Konten dari Pengguna

Bruges, Episentrum Eropa Abad Pertengahan

Tatang Muttaqin
Fellow di Groningen Research Centre for Southeast Asia and ASEAN, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
6 Mei 2020 5:05 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Muttaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bruges, Episentrum Eropa Abad Pertengahan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Penulis merupakan anggota James Coleman Associations, menyelesaikan PhD di Rijksuniversiteit Groningen, Belanda dan Executive Education di Harvard University, Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Piknik ke kota Bruges (bahasa Belanda: Brugge) mengingatkan kita pada film bergenre gelap, tragis namun lucu (dark comedy), bertajuk in Bruges yang dirilis pada tahun 2008. Film besutan Martin McDonagh berkisah tentang dua pembunuh bayaran, Ray (Colin Farrell) dan Ken (Brendan Gleeson) yang disuruh bosnya, Harry (Ralph Fiennes) untuk pergi ke Bruges untuk membunuh orang yang secara tidak sengaja telah menewaskan seorang anak kecil.
Bruges merupakan kota di Belgia seluas 138.40 km² atau lebih kecil dari Kota Tangerang Selatan dengan penduduk sebanyak 117.327 orang atau jauh lebih sedikit dari warga kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta. Sekalipun kecil, kota yang dibangun bangsa Viking ini sangat terkenal bagi para pelancong karena setiap sudut dan bangunan kota berada di wilayah aliran sungai dan merupakan wilayah bersejarah sehingga UNESCO memasukkannya sebagai salah satu warisan dunia. Bertahannya warisan budaya ini tak lepas dari keberuntungan kota Bruges yang terhindar dari kerusakan besar akibat Perang Dunia Kedua sehingga warisan arsitekturnya tetap utuh dan menjadi modal penting untuk kota ini bisa bertahan sebagai pusat wisata.
Di abad pertengahan, Bruges merupakan kota penting bahkan jantung Eropa saat itu. Ibukota Flanders Barat Kota yang berdiri sejak tahun 1128 ini berada dalam posisi yang sangat strategis. Terletak di sebelah utara barat Belgia, sekitar 97 km atau 1,5 jam perjalanan dari kota Brussel, dan sekitar 250 km atau 3 jam perjalanan dari Amsterdam dengan kereta api, serta sekira 300 km dari kota Paris. Di samping jarak yang relatif dekat dari kota-kota utama di Eropa, kekayaan dan warna sejarah yang menghiasinya menjadi aneka atraksi yang menarik para pelancong dari berbagai belahan dunia sehingga kota Bruges selalu ramai dengan wisatawan mancanegara.
ADVERTISEMENT
Saat menyusuri ke pusat kota Bruges, kita melewati deretan gedung tua yang dibangun berabad-abad lalu sehingga dengan mudah dapat membayangkan kota di masa lalu, saat dipenuhi oleh pedagang dari seluruh penjuru Eropa. Lokasi wisata utama kota Bruges yang pertama adalah Market Square atau alun-alun sekaligus pasar (Markt) yang tepat berada di jantung kota seluas sekitar 1 hektar. Di tempat ini beragam festival, pameran, turnamen, pemberontakan, dan eksekusi menengah dulu dilakukan sehingga merupakan tempat yang penuh degan makna kesejarahan. Sebenarnya alun-alun ini lebih berbentuk lingkaran daripada persegi karena apabila kita berdiri di tengah sekitar patung besar, kita bisa memutar lingkaran lengkap dan melihat lingkaran bangunan yang indah, termasuk menara tempat lonceng bergantung. Landmark bersejarah di sekitar alun-alun yang mencakup menara lonceng abad ke-12 dan Pengadilan Provinsi Flanders Barat.
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah pasar berdiri patung Jan Breydel dan Pieter de Coninck, dua pahlawan yang beken di sekitar tahun 1302 dan menjadi pemimpin perlawanan bangsa Flemish melawan raja Prancis, yang terkenal dengan Pertempuran Spurs. Sekitar tahun 1990an, alun-alun ini direnovasi besar-besaran sehingga tempat parkir di alun-alun tersebut telah dihilangkan sehingga sebagian besar wilayah menjadi bebas lalu lintas, sehingga menjadi lebih nyaman untuk perayaan dan para pejalan kaki.
Sampai saat ini, alun-alun masih berfungsi sebagai tempat pertemuan bagi warga setempat dan menjadi area wisata bagi sekitar 3-4 juta wisatawan yang berkunjung ke situs ini setiap tahun. Pasar ini memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai plaza untuk para pedagang untuk menjual beraneka produk, termasuk pasar ikan yang telah ada sejak akhir abad ke-14, mirip dengan Grotemarkt di Groningen. Dulu, aula pasar merupakan tempat berkumpul para penjual (vendor) namun kini menjadi tempat wisata dan acara hot-spot. Hiruk-pikuk pasar sangat terasa pada setiap rabu pagi ketika pasar bunga dan makanan sedang berlangsung, di mana beragam aroma seperti ayam rotisserie panas yang semerbak memikat para pelancong, juga beraneka keju lokal, daging, dan beragam hidangan khas yang dijajakan langsung oleh peternak dan petaninya. Tak lupa juga aroma coklat panas dan wafel khas Belgia yang mewah akan menambah kekhasan para wisatawan menikmati suasana dan rasa.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, imaginasi tentang masa lalu kota Bruges akan semakin kasat mata jika kita memasuki Gedung Historium yang berada tepat di utara pasar (Markt) pusat kota Bruges. Dengan tiket sekitar €17.50, kita bisa menikmati pengembaraan masa lalu dengan dibantu alat audio dengan pilihan beragam bahasa melalui ruang-ruang, di mana kisah tentang jantung Eropa pada abad ke-14 ini dengan apik disajikan dan diungkap. Kisah yang disampaikan melalui audio tersebut dilengkapi dengan aroma, aura dan gambar yang khas abad pertengahan. Untuk melengkapi cerita kota, audio dan video tur juga menyajikan kisah fiksi tentang percintaan yang disampaikan dengan mengalir dan menarik di studio Van Eyck tersebut.
Di samping Historium, situs memikat selanjutnya adalah menara yang memegang 47 lonceng, salah satu mahakarya desainer George Duméry pada tahun 1741. Menara ini terbuka untuk wisatawan dan menawarkan panorama seluruh kota Bruges yang sangat indah. Animo para pelancong yang sangat tinggi untuk menaiki Menara lonceng membuat antrian cukup panjang. Untuk itu, jika kita ingin naik ke puncak menara dan menikmati panoramanya disarankan untuk datang lebih awal untuk menghindari antrian akan semakin panjang seiring berjalannya hari.
ADVERTISEMENT
Usai mengeksplorasi mahakarya Dumery, baik juga jika berhenti dulu di Groeninge Museum. Groeninge museum didirikan tepat di situs Biara Eekhout abad pertengahan. Di museum ini kita dapat menjajal beragam karya seni yang pernah diciptakan selama enam abad lampau sehingga menjadi semacam area yang tepat untuk survei komprehensif cerita panjang lukisan Flemish dan Belgia, dari sejak Jan van Eyck sampai ke Marcel Broodthaers.
Kunjungan ke Bruges tidak afdhol tanpa singgah dulu di Basilica of the Holy Blood yang merupakan wujud kuatnya warga kota dalam merawat dan melestarikan tradisi agama dan budaya. Prosesi Darah Kudus yang dilakukan setiap musim pada Hari Kenaikan Yesus Kristus atau 40 hari setelah Paskah merupakan salah satu tradisi agama yang paling terkenal. Dalam prosesi ini, petugas dari Brotherhood of the Holy Blood akan membawa botol yang diyakini berisi kain yang mengandung darah Kristus di sepanjang jalan. Ada lebih dari ribuan peserta berbaris melintasi pusat kota dengan berjalan kaki, menunggang kuda, atau mengendarai gerobak sambil melafalkan ayat kitab suci. Tradisi prosesi ini telah menjadi pemikat wisawatan mancanegara sehingga menyedot puluhan ribu orang pelancong berkunjung ke kota Bruges setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Bruges merupakan kota yang relatif kecil sehingga tak sulit untuk dijelajahi dengan berjalan kaki. Namun demikian, sebagaimana berwisata di kota-kota Eropa, pertimbangan musim menjadi penting karena musim dingin tak terlalu asyik untuk menikmati perahu menyusuri kanal yang indah. Musim panas pun, sekalipun secara alamiah sangat indah dan pepohonan sedang hijau-hijaunya serta langit yang cerah juga akan kurang optimal menyusuri kota penuh sejarah ini karena terlalu ramai dan akan banyak antrian. Dengan demikian, musim semi (spring) merupakan saat yang tepat karena relatif tak terlalu padat dan juga temperatur mendukung untuk jalan-jalan menyusuri kota tua ini.