Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sesederhana Menggantungkan Makanan di Depan Pintu, Mengetahui Keadaan Teman
10 September 2021 17:11 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Tatum Septianing Laras tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebaikan yang berarti memang nyatanya tidak harus sesuatu yang besar, sesederhana menggantungkan makanan di depan pintu, tetapi siapa sangka akan menjadi awal mula menyelamatkan seorang teman. Kejadian ini dialami oleh teman dekat saya sendiri, tentu dengan izinnya untuk saya tuliskan di sini. Teman saya, Dina, mahasiswi yang tengah menempuh program doktoralnya di Chulalangkorn University, Thailand, tinggal di sebuah apartemen yang tidak jauh dari kampus, kebetulan apartemen yang ditinggalinya cukup banyak dihuni oleh mahasiswa asal Indonesia. Dina sempat mengungkapkan kegusarannya melalui pesan singkat mengenai temannya yang tidak ada kabar, bahkan tidak terlihat sekadar mondar-mandir di apartemen, karena memang biasanya bertemu walaupun hanya sekadar bertegur sapa.
ADVERTISEMENT
Hal yang umum ketika mahasiswa tidak sempat memasak, membeli makanan di luar adalah menjadi jalan ninja. Hal yang terpikirkan oleh Dina kala itu adalah membeli makanan double, satu untuknya, satu untuk temannya, Ismi, yang tidak kunjung terlihat tersebut. Sesampainya di apartemen, ia berinisiatif untuk menggantungkan makanan di depan pintu kamar Ismi. Keesokan harinya, sambil berlalu lalang di apartemen, makanan tersebut masih tergantung di pintu. Hingga hari berikutnya pun makanan masih tergantung di sana.
Melalui pesan pesan singkat, Dina mengungkapkan agaknya semakin gusar keadaan temannya itu. Kebetulan kala itu Thailand sedang dalam masa karantina karena kasus COVID-19 kembali meningkat. Keadaan mengkhawatirkan ketika masih belum terdengar kabar, terlebih juga tidak dapat dihubungi. Akhirnya dengan memberanikan diri, ia melaporkan dan menjelaskan keadaan kepada security. Melalui bantuan security pintu kamar Ismi berusaha di-dobrak. Ismi yang sempat dikira tidak ada di kamarnya, nyatanya tengah berada di sana dengan keadaan tidak baik-baik saja, seperti setengah kehilangan kesadaran diri, ditanya pun tidak menjawab, hanya dapat merespons dari gerakan tangan.
ADVERTISEMENT
Mencari ambulans di kala pengetatan akibat COVID-19 cukup susah waktu itu. Akan tetapi siapa sangka melalui dosennya, bantuan ambulans pun dapat diperoleh. Singkat cerita, sesampainya di rumah sakit, Ismi menjalani beberapa tes. Hasil menunjukkan bahwa ia menderita Cerebral Toxoplasmosis, atau penyakit yang menyerang sistem saraf akibat infeksi protozoa. Hingga saat ini Ismi masih tengah menjalani perawatan untuk pemulihan.
Beberapa waktu yang lalu Dina sempat meminta saya untuk me-review tulisannya, saya heran tulisan apa yang dibuatnya, karena jika berbahasa Inggris pun dia lebih mahir. Ternyata tulisan tersebut adalah deskripsi untuk penggalangan dana melalui campaign di Kita Bisa. Biaya pengobatan dan pemulihan Ismi yang cukup besar sehingga membutuhkan bantuan dana. Melihat usaha teman saya ini membuat saya terenyuh, ya, she grows well. Kebaikan memang hal yang ajaib.
ADVERTISEMENT
Jika Anda tinggal di kos atau di apartemen, sesekali sempatkanlah untuk menanyakan keadaan teman kos. Teringat saya akan sebuah series Jepang, Kotaro Lives Alone, anak yang tinggal sendiri dan berusaha berlangganan koran. Seperti yang kita ketahui, koran akan diletakkan di depan pintu, sehingga ini menjadi sign ketika koran banyak tertumpuk mungkin saja keadaan sedang tidak baik-baik saja, sama seperti makanan yang di gantung di gagang pintu, ide briliant untuk mengetahui keadaan seseorang.
Kita doakan Ismi semoga lekas stabil dan lekas pulih sehingga bisa kembali ke Indonesia. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kejadian ini. Teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular. Semoga bermanfaat.