Bui untuk Pasutri Pembuat Vaksin Palsu

20 Maret 2017 22:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Rita dan Hidayat, terdakwa vaksin palsu  (Foto: Facebook/Rita Agustina)
zoom-in-whitePerbesar
Rita dan Hidayat, terdakwa vaksin palsu (Foto: Facebook/Rita Agustina)
Dua terdakwa perkara vaksin palsu yang juga pasangan suami-istri (pasutri), Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Bekasi. Hidayat divonis penjara selama 9 tahun, sementara istrinya divonis 8 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
"Kedua terdakwa terbukti bersalah memproduksi alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar," kata ketua majelis hakim Marper Pandiangan saat membacakan vonis, seperti dilansir Antara, Senin (20/3).
Menurut Marper, putusan itu dijatuhkan berdasarkan pertimbangan dari sejumlah barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum, dan keterangan 16 saksi serta empat ahli hukum selama agenda persidangan.
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa pasangan suami istri tersebut terbukti memproduksi vaksin palsu jenis Pediacel, Tripacel, Engerix B, menggunakan bahan-bahan yang tidak higienis di rumahnya di Perumahan Kemang Pratama RT 009 RW 35, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi sejak 2010-2016.
"Bahan baku yang digunakan adalah klem, palu, dan jarum suntik. Caranya yaitu botol bekas dicuci menggunakan alkohol dan dikeringkan. Setelah itu, cairan akuades dicampur dengan vaksin DT/TT dalam dimasukkan ke dalam botol kaca. Kemudian botol ditutup dengan karet dan diklem," kata Marper.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan persidangan juga terungkap kedua terdakwa itu mulai berprofesi sebagai produsen vaksin palsu karena ajakan dari terdakwa Iin Sulastri dan Syafrizal. "Terdakwa tergiur dengan keuntungannya sehingga mereka berhenti dari profesinya sebagai perawat rumah sakit dan mulai membuat vaksin palsu," kata Marper.
Hukuman yang diterima kedua terdakwa lebih ringan dari tuntutan penuntut umum yakni masing-masing 12 tahun penjara dengan denda masing-masing Rp 300 juta.
Secara terpisah, kuasa hukum terdakwa, Rosyan Umar, menilai vonis yang dijatuhkan hakim berdasarkan Undang-Undang Kesehatan dan Perlindungan Konsumen terlalu berat. Menurut dia, kedua kliennya melakukan hal tersebut karena faktor ekonomi.
ADVERTISEMENT
"Tadinya saya berharap vonis yang diberikan majelis hakim merujuk pada perilaku produsen saja dengan hukuman lima tahun penjara atau denda, namun faktanya klien saya dijerat dengan sejumlah pasal," kata Rosyan.
Rosyan menyarankan kliennya untuk melakukan upaya hukum banding. "Saya menyarankan agar klien saya menempuh banding ke Pengadilan Tinggi, namun mereka masih mempertimbangkan sampai tujuh hari ke depan," kata dia.