Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ketika Pahlawanku Kehilangan Cahayanya
8 Juni 2024 20:50 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Tasya Wulan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Waktu berlalu begitu cepat. Kerutan demi kerutan semakin terpampang jelas di wajahnya. Rambutnya yang kian memutih, serta jalannya yang kian membungkuk, membuatku selalu ingin menangis saat lekat mataku menatapnya.
ADVERTISEMENT
Jika dihadapkan padanya perut lapar tetapi uang belum ditangan, pastilah ia akan lebih memilih mengikat perutnya menahan rasa lapar. Demi membawa pulang rezeki yang nantinya akan ia berikan kepada istri dan anaknya. Rasanya tidak terlalu berlebihan jika aku katakan ia adalah pahlawan. Pengorbanannya menggambarkan betapa besar kasih serta sayang seorang Ayah kepada keluarganya yang menunggu di rumah.
Seorang Ayah adalah pahlawan bagi keluarganya. Ia yang berjuang dengan gigih memastikan kebutuhan keluarganya terpenuhi. Memastikan anak-anaknya aman dan terlindungi. Ia juga yang berjuang antara hidup dan mati demi mencari rezeki. Seperti itulah Ayah. Ayahku. Ayah kita semua.
Di balik senyumnya yang hangat, dan tatapan matanya yang teduh, terukir guratan lelah dari perjuangan yang tiada henti. Tangannya yang kasar, penuh dengan kapalan, adalah bukti nyata dari dedikasi dan pengorbanannya untuk keluarga selama ini.
ADVERTISEMENT
Setiap pagi, sebelum fajar menyingsing, Ayah sudah bangun dan bersiap untuk pergi bekerja. Tak pernah sedikitpun diri ini mendegarnya mengeluh, meskipun rasa kantuk dan lelah masih tersirat di wajahnya. Ku cium tangannya sebelum bayangannya hilang di persimpangan sana.
Aku termenung menatap keluar jendela kamarku. Gemericik hujan perlahan menjadi saksi bisu perasaanku yang berkecamuk hari itu. Bahkan rasanya bumi pun merestui rasa sedihku. Menurunkan hujannya, seolah mewakili tangisku yang telah lelah keluar dari mata ini.
Dalam heningnya suasana kamar, pikiranku tertuju pada Ayah. Sosok yang selama ini ku lihat selalu kuat dan teguh. Sosok yang selama ini seperti kompas yang selalu membantuku menemukan arah, dan juga menjadi pelita yang selalu menerangi jalanku. Kini ia membungkukkkan bahunya, menundukkan kepalanya, mengosongkan tatapannya, seperti kehilangan arah sejak cahayanya pergi. Pergi jauh melintasi ruang dan waktu, menembus dimensi lain yang tak terjamah.
ADVERTISEMENT
Malam itu, di tengah keheningan yang menyelimuti, kabar duka datang dari kampung halaman. Nenek telah tiada. Dunia seakan runtuh seketika, tak hanya bagiku, tetapi juga bagi Ayah, pahlawanku yang selama ini tegar dan tak pernah menunjukkan kelemahannya.
Tangis lirih nan pedih terdengar dari balik pintu kamar. Aku tahu betul suara itu, suara Ayah yang selalu kuat dan tegar. Suaranya bergetar, dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam. Aku tak sanggup menahan air mataku. Terlebih melihat dirinya yang selalu kuat kini menangis di pelukan Ibu.
Kaki-kakiku terasa berat, seakan tak mampu menopang tubuhku untuk melangkah menuju kamar itu. Aku ingin memeluknya, ingin menghiburnya, ingin mengatakan bahwa aku di sini untuknya. Tapi, aku tak kuasa menahan air mataku yang terus mengalir.
ADVERTISEMENT
Nenek adalah sosok yang sangat berarti bagiku, yang selalu diam-diam memberikan uang saku kepadaku padahal aku sudah sebesar ini. Terlebih lagi bagi Ayah. Bagi Ayah neneklah pelita baginya, sebagaimana Ayah menjadi pelita bagiku. Neneklah yang membesarkan Ayah dengan penuh kasih sayang, menuntunnya di jalan yang benar, dan menjadi sumber kekuatannya saat dia merasa rapuh.
Kini, ketika pelita itu telah padam, Ayah kehilangan separuh hidupnya. Cahaya yang selalu meneranginya kini telah redup, dan ia harus meraba-raba jalannya sendiri dalam kegelapan. Kepergian Nenek meninggalkan lubang besar di hatiku, hati Ayah, hati kami semua.
Saat itu juga akhirnya aku mulai memahami, bahwa pilar terkuat pun bisa goyah, menandakan bahwa kekuatan pun punya kelemahannya. Lelaki setangguh ksatria pun dapat terjatuh. Bahkan, hingga berdarah-darah.
ADVERTISEMENT
Perlahan, pintu pun terbuka, memunculkan sosok yang tangis lirihnya memporakporandakan tembok pertahananku. Ayah muncul dengan senyum getir di wajahnya. Matanya sembab. Ia melangkahkan kakinya dengan mantap meskipun aku tahu dibalik itu ia tak sanggup lagi menahan beban kesedihan yang menimpanya.
Aku melihatnya, dan hatiku hancur berkeping-keping. Ayah, pahlawanku yang selama ini tegar dan kuat, kini terlihat begitu rapuh dan kehilangan. Senyum getir di wajahnya bagaikan pisau yang menusuk kalbuku. Aku tahu bahwa di balik senyum itu, ia menyembunyikan rasa sakit yang luar biasa.
Aku ingin memeluknya, ingin memberinya kekuatan. Tapi aku tahu bahwa ia tidak ingin menunjukkan kelemahannya di depanku. Sangat sakit ketika melihat Ayah yang berusaha terlihat baik-baik saja. Wajahnya yang pucat, matanya yang sayu, dan tubuhnya yang kurus berbicara lebih banyak daripada kata-kata. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahannya di depan kami, Ia ingin menjadi kuat untuk keluarganya.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, Ayah terus berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Ia tetap pergi bekerja, meskipun kondisinya belum pulih sepenuhnya. Ia tetap mengurus keluarga, meskipun dia sendiri membutuhkan bantuan. Ia tetap menjadi pahlawan kami, meskipun dia sendiri sedang berjuang melawan rasa sakitnya.
Aku selalu berdoa agar diberi umur untuk selalu berada di sisi Ayah. Aku ingin membantunya semampuku. Ingin menjadi kekuatannya saat ia merasa lemah. Ingin menghiburnya saat ia merasa lelah dan letih. Aku akan menjadi pahlawannya, seperti ia yang selalu menjadi pahlawan bagiku.
Aku bersyukur atas setiap kesempatan yang aku lalui bersama Ayah. Bersyukur atas semua cinta, kasih, serta sayang, dan pengorbanan yang telah dia berikan untukku. Aku bersyukur telah dilahirkan ke dunia ini menjadi anak perempuannya. Ialah pahlawanku yang sesungguhnya, dan aku akan selalu menghormatinya.
ADVERTISEMENT
Aku tahu bahwa Ayah tidak akan selalu ada untukku. Tapi aku yakin bahwa cintanya dan semangatnya akan selalu bersamaku. Ia akan selalu hidup dalam hatiku, dan aku akan selalu membawanya dalam setiap langkahku.