Konten dari Pengguna

Penyalahgunaan Hak Suara akibat Golput: Ancaman Nyata bagi Pemilu dan Demokrasi

Taufik Pratama
saya adalah salah satu mahasiswa Ekonomi dengan jurusan Ekonomi Pembangunan Di FEB Universitas Islam Negeri Jakarta. saya memiliki banyak hobi selain menulis saya juga hobi futsal dan bermain mobile legend juga pubg
7 Januari 2024 9:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taufik Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Unplash (A person casting a vote into a box)
zoom-in-whitePerbesar
Source: Unplash (A person casting a vote into a box)
ADVERTISEMENT
Golongan Putih atau golput merujuk pada perilaku tidak menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada oleh seorang warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat golput pada Pemilu Presiden 2019 mencapai 30,5% dari total 192 juta pemilih, atau sekitar 58 juta suara (KPU, 2019). Angka golput Pilkada 2020 juga tinggi di level 16,7% (Kawamura, 2021).
ADVERTISEMENT
Tingginya angka golput ini berpotensi berdampak luas, tidak hanya terhadap legitimasi politik para calon terpilih, namun juga membuka peluang penggunaan suara warga secara ilegal oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebuah studi menemukan korelasi antara tingkat golput dengan risiko manipulasi suara oleh oknum di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) (Lehoucq et al., 2014).

Dampak Politik dari Tingginya Golput

Source: Pixabay (Election Corrupt)
Tingkat golput yang tinggi pada pemilihan umum dan pilkada berdampak luas terhadap situasi politik suatu negara.

1. Dapat melemahkan legistimasi pemerintah

apabila golput melebihi 50% dari total suara sah yang dikeluarkan oleh pemilih, hal ini dapat melemahkan legitimasi politik dari pemerintah dan para wakil rakyat yang terpilih. Pasalnya, kemenangan mereka lebih banyak didukung oleh suara golput dibanding partisipasi aktif pemilih. Kondisi ini rentan memicu kritik dan protes dari publik terhadap hak dan kebijakan yang diambil pemerintah terpilih karena dianggap kurang representatif (Lehoucq et al., 2014).
ADVERTISEMENT

2. Menimbulkan ketidakstabilan politik

tingkat golput yang kronis dari satu pemilu ke pemilu lainnya mengindikasikan ketidakpercayaan sistemik publik terhadap sistem politik dan partai yang ada. Situasi ini rawan menimbulkan ketidakstabilan dan gesekan politik karena sebagian besar warga negara merasa “tidak memiliki suara” yang terwakili di pemerintahan. Kondisi ini berisiko memantik munculnya gerakan-gerakan protes yang berujung pada konflik dan disintegrasi (Muhtadi, 2018).

3. "suara mengambang" dari pemilih golput berpotensi untuk disalahgunakan

Suara-suara yang tidak terpakai ini memiliki potensi dapat disalahgunakan oleh elit atau partai politik tertentu untuk meningkatkan elektabilitas dan perolehan suaranya secara ilegal. Misalnya, dengan politik uang atau money politics untuk “membeli suara” mereka yang golput, bahkan hingga pemalsuan identitas pemilih yang tidak datang ke TPS pada hari pemungutan suara. Praktik kotor ini sangat merugikan demokrasi dan menghambat konsolidasi sistem politik yang adil dan akuntabel (Ulaan et al., 2022).
ADVERTISEMENT

Modus Penggunaan Hak Suara Secara Ilegal

Celah hukum akibat banyaknya golput berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan politik dengan cara ilegal. Pertama, identitas warga negara yang golput dapat dipalsukan dan hak suaranya digunakan oleh orang lain. Kedua, politik uang atau money politics bisa terjadi dimana kandidat atau partai politik tertentu membeli atau menyogok suara warga golput. Ketiga, oknum bisa menggelontorkan surat suara ilegal ke dalam kotak suara di TPS dengan mengatasnamakan pemilih golput untuk menggelembungkan jumlah suara bagi kandidat tertentu. Praktik seperti ini sangat merugikan dan melanggar prinsip pemilu yang jujur dan adil.

Bahaya Penyalahgunaan Hak Suara Warga

Source: Unplash (Vote)
Maraknya penyalahgunaan hak suara warga pemilih secara ilegal oleh oknum tertentu berpotensi menciptakan situasi yang sangat merugikan demokrasi.
ADVERTISEMENT

1. Merusak integritas dan Validitas hasil suara.

praktik seperti politik uang dan pemalsuan identitas pemilih akan secara langung merusak integritas dan validitas hasil perolehan suara di tingkat TPS hingga rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU. Data perolehan suara yang dilaporkan tidak valid dan akurat karena telah ‘dicemari’ dengan suara ilegal hasil manipulasi oknum.

2. Menjadi sebuah cara curang yang digunakan oleh oknum

kondisi ini sangat mungkin menghasilkan calon kepala daerah atau legislatif yang terpilih secara curang karena sejatinya kemenangan mereka ditopang “suara bayaran” dan bukan sama sekali mewakili aspirasi mayoritas konstituen. Legitimasi dan dukungan politiknya pun menjadi sangat dipertanyakan dan lemah (Ulaan et al., 2022).

3. Menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas pemilu

sistematisnya praktik kotor politik uang dan “jual beli suara” ini mampu menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap kualitas dan kredibilitas sistem pemilu serta demokrasi itu sendiri. Masyarakat bisa berpikir bahwa pemenang pemilu ditentukan “oleh uang” dan kekuatan politik jahat, bukan karena dukungan dan kehendak bebas dari warga negara itu sendiri. Persepsi ini sangat berbahaya dan bisa memicu ketidakstabilan politik dan menghambat upaya perbaikan sistem demokrasi ke depannya (Lehoucq et al., 2014).
ADVERTISEMENT

Solusi Mencegah Penyalahgunaan Hak Suara Warga

Source: Unplash (Elections)
Beberapa solusi kongkret harus segera ditempuh guna mencegah maraknya praktik penyalahgunaan hak suara warga pemilih oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

1. Memperkuat aturan dan sistem

sistem pengawasan dan aturan main dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada perlu untuk semakin diperkuat dan diperketat. Misalnya, dengan menerapkan sistem data biometrik pemilih, menambah jumlah saksi pengawas di setiap TPS, hingga melakukan rekapitulasi suara yang lebih cepat dan akurat. Langkah-langkah ini penting guna menutup celah kecurangan suara di akar rumput

2. Sanksi yang setegas mungkin bagi yang terbukti melakukan kecurangan

sanksi tegas dan tanpa kompromi sesuai payung hukum yang berlaku harus diberikan kepada siapa pun yang terbukti melakukan kecurangan dan manipulasi suara. Mulai dari pemilih, petugas KPPS, penyelenggara negara, hingga tim sukses dan kandidat itu sendiri jika terlibat politik uang atau membeli suara. Sanksi pidana maupun denda dalam jumlah besar perlu dijatuhkan agar memberi efek jera bagi pelaku.
ADVERTISEMENT

3. Meningkatkan Kesadaran Politik Warga tentang Bahaya Golput

Di sisi lain, meningkatkan kesadaran politik dan kepedulian warga negara akan hak demokrasinya melalui pendidikan publik juga mutlak diperlukan. Hal ini dilakukan agar warga negara menyadari pentingnya berpartisipasi aktif memberikan suara dalam setiap pemilu dan pilkada, alih-alih golput yang rawan disalahgunakan oknum. Sosialisasi tentang dampak buruk golput dan manipulasi suara bagi masa depan bangsa perlu digencarkan, baik melalui kampanye digital maupun program edukatif tatap muka di lingkungan masyarakat (Lehoucq et al., 2014). Dengan demikian, diharapkan budaya demokrasi yang substansial dapat semakin tertanam dalam masyarakat Indonesia ke depannya.
Daftar Bacaan:
KPU. (2019). Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Paslon Terpilih. https://pemilu2019.kpu.go.id/#/ppwp/hitung-suara
Kawamura, K. (2021). Political participation in Indonesia: Voter turnout in the 2019 presidential and legislative elections. Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, 43(1), 41-47. https://doi.org/10.1355/cs43-1c
ADVERTISEMENT
Lehoucq, F., Molina, I., & Perez-Linan, A. (2014). Political competition can encourage voter turnout. Electoral Studies, 34, 26-32. https://doi.org/10.1016/j.electstud.2013.11.004
Muhtadi, B. (2018). Explaining Indonesian voters’ behaviors in the 2014 and 2017 regional head elections in Jakarta. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 37(2), 65–91. https://doi.org/10.1177/186810341803700203
Ulaan, N., Muhtadi, B., & Soeharto, A. (2022). The impact of golput and money politics on regional heads' performance. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 25(3), 233-248. https://doi.org/10.22146/jsp.65693