Arah dan Tantangan Masa Depan Pendidikan Indonesia

Tatang Hidayat
Pegiat Student Rihlah Indonesia
Konten dari Pengguna
29 November 2022 11:37 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Oleh : Tatang Hidayat*)
Indonesia ditetapkan sebagai presidensi G20 pada Riyadh Summit 2020, dan memegang presidensi G20 sejak serah terima dari Italia pada 31 Oktober 2021 di kota Roma, Italia. Secara resmi Presidensi G20 Indonesia dimulai tanggal 1 Desember 2021 sampai dengan serah terima presidensi berikutnya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada akhir tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Posisi Indonesia sebagai presidensi G20 untuk pertama kalinya dalam forum yang melibatkan kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU) yang memiliki kelas pendapatan menengah hingga tinggi, negara berkembang hingga negara maju tentu memiliki tantangan dan peluang tersendiri.
Forum internasional G20 menjadi bagian penting dunia karena merepresentasikan lebih dari 2/3 penduduk dunia, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.
Indonesiabaik.id & Kominfo (2022) mencatat sejak dibentuk pada 1999 atas inisiasi negara-negara anggota G7 (Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang). G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis yang berdampak global.
Forum G20 membahas dua arus isu yakni Finance Track dan Sherpa Track. Finance Track adalah jalur pembahasan dalam fórum G20 yang berfokus pada fokus isu keuangan, antara lain : Kebijakan Fiscal, Moneter dan Riil, Investasi Infrastruktur, Regulasi Keuangan, Inklusi Keuangan, Perpajakan Internasional. Pertemuan-pertemuan pada Finance Track dihadiri oleh Menteri Keuangan hingga Gubernur Bank Sentral dari masing-masing negara anggota.
ADVERTISEMENT
Adapun Sherpa Track adalah jalur pembahasan dalam forum G20 di bidang-bidang yang lebih luas di luar isu keuangan, antara lain: Anti Korupsi, Ekonomi Digital, Lapangan Kerja, Pertanian, Pendidikan, Urusan Luar Negeri, Budaya, Kesehatan, Pembangunan, Lingkungan, Pariwisata, Energi Berkelanjutan, Perdagangan, Investasi, dan Industri, Pemberdayaan Perempuan.
Dari sekian banyak isu baik domestik maupun global yang diangkat dalam G20, isu pendidikan menjadi salah satu isu strategis yang menarik untuk disoroti. Dalam G20 kali ini, sebagaimana yang dicatat Wisnubroto dalam indonesia.go.id (24/1/2022) Indonesia berkomitmen mengangkat isu pendidikan untuk semua. Indonesia mengangkat empat isu utama untuk dibahas bersama oleh Negara anggota G20. Yakni, kualitas pendidikan untuk semua, teknologi digital dalam pendidikan, solidaritas dan kemitraan dan masa depan dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Isu pertama terkait kualitas pendidikan untuk semua memang masih menjadi PR bagi pendidikan Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas masih berada di kota – kota besar Indonesia, untuk mengakses pendidikan berkualitas pun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, pendidikan berkualitas pun mesti diakses oleh semua golongan termasuk disabilitas.
Penyelenggaraan pendidikan berkualitas adalah tugas Negara. Oleh karena itu, bagaimana caranya Negara memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan bisa diakses dengan mudah oleh semua rakyatnya. Pendidikan berkualitas akan melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas juga, dan tentunya SDM yang dimiliki suatu bangsa akan mempengaruhi juga kemajuan suatu bangsa tersebut.
Isu kedua terkait teknologi digital dalam pendidikan. Kesenjangan akses teknologi digital antar wilayah di Indonesia masih menjadi problem besar. Problem dalam mengakses teknologi digital sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti di Indonesia Timur. Dalam perkembangan revolusi industry 4.0 segala aktivitas yang ada termasuk dunia pendidikan beralih ke dunia digital, jika daerah – daerah di Indonesia Timur sulit untuk mendapatkan akses teknologi digital, tentunya akan mempengaruhi hasil dari belajar siswa.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat yang tinggal di kota – kota besar dan mudah mengakses digital memang telah terjadi akselerasi dalam pemanfaatan teknologi digital dalam dunia pendidikan, terutama selama masa pandemic covid 19. Namun hal demikian berbanding terbalik bagi masyarakat yang berlokasi di pelosok – pelosok daerah yang tidak jarang kesulitan dalam menemukan sinyal, sehingga terjadi kesenjangan yang menjadi problem besar.
Isu ketiga adalah mengenai solidaritas dan kemitraan. Isu ini ingin menegaskan komitmen Indonesia untuk bekerja sama dengan Negara lain dan memilki solidaritas dalam suatu kelompok. Kualitas pendidikan di Negara – Negara berkembang seperti Indonesia tentu akan berbeda kualitasnya dengan kualitas pendidikan di Negara – Negara maju. Oleh karena itu, kolaborasi Antara Negara – Negara berkembang dan Negara – Negara maju dalam penyelenggaraan pendidikan sangat dibutuhkan. Salah satu poin yang bisa dikolaborasikan adalah masalah penelitian yang dalam hal ini Indonesia menjadi Negara yang masih tertinggal dari segi penelitian dan publikasinya di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementrian Riset Ali Gurfron dalam Tempo.co (21/4/2017) melaporkan bahwa Indonesia jauh tertinggal dari negara lain dalam hal penelitian dan publikasi ilmiah. Jangankan dunia, di ASEAN khususnya Asia Tenggara saja sudah tertinggal. Hal senada disampaikan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dalam Republika.co.id (16/1/2018) melaporkan bahwa jumlah penulis atau peneliti di Indonesia masih sangat minim. Tercatat, hingga saat ini, hanya terdapat sekitar 16 ribu makalah yang terpublikasikan di jurnal yang terindeks global.
Terakhir isu pendidikan yang diangkat Indonesia dalam G20 adalah mengenai masa depan dunia kerja. Di sisi lain, saat ini Indonesia sedang menuju puncak bonus demografi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2018 yang dilansir idntimes.com (19/2/2019), jumlah populasi Indonesia mencapai 265 juta jiwa. Kemudian, pada 2024, angkanya berpotensi meningkat hingga 282 juta dan sekitar 317 juta jiwa pada 2045. Data BPS 2018, jumlah generasi millenial berusia 20-35 tahun mencapai 24 persen, setara dengan 63,4 juta dari 179,1 juta jiwa yang merupakan usia produktif (14-64 tahun). Tidak salah bila pemuda disebut sebagai penentu masa depan Indonesia. Inilah yang disebut sebagai bonus demografi.
ADVERTISEMENT
Konsekuensi dari bonus demografi adalah perubahan pola kerja yang disesuaikan dengan milenial. Akan tetapi, tingginya akan pengangguran di negeri ini menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan di Indonesia. Tantangan pendidikan Indonesia ke depan adalah bagaimana generasi muda Indonesia akan bersaing memperebutkan lapangan kerja. Sedangkan saat ini jumlah pengangguran pun semakin meningkat.
Dari empat isu utama yang diangkat Indonesia dalam G20, sangat disayangkan tidak adanya isu pembangunan SDM. Padahal pembangunan SDM yang berkualitas merupakan perkara yang urgent ketika kerusakan moral terjadi di mana mana, termasuk lingkungan pendidikan. Hidayat et al., (2018) mencatat ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa akan terus mengalami perkembangan, karena hakekatnya dalam tataran ideal ilmu itu akan terus berkembang. Pendidikan sebagai proses pengembangan diri dalam membina umat manusia merupakan salah satu bidang yang tidak ada habisnya untuk terus dikaji, mengapa dikatakan demikian, karena pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk mengembangkan SDM yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Di antaranya kenakalan remaja yang ada cikal bakalnya tidak bisa dilepaskan dari tingginya angka minuman keras di kalangan remaja. Dalam riset yang dilakukan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta bersama Pusat Penguatan Otonomi Daerah (PPOD) mengungkapkan data dalam (15/8/2017) bahwa konsumsi minuman beralkohol oplosan oleh anak di bawah umur angkanya cukup tinggi yakni sekitar 65,3 persen. Riset itu sendiri melibatkan 327 reponden remaja berusia 12 sampai 21 tahun di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Berbagai macam problematika yang terjadi di kalangan pelajar seperti meningkatnya konsumi minuman keras, narkoba, tawuran pelajar, pelecehan seksual, aborsi hingga pembunuhan menimbulkan pertanyaan dalam benak kita semua, mengapa semua ini bisa terjadi? Tentunya itu semua tidak terjadi begitu saja, pastinya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Akhwan (2014) mencatat bahwa demoralisasi yang terjadi saat ini disebabkan proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan dengan segala problematikanya. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual semata, sedangkan aspek soft skill sebagai unsur utama pendidikan moral belum diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Aspek pembangunan SDM berkualitas tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi SDM berkualitas juga berkarakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai keterampilan dan berani berinovasi dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun itu semua tidak bermakna jika tidak diiringi dengan karakter yang baik.
Karakter yang baik tidak terlahir hanya dengan memusatkan tujuan pendidikan kepadanya, tetapi karakter yang baik merupakan buah dari proses belajar dan mengajar yang baik juga. Untuk membina karakter yang baik tidak cukup hanya difokuskan kepada individu saja, tetapi mesti ada aturan yang mengikat dalam kehidupan bermasyarakat, yang didalamnya ada pemikiran, perasaan, dan aturan hidup yang sama. Karakter yang baik terlahir dari implementasi pengamalan nilai – nilai ajaran yang disepakati di suatu Negara yang dilakukan baik individu dan masyarakat. Dalam konteks pendidikan, mesti ada sistem pendidikan yang terlahir berdasarkan pemikiran, perasaan,dan peraturan hidup yang sama. Dengan cara demikian pendidikan di Indonesia akan lebih baik dan bisa melahirkan calon-calon pemimpin yang akan memimpin dunia dengan karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menguasai keahlian yang memadai dan memiliki sikap yang baik.
ADVERTISEMENT
*) Naskah ini terbit dalam Buku Pulih Bersama Bangkit Perkasa : Gagasan Optimis dari Indonesia untuk Kebangkitan Pasca Pandemi Covid 19 Jilid 4 Hal 269-274 yang diterbitkan Perpusnas Press tahun 2022
Daftar Pustaka
Akhwan, M. (2014). Pendidikan Karakter : Konsep dan Implementasinya Dalam Pembelajaran di Sekolah / Madrasah. El-Tarbawi, 7(1), 61–67.
Amanda, G. (2018). Menristekdikti Sebut Peneliti di Indonesia Masih Minim. Republika.Co.Id (16/1/2018). https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/16/p2ncrt423-menristekdikti-sebut-peneliti-di-indonesia-masih-minim
Hidayat, T., Rizal, A. S., & Fahrudin. (2018). Peran Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Ta’dib : Jurnal Pendidikan Islam, VII(2), 1–15. https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/tadib/article/view/4117/2485
Hidayat, T., & Syafe’i, M. (2018). Filsafat Perencanaan dan Implikasinya dalam Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Lentera Pendidikan, 21(2), 188–205. https://doi.org/https://doi.org/10.24252/lp.2018v21n2i5
ADVERTISEMENT
Imam Hamdi. (2017). Para Dosen Malas, Kemenristekdikti: Penelitian Kita Minim se-ASEAN. Tempo.Co (21/4/2017). https://nasional.tempo.co/read/868164/para-dosen-malas-kemenristekdikti-penelitian-kita-minim-se-asean
Indonesiabaik.id, & Kominfo. (2022). G20 Indonesia 2022. g20.org.
Rahman, V. El. (2019). IMR 2019: Bonus Demografi di Indonesia, Peluang atau Tantangan? Idntimes.Com. https://www.idntimes.com/news/indonesia/vanny-rahman/bonus-demografi-di-indonesia-peluang-atau-tantangan-ims2019/2
Wisnubroto, K. (2022). Komitmen Indonesia Angkat Isu Pendidikan untuk Semua di G20. Indonesia.Go.Id.