Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
7 Poin Alasan Setya Novanto Mangkir Lagi dari Pemeriksaan KPK
13 November 2017 18:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Ketua DPR Setya Novanto mengirimkan surat kepada KPK atas ketidakhadirannya untuk memenuhi panggilan sebagai saksi. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut bahwa surat dengan kop bertuliskan nama Setya Novanto itu diterima pada Senin pagi, (13/11).
ADVERTISEMENT
Terdapat 7 poin dalam surat yang dikirimkan Setya Novanto itu. Salah satu poinnya menerangkan bagaimana bahwa Setya Novanto tidak akan memenuhi panggilan lantaran KPK tidak menyertakan izin dari presiden untuk memeriksa dirinya.
"Dengan tidak mengurangi ketentuan hukum yang ada, pemanggilan diri kami dalam jabatan saya selaku Ketua DPR-RI dapat dipenuhi syarat persetujuan tertulis dari Presiden RI terlebih dahulu sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku termasuk penyidik KPK," kata Setya Novanto dalam salah satu poin yang tertera di dalam surat tersebut, Senin (13/11).
Pada poin lain, Setya Novanto juga sedikit menyinggung soal hak imunitas dia selaku anggota DPR. Hal tersebut yang kemudian dijadikan alasan bahwa pemeriksaan terhadap dirinya harus seizin presiden.
Selain itu, Setya Novanto menyebutkan bahwa dia ada urusan lain yang bertepatan dengan pemanggilannya hari ini. Urusan yang dimaksud adalah undangan HUT ke-53 Golkar Tingkat Provinsi NTT.
ADVERTISEMENT
Berikut 7 poin tersebut:
1. Surat panggilan dari KPK telah diterima pada hari Rabu, 8 November 2017, untuk menghadap penyidik KPK sebagai saksi dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi Pengadaan KTP Elektronik yang diduga dilakukan oleh ASS (Anang Sugiana Sudihardjo).
2. Dalam Surat Panggilan tsb secara jelas dan tegas disebutkan memanggil Setya Novanto, pekerjaan: Ketua DPR-RI dengan alamat kantor Gedung DPR-RI dan rumah di Jl. Wijaya dst.
3. Bahwa berdasarkan:
- Pasal 1 (3) UUD 1945: Negara Indonesia adalah Negara Hukum
- Pasal 20A huruf (3) UUD 1945: selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD ini, setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan serta HAK IMUNITAS.
ADVERTISEMENT
- Pasal 80 UU No. 17 Tahun 2014 HAK ANGGOTA DEWAN huruf (h) IMUNITAS
- UU No. 10 Tahun 2004 PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 7
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
4. Berdasarkan ketentuan UU 17 Tahun 2014 ttg MPR, DPR, DPD dan DPRD, khususnya Pasal 224 ayat (5) (Hak Imunitas DPR) dan Pasal 245 ayat (1) berbunyi:
_*Pasal 224 ayat (5) diuraikan..._
_*Pasal 245 ayat (1) diuraikan..._
Berdasarkan Putusan MK RI No. 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2017....
_*Amar Putusan diuraikan..._
Poin inti: persetujuan tertulis Mahkamah Kehormatan Dewan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "persetujuan tertulis dari Presiden".
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Putusan MK tersebut, maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu sebelum melakukan pemanggilan terhadap anggota DPR yang bersangkutan.
5. Bahwa karena dalam surat panggilan KPK ternyata belum disertakan Surat Persetujuan dari Presiden RI sebagaimana ketentuan Putusan MK, maka dengan tidak mengurangi ketentuan hukum yang ada, pemanggilan diri kami dalam jabatan saya selaku Ketua DPR-RI dapat dipenuhi syarat persetujuan tertulis dari Presiden RI terlebih dahulu sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku termasuk penyidik KPK.
6. Bahwa selain belum ada persetujuan tertulis dari Presiden RI ternyata pada tanggal 13 November 2017 kami telah lebih dahulu menerima undangan HUT Golkar ke-53 Tingkat Provinsi NTT dst.
ADVERTISEMENT
7. Berdasarkan alasan hukum di atas, maka surat panggilan sebagai saksi tidak dapat saya penuhi.