Putusan PTUN Menangkan Jokowi Soal Status Nonaktif Ahok

19 Mei 2017 11:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Basuki Tjahaja Purnama ketika sidang. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Basuki Tjahaja Purnama ketika sidang. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pada saat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi tersangka kasus dugaan penodaan agama, Presiden Joko Widodo tidak langsung menonaktifkannya. Keputusan Presiden Jokowi tersebut kemudian digugat oleh Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui tujuh kali persidangan, perkara tersebut akhirnya sudah memasuki sidang pembacaan vonis. Pada putusannya, hakim menolak permohonan yang diajukan oleh Parmusi. Dengan demikian, keputusan Presiden Jokowi tidak menonaktifkan Ahok dibenarkan oleh hakim.
"Mengadili, dalam eksepsi, menyatakan eksepsi termohon tidak diterima untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon," bunyi putusan hakim yang dilansir dari laman Mahkamah Agung, Jumat (19/5).
Putusan tersebut dibacakan pada hari Kamis (18/5) kemarin. Majelis hakim yang memutuskan perkara itu diketuai oleh Roni Erry Saputra, dengan hakim anggota Oenoen Pratiwi dan Tri Cahya Indra Permana.
Parmusi mengajukan gugatan pada 12 April 2017 ke PTUN Jakarta lantaran mereka menutut Presiden Jokowi agar segera menonaktifkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tuntutan tersebut karena Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penodaan agama.
ADVERTISEMENT
Mereka berargumen bahwa Ahok harus diberhentikan sementara berdasarkan Pasal 83 ayat 1 pada Undang-Undang 24 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal tersebut berbunyi: Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Parmusi menilai Ahok layak diberhentikan lantaran sudah memenuhi ketentuan didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun. Salah satu pasal yang didakwakan kepada Ahok yakni pasal 156 a KUHP mengenai penodaan agama mengatur ancaman hukuman paling lama 5 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Namun kemudian argumen Parmusi tersebut ditolak oleh hakim. Hakim menilai argumen yang diajukan oleh Parmusi tidak bisa diterima sehingga permohonan ditolak.
Saat ini, Ahok sudah diputusakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ahok divonis penjara selama dua tahun dan bahkan langsung menjalani penahanan usai putusan dibacakan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sudah memberhentikan sementara Ahok dari kursi Gubernur DKI setelah ada putusan bersalah itu.