Buku, Media Baca yang Akankah Tetap Lestari?

Tatum Septianing Laras
Sarana menulis opini dan cerita. Sarjana Sains, Universitas Gadjah Mada.
Konten dari Pengguna
23 Mei 2023 21:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatum Septianing Laras tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sususan buku di sebuah toko buku. Sumber gambar: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sususan buku di sebuah toko buku. Sumber gambar: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu lalu, saya sempat membaca berita tentang salah satu toko buku yaitu Toko Buku Gunung Agung akan menutup semua outlet-nya di seluruh Indonesia yang membuat sedikit tercengang.
ADVERTISEMENT
Ingat sekali saat pertama kali ke Toko Buku Gunung Agung, senang sekali saya berlama-lama di sana karena toko tersebut memiliki banyak koleksi, dan yang membuat saya lebih senang adalah banyak perlengkapan sekolah dan beraneka macam alat tulis kala itu.
Sebelumnya, Toko Buku Books & Beyond juga telah menjadi perbincangan karena akan menutup gerainya. Maraknya toko buku yang gulung tikar ini menimbulkan banyak pertanyaan, akankah buku tetap menjadi media baca yang tetap lestari di masa mendatang?
Dengan maraknya toko buku yang gulung tikar, banyak yang menyimpulkan bahwa penyebab utamanya adalah minat baca masyarakat yang rendah. Bisa jadi, dan bisa jadi memang benar bila faktor utama yang dikatakan bahwa minat baca semakin menurun, akan tetapi ada faktor pendukung lainnya yang perlu dilirik.
ADVERTISEMENT
Minat baca yang rendah memiliki korelasi kuat dengan daya baca yang rendah. Jika dahulu kita mampu membaca berlembar-lembar dalam satu waktu, mungkin sekarang ini kita hanya dapat membaca setengahnya dari kala itu, yang mungkin saja godaan-godaan smartphone lebih menarik dengan audio visualnya, dan lagi-lagi ternyata daya baca ternyata dipengaruhi minat baca.
Jika membicarakan minat baca yang semakin menurun yang mungkin kebanyakan orang setuju dengan itu, faktor lain toko buku yang mengalami kemerosotan adalah adanya e-commerce yang dengan mudahnya orang-orang akses. Padahal banyak buku bajakan yang dijual jika kita tidak cermat memilihnya, dan hanya terjebak akan harganya yang jauh murah.
Selain faktor tersebut, salah satu faktor yang banyak diperdebatkan adalah adanya e-book. Adanya e-book menurut saya tidak salah, yang salah adalah ketika kita membaca e-book yang entah sumbernya dari mana apalagi ilegal, padahal penulis sudah menulisnya dengan susah payah. Akhirnya dengan dalih bisa membaca via smartphone menurunkan pembelian buku fisik, dan akhirnya buku fisik menjadi kurang diminati.
ADVERTISEMENT
Dari pergeseran-pergeseran ini, pertanyaan tentang akankah buku fisik masih tetap menjadi media baca di masa mendatang? Tentu saja pertanyaan itu belum dapat kita jawab, atau bisa jadi sudah ada terkaan jawaban dari pertanyaan tersebut di benak kita.
Akan tetapi di balik itu semua, ada hal yang penting kita pertanyakan dan patut kita perbaiki, yaitu minat baca. Tidak menjadikan smarthphone dan kehidupan yang serba cepat ini sebagai alasan untuk membaca adalah satu langkah untuk memperbaiki minat baca.