Komisi Yudisial Diusulkan Menjadi Pengawas Semua Penegak Hukum

4 Mei 2017 15:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kantor Komisi Yudisial RI. (Foto: Facebook @komisiyudisialri)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Komisi Yudisial RI. (Foto: Facebook @komisiyudisialri)
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie menilai suatu sistem hukum perlu ditopang oleh etika para penyelenggaranya. Sebab menurut dia, Indonesia bukan hanya negara hukum tetapi juga negara yang beretika.
ADVERTISEMENT
"Hukum itu kalau kita mau bangun dan kita tegakkan harus ditopang oleh sistem etika publik yang terkondisi dengan baik," kata Jimly dalam sambutannnya di acara Prakonferensi II Etika Berbangsa dan Bernegara di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Jimly menuturkan saat ini sudah banyak negara, terutama negara maju, yang memiliki undang-undang tentang etika pemerintahan. Sistem etika dianggap penting, karena hukum kerap tidak dijadikan landasan.
Sistem etika dapat berfungsi untuk menjaga kepercayaan publik dan mendidik yang melanggar etika. Oleh karena itu, Jimly menilai negara tidak bisa hanya mengandalkan sistem hukum semata.
"Hukum yang mengenal hanya menghukum, tapi kalau etika tidak hanya memberi sanksi tapi ada elemen yang sifatnya mendidik. Maksudnya bukan untuk membalas kesalahan tapi untuk menjaga public trust terhadap institusi," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Prakonferensi II Etika Berbangsa dan Bernegara (Foto: Wandha Hidayat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prakonferensi II Etika Berbangsa dan Bernegara (Foto: Wandha Hidayat/kumparan)
Hal tersebut yang kemudian mendasari usulan dibentuknya satu lembaga untuk menangani masalah etika secara keseluruhan. Usulan kemudian tersebut berkembang agar tugas itu diberikan kepada KY yang selama ini hanya mengatur etika hakim. KY kemudian diusulkan untuk diperluas kewenangannya tidak hanya mengurus etika hakim, namun juga semua penegak hukum.
"Sekaligus kita memperkuat KY. Tapi kan belum final. Jadi KY ditambah pekerjaannya, bukan hanya urusi etika hakim. Tapi juga semua etika aparat penegak hukum bahkan ada ide semua penyelenggara dan jabatan publik. Walaupun tidak langsung teknis, tapi misalnya melakukan fungsi pembinaan. Jadi KY ini lebih kuat ke depan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Dalam sesi terpisah, Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari mengakui bahwa saat ini permasalahan yang muncul bukan hanya sekadar penegakkan hukum, namun juga soal etika. Masalah etika itu menurut Aidul sudah diatur dalam Tap MPR nomor 6 tahun 2001 tentang etika berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
"Pentingnya etika ini, kalau kita membaca Tap MPR, disebabkan karena persoalan-persoalan yang muncul selama masa orde baru kemudian juga awal-awal reformasi tidak semata-mata disebabkan karena masalah penegakan hukum," kata Aidul.
Prakonferensi II Etika Berbangsa dan Bernegara (Foto: Wandha Hidayat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prakonferensi II Etika Berbangsa dan Bernegara (Foto: Wandha Hidayat/kumparan)
Ia berharap lembaganya yang mempunyai kewenangan pada bidang etik dapat menjadi titik tolak pengintegrasian kode etik. Aidul mengaku sudah mengusulkan untuk memperluas kewenangan KY.
"Kami kemarin mengusulkan usul perubahan UUD agar KY berubah nama menjadi Dewan Yudisial dengan kewenangan yang lebih menyerupai model Eropa. Karena secara sistem hukum kita lebih mendekati eropa. Termasuk di dalamnya masalah kode etik dan disiplin hakim," jelas Aidul.