Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hidup Sejahtera, Hidup di Desa
2 Agustus 2020 11:43 WIB
Tulisan dari Taofik Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama masa pandemi ini, bahkan saat PSBB masih berlaku hampir di seluruh wilayah Indonesia, gerak aktivitas masyarakat sangat terbatas. Sebagian masyarakat melakukan kerja dari rumah, tidak sedikit juga yang menganggur di rumah karena pekerjaan yang membutuhkan mobilitas tinggi. Di tengah situasi tersebut, ternyata di sebagian wilayah pedesaan masih berlangsung aktivitas seperti biasa. Masyarakat pedesaan yang biasa merantau ke kota, perlahan-lahan secara bertahap pulang dan beraktivitas di desa. Lantas apakah mereka jadi kekurangan karena dampak dari situasi pandemi?
ADVERTISEMENT
Mari kita bahas!
Secara umum, menurut pandangan dan apa yang saya alami selama masa pandemi masyarakat desa terlihat baik-baik saja. Kenapa bisa seperti itu? Tentu ada beberapa alasan.
Profesi masyarakat desa kebanyakan adalah petani, baik yang mempunyai lahan atau tidak. Petani yang punya lahan biasanya akan menawarkan pekerjaan kepada masyarakat lain yang tidak mempunyai lahan. Dengan demikian masyarakat yang tidak mempunyai lahan akan punya penghasilan dari bekerja ke pemilik lahan. Upah yang diterima bentuknya bisa macam-macam, bisa dengan uang, hasil panen atau tenaga. Bentuk upah yang bermacam-macam tersebut disesuaikan dengan kondisi kedua belah pihak.
Dengan bermacam-macam usaha pertanian yang dilakukan masyarakat desa, maka mereka mempunyai berbagai cadangan penghasilan untuk menopang hidup. Misalnya, ketika padi belum siap untuk dipanen, masyarakat desa cenderung memanen produk pertanian lainnya. Bisa memanen ikan, cengkeh dan yang lainnya. Dengan hal tersebut, masyarakat yang tidak memiliki lahan bisa ikut bekerja juga. Sehingga roda perekonomian bisa terus berjalan tanpa bergantung pada satu produk pertanian.
ADVERTISEMENT
Ini yang paling penting, tanpa adanya rasa kekeluargaan dua hal di atas tidak akan berjalan. Contohnya, apabila kehabisan bumbu masak seperti cabe, masyarakat desa biasanya akan meminta ke tetangga mereka. Bukan karena tidak mempunyai uang untuk membeli, tetapi karena rasa kekeluargaan. Dari itu, muncul kebiasaan saling tolong-menolong. Tidak heran, karena desa sudah berdiri sejak lama. Masyarakat bahkan saling tahu silsilah keluarga satu sama lain, turun-temurun hingga saat ini.
Di tengah zaman yang semakin modern, rasa kekeluargaan di desa tak padam. Terus berjalan menghadapi zaman bersama-sama, meski tantangan dan tuntutan terus meningkat. Bahkan, saat pandemi seperti ini, desa menjadi benteng pertahanan terakhir untuk pangan bangsa.
Saya rasa, kita perlu menikmati kehidupan sederhana di desa. Rasakan kesejahteraannya, kehidupan yang tidak menuntut kejayaan dan kepuasan. Hidup asal cukup seadanya, punya kelebihan bersyukur, cukup juga bersyukur.
ADVERTISEMENT
It's my opinion, mari berdiskusi!