Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Teknik Reframing: Solusi Untuk Mengubah Emosi dan Persepsi Negatif Kala Pandemi
24 Desember 2020 12:38 WIB
Tulisan dari Tasya Rahmani Puspa Pertiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat pandemi seperti ini, pernahkah kamu merasa sangat takut setelah melihat tayangan berita televisi? Pernahkah kamu menyalahkan keadaan atas kejadian yang menimpa? Merasakan cemas dan panik berlebihan terhadap hal yang berkaitan dengan Virus Covid-19? Atau merasa keberadaan pandemi ini merusak sendi-sendi kehidupan? Tahukah kamu bahwa beberapa contoh pertanyaan tersebut merupakan produk dari persepsi negatif yang dapat mempengaruhi emosi dan perilaku? Sebagai contoh, kamu merasa cemas setelah melihat angka kenaikan jumlah pasien Covid-19 yang kian bertambah setiap harinya. Lalu, rasa cemas ini menciptakan asumsi negatif yang membuatmu membenci pasien Covid-19 ini. Kecemasan adalah perasaan yang menggelisahkan ketika tidak mampu mengatasi masalah atau sedang dalam keadaan berbahaya.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif psikodinamika (Nevid, 2005), kecemasan merupakan suatu tanda bahaya terhadap datangnya rangsangan-rangsangan yang bersifat membunuh yang mendekati taraf kesadaran. Kecemasan ini adalah bentuk reaksi dari ancaman yang nyata maupun khayalan (Lubis, 2009). Akibatnya, perasaan menggelisahkan kala cemas ini menimbulkan perubahan pada fisik dan perilaku individu (Rahman, 2010), seperti kesulitan tidur, sulit berkonsentrasi, hingga gangguan obsesif kompulsif.
Dalam menjalani masa pandemi, berpikir positif sangat diperlukan tidak hanya dalam menanggapi hal-hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang dinilai menganggu, menyebalkan, merugikan, dan nilai-nilai negatif lainnya. Seperti pada kasus pembelajaran jarak jauh, banyak siswa dan orangtua mengeluhkan betapa pandemi ini mengacaukan kehidupan akademik siswa dengan adanya keterbatasan bimbingan yang diberikan oleh guru, tugas yang melebihi kapasitas, fasilitas pendukung yang kurang memadai, hingga kebutuhan untuk berinteraksi sosial dengan sesama teman.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, keluhan orangtua dalam membimbing anak mereka. Para orangtua merasa kesulitan mengimbangi kehidupan rumah tangga, pekerjaan, psikologis, dan tuntutan membimbing anak dirumah dengan kapabilitas yang mereka miliki. Padahal, Dr. Rose Mini Agoes Salim yang merupakan Psikolog Universitas Indonesia (UI) menyarankan orangtua untuk mengendalikan diri mereka terhadap apa yang terjadi kepadanya sebelum mendidik anak selama pembelajaran jarak jauh. Pada dasarnya, pembelajaran jarak jauh ini dapat dimaknai dengan positif apabila membingkai ulang peristiwa yang terjadi dengan sudut pandang yang lain.
Kegiatan membingkai ulang peristiwa untuk mengubah emosi negatif menjadi positif inilah yang disebut sebagai teknik reframing. Pada pelaksanannya, teknik reframing menggunakan persepsi dalam mengubah emosi dan perilaku negatif. Persepsi sendiri merupakan sebuah proses memperoleh, menangkap, dan menafsirkan informasi dengan menggunakan panca indra (Sarwono, 2010). Dalam kata lain, persepsi melibatkan sudut pandang yang ada pada diri seseorang dalam menafsirkan sensasi atau informasi. Melalui teknik reframing, saat emosi negatif datang, tetapi persepsi yang ditimbulkan positif, maka reaksi yang dihasilkan dapat bersifat positif. Sebagai contoh, saat berada di pandemi ini, beberapa orang akan merasa bahwa kehadiran pandemi ini merusak kebahagiaan (emosi negatif), tetapi persepsi yang ditafsirkan dari kehadiran ini ditanggapi dengan keyakinan bahwa pandemi ini adalah waktu yang tepat untuk mengenal diri sendiri (persepsi), sehingga hasil dari keyakinan yang ditanami ini adalah rasa damai, tenang, dan bahagia (reaksi).
ADVERTISEMENT
Pada kasus pembelajaran jarak jauh yang dikeluhkan orangtua ini, terdapat sebuah kasus serupa berdasarkan kisah nyata yang mengeluhkan tentang suatu hal yang berkaitan dengan anak-anak. Kasus ini merupakan keluhan dari seorang ibu kepada Virginia Satir yang merupakan seorang Psikolog yang menginspirasi Binder dan John Adler untuk membuat NLP (Neuro Linguistic Programming) (Anwar, 2012). Seorang ibu yang datang kepada Virginia mengeluhkan kebersihan karpetnya yang sering dikotori oleh empat orang anak dan suaminya melalui jejak kaki yang melekat di karpet. Melihat karpet yang kotor inilah yang membuatnya marah berkepanjangan.
Mendengar keluhan yang disampaikan ini, Virginia Satir menyarankannya untuk menutup mata dan membayangkan karpet dan rumahnya yang bersih. Sang ibu menanggapi pernyataan dari Virginia Satir dengan senyum yang mengembang dan raut wajah yang senang. Akan tetapi, Virginia Satir melanjutkan pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa karpet yang bersih menandakan tidak adanya anak-anak dan suami yang dicintai menghiasi rumah mereka. Sedangkan, karpet yang kotor menandakan adanya kehadiran orang-orang yang dicintai dengan kehangatan yang diberikan mereka. Sang ibu merasa senang atas pernyataan yang diberikan oleh Virginia Satir dan mulai mensyukuri karpet yang kotor tersebut karena menandakan orang-orang yang Ia cintai bersamanya.
Berkaca dari kasus ini, kehadiran pandemi pun dapat disikapi dengan positif apabila sudut pandang yang dipakai mengarah kepada persepsi yang positif. Mari kita ambil contoh kasus pembelajaran jarak jauh. Melalui teknik reframing, kehadiran pembelajaran jarak jauh menurut Ratih Zulhaqqi, seorang psikolog anak dan keluarga, dapat dimaknai sebagai kesempatan untuk mengenal lebih dalam anggota keluarga dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama. Tidak hanya pada kasus pembelajaran jarak jauh saja, masalah-masalah lain yang timbul akibat dari pandemi ini bisa disesuaikan dengan teknik reframing. Berikut merupakan contoh dari cara menafsirkan masalah menurut Wira Arjuna dalam bukunya yang berjudul DOREMI Do Reframing Your Life:
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, bagaimanakah cara mengubah perilaku negatif dengan menggunakan teknik reframing ini? Berdasarkan Bandler dan Grinder, terdapat enam langkah mudah dalam menerapkan teknik reframing (six steps reframing), yaitu:
ADVERTISEMENT
Setelah mengetahui informasi tentang teknik reframing ini, apakah kamu masih akan bergulat dengan emosi negatif yang akan membawamu kepada perilaku negatif dan menyusahkan? Semoga tidak. Pandemi adalah kesempatan untuk memaknai kehidupan dengan sudut pandang yang baru. Dengan adanya teknik reframing ini, menghadapi pandemi bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan lagi.
Daftar Pustaka
Adrian, K. (2020, 16 Maret). Kecemasan berlebihan, kenali gejala dan cara efektif mengatasinya. Alodokter, https://www.alodokter.com/kecemasan-berlebihan-kenali-gejala-serta-cara-efektif-mengatasinya
Anwar, Z. (2012). A-Z Psikologi Berbagai Kumpulan Topik Psikologi. Penerbit Andi.
Arjuna, W. (2008). Doremi Do Reframing Your Mind. Jakarta: PT Gramedia.
Lubis, N. L. (2009). Depresi, Tinjauan Psikologis. Jakarta: Penerbit Kencana.
Nevid, J. S. (2005). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Erlangga.
ADVERTISEMENT
NLP Mentor. (2009, 1 Maret). The Six Step Reframe Technique. https://nlp-mentor.com/six-step-reframe/
Rahman, K. N. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press.
Sarwono, S. W. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press.
Zulfikar, M. (2020, 10 Juni). Psikolog sarankan orangtua kendalikan diri sebelum (Lubis, 2009)mendidik anak. Antaranews.com. https://www.antaranews.com/berita/1544968/psikolog-sarankan-orang-tua-kendalikan-diri-sebelum-didik-anak