Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Freelance di Era Digital: Kebebasan dan Ketidakpastian Hak Ketenagakerjaan
23 Maret 2025 10:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tarsisius Gloriant Simbolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Era digitalisasi telah membawa perubahan dalam dunia ketenagakerjaan dan menciptakan pekerjaan baru yang lebih fleksibel dan berbasis teknologi. Salah satu fenomena yang sudah mulai marak di Indonesia dengan meningkatnya jumlah pekerja freelance atau gig worker. Dengan adanya aplikasi seperti Upwork, Fiverr, dan proyek berbasis aplikasi seperti Gojek dan Grab, semakin banyak orang yang memilih untuk bekerja secara mandiri daripada terikat dalam kontrak kerja tetap.
ADVERTISEMENT
Jurnal Future of Digital Work: Challenges for Sustainable Human Resources Management membahas bagaimana digitalisasi menciptakan peluang baru dalam dunia kerja, tetapi sekaligus memperdalam ketimpangan sosial dan ketenagakerjaan (Pesole et al., 2018). Salah satu dampak yang dibahas adalah meningkatnya pekerjaan non-standar, di mana pekerja tidak lagi memiliki perlindungan hukum dan sosial yang sama seperti pekerja tetap.
Pekerja freelance memang memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan, waktu kerja, dan menentukan penghasilan sendiri. Pekerjaan ini juga memberikan fleksibilitas yang tidak dimiliki oleh karyawan tetapi terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh pekerja freelance, terutama dalam hal jaminan sosial, upah yang layak, dan perlindungan ketenagakerjaan.
Jurnal ini menegaskan bahwa digitalisasi telah menciptakan polarisasi tenaga kerja, di mana pekerja dengan keterampilan tinggi mendapatkan manfaat lebih besar dibandingkan pekerja dengan keterampilan rendah (Goos & Manning, 2007). Fenomena ini juga terlihat dalam dunia freelance di Indonesia. Tenaga kerja yang memiliki keterampilan teknologi tinggi, seperti desain grafis, programmer, atau digital marketing, cenderung mendapatkan pekerjaan dengan bayaran tinggi dari pemberi kerja di seluruh dunia. Namun, bagi pekerja freelance yang bergerak di bidang jasa dengan keterampilan umum, seperti pengemudi atau pekerja lepas di sektor informal, mereka kerap menghadapi persaingan ketat dan upah yang tidak stabil.
ADVERTISEMENT
Walaupun pekerjaan freelance cukup menjanjikan namun pekerja freelance di Indonesia masih belum memiliki perlindungan yang memadai dalam hal hak ketenagakerjaan. Saat ini, regulasi yang ada masih berfokus pada pekerja formal dengan kontrak tetap, sementara jutaan pekerja di sektor freelance tidak mendapatkan tunjangan kesehatan, jaminan hari tua, atau perlindungan dari pemutusan kerja yang tiba-tiba.
Dalam jurnal ini, dibahas bagaimana manajemen sumber daya manusia yang berkelanjutan (Sustainable HRM) dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan digitalisasi tenaga kerja (Mariappanadar, 2022). Sustainable HRM bukan hanya membahas tentang peningkatan efisiensi tenaga kerja, tetapi juga memastikan bahwa pekerja mendapatkan hak-hak mereka. Pendekatan ini dapat diadaptasi dengan mendorong hal-hal sebagai berikut:
1. Regulasi yang lebih adaptif – Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan ketenagakerjaan yang mencakup perlindungan bagi pekerja freelance, termasuk dalam hal upah minimum dan perlindungan sosial.
ADVERTISEMENT
2. Jaminan sosial untuk pekerja freelance – Skema jaminan sosial yang lebih fleksibel perlu dikembangkan agar pekerja lepas dapat mengakses perlindungan kesehatan dan pensiun, meskipun mereka tidak memiliki kontrak kerja tetap.
3. Platform digital yang lebih adil – Perusahaan berbasis platform harus mulai menerapkan standar perlindungan tenaga kerja, seperti kejelasan dalam sistem pembayaran, aturan transparan dalam hubungan kerja, serta mekanisme pengaduan bagi pekerja yang mengalami ketidakadilan.
4. Peningkatan keterampilan dan akses ke pekerjaan berkualitas – Pemerintah dan perusahaan dapat menyediakan program pelatihan bagi pekerja freelance agar mereka dapat meningkatkan keterampilan dan mendapatkan proyek yang lebih layak secara ekonomi.
Jurnal ini juga mengingatkan bahwa tanpa regulasi yang tepat, pekerja di era digital berisiko semakin tereksploitasi, terutama mereka yang bekerja dalam sistem berbasis platform tanpa kontrak tetap. Jika hal ini terus dibiarkan tanpa intervensi kebijakan yang jelas, maka digitalisasi akan semakin memperdalam kesenjangan dalam dunia kerja dan memperbesar ketidakpastian masa depan bagi pekerja freelance di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, digitalisasi tidak hanya tentang inovasi dan efisiensi, tetapi juga tentang bagaimana kita menciptakan sistem kerja yang adil dan berkelanjutan bagi semua pekerja, termasuk mereka yang memilih jalur freelance. Pemerintah, perusahaan, dan pekerja sendiri perlu bersama-sama mencari solusi agar transformasi di era digital ini dapat berjalan dengan tetap menghormati hak-hak tenaga kerja dan menjamin kesejahteraan mereka di masa depan.