masyarakat, jika tidak ada masjid mereka bisa melaksanakan salat di rumah masing-masing. Sementara itu keberadaan masjid di sekolah akan lebih penting lagi karena mereka secara serempak memiliki waktu yang sama untuk melaksanakan salat, baik salat zuhur maupun asar.
Alhasil, jika di sebuah sekolah tidak ada masjid, jangan heran kalau banyak pelajar yang tidak melaksanakan salat tiap harinya. Tentu dosa besarnya berada pada mereka yang tidak memberikan sarana dan prasarana bagi mereka untuk beribadah.
ADVERTISEMENT
Sedikit tergelitik hati saya ketika pemerintah menggaung-gaungkan pendidikan karakter dengan enam dimensi pelajar pancasilanya. Salah satu butir dari enam dimensi pelajar Pancasila yang menjadi pondasi dasar pendidikan di era Kurikulum Merdeka ini adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.
Namun demikian, sarana peribadatan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah baik secara finansial maupun secara kebijakan. Secara finansial membangun rumah ibadah tidak dapat dianggarkan dalam dana alokasi khusus (DAK) baik pemerintah pusat maupun daerah ataupun sumber dana BOS.
Begitupun dengan dana partisipasi masyarakat yang secara kebijakan berdasarkan PP nomor 75 tahun 2016 masih menyisakan dilema bagi sekolah, dan banyak para kepala sekolah yang ketakutan disebut pungutan liar (pungli).
ADVERTISEMENT
Tidak heran kalau masih banyak sekolah yang tidak memiliki masjid sebagai sarana ibadah untuk memupuk rohani dan penumbuhan karakter para pelajarnya. Lalu, hal ini tanggung jawab siapa?

Cukup Miris

Nan jauh di sana, di sekolah yang berada di sebuah pelosok kota, saya mewawancarai beberapa pelajar.
“Nak, kamu suka salat zuhur gak?”
“Jarang, Pak, salatnya jauh di masjid penduduk. Jadi kalau mau salat harus naik motor”
Saya termenung. Sekolah yang memiliki jumlah siswa ratusan bahkan ribuan tidak memiliki masjid atau musala sekalipun. Dan hal ini bukan hanya satu atau dua sekolah saja mungkin ratusan bahkan ribuan sekolah yang tersebar di seluruh penjuru nusantara ini.
Lalu, bagaimana pertanggungjawaban para pendidik, kepala sekolah, komite sekolah, dinas pendidikan dan pemerintah di hadapan yang maha kuasa?
ADVERTISEMENT
Pancasila saja urutan pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu bagaimana hal tersebut bisa diwujudkan, bagaimana pendidikan karakter yang menjadi prioritas dalam pendidikan di negeri ini dapat terbentuk? Rumah ibadahnya sendiri tidak tersedia.
Maka jangan salahkan anak kalau rohaninya tidak tersentuh, karena haknya mendapatkan sarana untuk siraman rohaninya tidak kita siapkan.

Anggaran Prioritas

Jikalau penumbuhan karakter ini menjadi program prioritas, seyogyanya anggarannya pun menjadi prioritas. Anggaran DAK ataupun anggaran-anggaran lain semestinya lebih memprioritaskan pada pemenuhan sarana peribadatan di satuan pendidikan.
Sumber-sumber dana untuk membangun tempat peribadatan yang layak dan memadai semestinya tidak menjadi dilema bagi sekolah untuk mengelolanya baik itu dana dari pemerintah maupun dana dari Masyarakat.
Memprioritaskan anggaran untuk membangun tempat ibadah artinya selaras dengan aturan agama, falsafah negara kita, prinsip-prinsip pendidikan karakter bahkan impian semua elemen masyarakat yang memimpikan generasinya yang waras akhlaknya, tinggi ilmunya, dan mantap keimannannya.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, semua itu tidak seharusnya menjadi penghalang bagi setiap satuan pendidikan untuk memiliki masjid di tempatnya masing-masing. Setiap ada keinginan di situ pasti ada jalan, keinginan yang kuat dari seluruh stakeholder di sekolah tersebut menjadi modal dasar membangun sarana pendidikan rohani para pelajarnya.
Upaya semua pihak untuk bahu membahu dalam membangun masjid di sekolah adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban pendidikan rohani anak-anak penerus bangsa ini, sehingga bonus demografi ke depan akan diisi oleh generasi-generasi yang tinggi keimanannya.