Konten dari Pengguna

Wacana Libur Sekolah di Bulan Ramadhan

Tardi Setiabudi
Tardi Setiabudi Dosen Universitas Setia Budhi Rangkasbitung
1 Januari 2025 8:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tardi Setiabudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Fixabay
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Fixabay
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, salah satu wacana yang menarik perhatian pubik adalah libur sekolah selama bulan Ramadhan yang diucapkan oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag) Muhammad Syafi’ “Terdapat kemungkinan sekolah diliburkan selama bulan puasa Ramadan 2025” (Dikutip dari laman Tempo 31 Desember 2024). Mungkinkah bila terwujud kebijakan ini sebuah solusi untuk kesejahteraan siswa, atau malah sebaliknya bagi dunia pendidikan?
ADVERTISEMENT
Libur Sekolah Pernah Diterpakan di Bulan Ramadhan.
Dikutip dari laman Tempo. Kebijakan meliburkan sekolah selama bulan Ramadan pernah terjadi pada masa pemerintah kolonial Belanda. Pada saat itu, mereka meliburkan sekolah binaannya dari tingkat dasar atau Hollandsch Inlandsche School (HIS) hingga tingkat menengah ke atas, yakni Hogere Burgerschool (HBS) dan Algemeene Middelbare School (AMS). Kemudian terus dilanjutkan sampai masa pemerintahan Presiden Sukarno. Setelah itu, pemerintah menjadwalkan ulang dan menghentikan sementara kegiatan-kegiatan resmi dan tidak resmi. Hal ini bertujuan agar umat Muslim dapat menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk.
Namun di era kepemimpinan Presiden Soeharto, pemerintah menghentikan kebijakan libur satu bulan penuh saat puasa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masa itu, Daoed Jusuf, berpendapat bahwa pelaksanaan libur puasa secara penuh merupakan kebijakan pembodohan yang dilakukan pemerintah kolonial. Dia pun mengeluarkan Surat Keputusan P dan K Nomor 0211/U/1978 yang berisi imbauan pada masyarakat untuk tetap mengisi kegiatan pada waktu libur.
ADVERTISEMENT
Akhirnya kebijakan yang dikeluarkan Daoed Jusuf ini menuai protes dari sejumlah pihak, salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dampaknya, di masa itu sebagian sekolah Islam tetap meliburkan siswanya selama satu bulan. Libur selama satu bulan penuh selama bulan puasa juga pernah dirasakan oleh para siswa pada masa pemerintahan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada Ramadan 1999.
Selain itu, Gus Dur juga mengimbau sekolah-sekolah agar membuat kegiatan pesantren kilat. Tujuannya, agar semua siswa dapat lebih fokus belajar agama Islam. Saat momen ini, para sekolah meminta siswanya untuk melaporkan kegiatan ibadah selama Ramadan, seperti tadarus hingga tarawih.
Tujuan utama memberi kesempatan bagi siswa agar fokus menjalankan ibadah, misal puasa dan shalat Tarawih tanpa terbebani tugas sekolah. Walaupun terdengar baik, kebijakan ini bisa menimbulkan pro dan kontra. Mungin banyak yang mendukung, tetapi tak sedikit juga yang merasa kebijakan tersebut dapat mengganggu sistem pendidikan yang sudah berjalan.
ADVERTISEMENT
Reaksi Publik dan Para Pihak Terkait
Sebagian orang tua siswa, begitu juga bagi siswa, mungkin wacana ini merupakan kabar baik, Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, di mana pada saat libur sekolah siswa bisa lebih maksimal pada ibadah berpuasa dan kegiatan keagamaan lainnya. Selain itu dipercaya bahwa kebijakan nantinya bisa membantu anak-anak menyeimbangan hidup yang lebih baik melalui spiritual.
Mungkin, reaksi dari beberapa kalangan pendidik juga ada dan bisa berbeda. Sebagian guru dan tenaga pendidik akan muncul kehawatiran bila kebijakan libur sekolah diterapkan, yaitu bisa menggagu pada proses belajar mengajar di sekolah yang sudah terjdwal dengan baik.
Alternatif Kebijakan yang Bisa Dipertimbangkan
Merespon wacana ini, bisa dilakukan dengan beberapa alternatif sebagai dipertimbangkan dalam menjaga keseimbangan, salah satunya melakukan penyesuaian jadwal belajar, misal mengurangi jam pelajaran atau mengubah waktu ujian. Alternatif ini bisa memberi ruang bagi siswa tetap menjalani ibadah puasa tanpa mengganggu proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Di sebagian negara yang mayoritas Muslim, seperti Turki, menerapkan kebijakan penyesuaian jam pelajaran selama bulan Ramadhan. Meskipun tidak memberikan libur penuh, kebijakannya terbukti efektif menjaga keseimbangan antara pendidikan dengan ibadah. Di Indonesia, penyesuaian yang sama bisa dilakukan, bila memperhitungkan dengan keberagaman kondisi setiap sekolah, baik di kota besar maupun di daerah terpencil.
Wacana perihal libur sekolah selama bulan Ramadhan, membuka ruang diskusi besar tentang kesejahteraan siswa dan kualitas pendidikan. Di lain sisi, kebijakan ini bisa membantu siswa lebih fokus pada ibadah dan mengurangi rasa stres. Di sisi lain juga, dari wacana kebijakan yang baru jika terwujud bisa mengganggu proses kelancaran kurikulum dan memengaruhi efektivitas belajar.
Untuk itu, pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai pihak atau unsur ketikan akan mengambil sebuah keputusan. Apakah kebijakan ini layak diimplementasikan di seluruh jenjang pendidikan? Ataukah perlu adanya penyesuaian berdasarkan konteks masing-masing di daerah?
ADVERTISEMENT
Dengan penyesuaian yang akurat serta melibatkan semua pemangku kepentingan, kebijakan ini bisa membawa manfaat besar untuk kesejahteraan siswa tanpa mengorbankan kualitas pendidikan. Utama Pendidikan adalah mengedepankan kepentingan siswa, dan kebijakan yang diambil harus menghasilkan dampak yang positif bagi masa depannya.