Wujudkan Ruang Pendidikan Tanpa Kekerasan

Tati MPA
Penulis adalah Dosen Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Bandung, dan Hubungan Antar Lembaga Sekretariat Nasional JPPR
Konten dari Pengguna
18 Oktober 2023 8:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tati MPA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak jadi korban bully. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak jadi korban bully. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena kekerasan di lingkungan satuan pendidikan kian meningkat dari tahun ke tahun. Paling sering kita baca di media massa adalah perundungan atau bullying; yang dalam hal ini juga disebut sebagai kekerasan.
ADVERTISEMENT
Bukti maraknya kekerasan dapat dilihat dari berbagai survei yang menunjukkan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan terhadap anak. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada tahun 2022, 34,51% peserta didik atau 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9% peserta didik atau 1 dari 4 peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31% peserta didik atau 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami perundungan.
Temuan tersebut juga dikuatkan dengan hasil dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (2021) yang menunjukkan sebanyak 34% atau 3 dari 10 anak laki-laki dan 41,05% atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Mendikbudristek menghadirkan kebijakan baru yaitu PPKSP untuk merespons kekerasan di lingkungan pendidikan.

Permendikbusristek PPKSP

ilustrasi negara aman https://www.pexels.com/search/merdeka%20belajar/
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan dalam lingkungan satuan pendidikan (PPKSP) di Indonesia.
Dengan demikian, hadirnya peraturan tersebut untuk melindungi peserta didik dari segala bentuk kekerasan. Sehingga peserta didik mendapatkan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Sehingga dengan adanya Permendikbudristek PPKSP, kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dapat ditekan seminimal mungkin.
Adapun bentuk Kekerasan yang diatur dalam Permendikbudristek ini adalah: a. Kekerasan fisik; b. Kekerasan psikis; c. Perundungan; d. Kekerasan seksual; e. Diskriminasi dan intoleransi; f. Kebijakan yang mengandung Kekerasan; dan g. Bentuk Kekerasan lainnya. Bentuk kekerasan tersebut dapat dilakukan secara fisik, verbal, nonverbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, peraturan ini juga menjabarkan definisi masing-masing kekerasan sehingga dapat memberikan pemahaman akan batas-batas hal yang termasuk dalam kekerasan.

Permendikbudristek Juga Melindungi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

pict pendidik atau tenaga kependidikan https://www.pexels.com/search/belajar/
Perlu kita ketahui, bahwa Permendikbudristek No.46 Tahun 2023 tidak saja berlaku untuk peserta didik, tetapi juga untuk pendidik dan tenaga kependidikan dalam bekerja. Sehingga, baik pendidik dan tenaga kependidikan memperoleh hak yang sama; yaitu perlindungan hukum dalam bekerja
Kemendikbudristek memang telah mengeluarkan payung hukum untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Namun secara implementasi, tetap membutuhkan kerja sama dengan semua pemangku kepentingan.
Misalnya saja, selain dari peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, terdapat orang tua/wali siswa sebagai masyarakat yang berperan penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan sekolah.
ADVERTISEMENT
Peran serta orang tua di sekolah dapat dengan cara bergabung menjadi anggota tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) sebagai perwakilan orang tua di sekolah anak masing-masing. Orang tua perlu mendorong dan memastikan sekolah anaknya telah membentuk TPPK di sekolah dan sudah terbentuk satgas di level pemerintah daerah. Sehingga ruang aman pendidikan tanpa kekerasan dapat terwujud