Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Menggagas Batasan Waktu Surat Tuntutan dalam RUU KUHAP
4 Maret 2025 18:00 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Taufik Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu asas utama dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas cepat ini dikenal dengan adagium justice delayed justice denied yang bermakna proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak. Seiring perkembangan zaman, masyarakat makin menuntut pelaksanaan peradilan cepat yang berkaitan dengan waktu penyelesaian perkara yang tidak berlarut-larut.
ADVERTISEMENT
Sistem peradilan dapat dianalogikan sebagai lari estafet. Bila terjadi keterlambatan, dapat disimpulkan ada pelari yang kecepatannya tidak sesuai dalam mencapai tujuan garis finis. Terwujudnya peradilan yang cepat dipengaruhi kinerja jaksa penuntut umum dan hakim, khususnya mengenai seberapa efisien penggunaan waktu yang digunakan untuk menyusun surat tuntutan dan putusan.
Penulis melakukan riset untuk melihat efisiensi waktu penyusunan surat tuntutan, Hasilnya menunjukkan Pengadilan Negeri Tapaktuan pada tahun 2024 dari 22 perkara tuntutan selesai dalam 1 kali agenda (24,17%), 28 perkara tuntutan selesai dalam 2 kali agenda (30,76%), 29 perkara tuntutan selesai dalam 3 kali agenda (31,86%), 11 perkara tuntutan selesai dalam 4 kali agenda (12,08%), dan 1 perkara tuntutan selesai dalam 5 kali agenda (1,09%). Pada praktiknya masing-masing agenda diberi waktu selama 1 minggu, dari data tersebut terdapat 45,03% surat tuntutan baru selesai dibacakan di atas 2 minggu (>2 agenda sidang).
ADVERTISEMENT
Secara rinci dari 41 perkara (45,03%) hanya 4 perkara yang harus melalui proses rencana penuntutan ke Kejaksaan Tinggi yakni perkara minyak gas bumi dan pertambangan. Selain 4 perkara tersebut diantaranya perkara narkotik, pencurian, penggelapan, kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, informasi transaksi elektronik dan penganiayaan yang jenis pidana tersebut tidak memerlukan rencana penuntutan oleh Kejaksaan Tinggi.
Pengaturan batasan waktu mengajukan surat tuntutan memang tidak diatur dalam KUHAP. Penentuannya diserahkan kepada penuntut umum dengan persetujuan oleh hakim. Permasalahannya hakim juga tidak berikan dasar hukum untuk membatasi waktu pengajuan surat tuntutan, sehingga bergantung pada ketegasan masing-masing individu hakim saja.
Ketiadaan batasan waktu penyusunan surat tuntutan secara psikologis menyebabkan penuntut umum tidak memiliki kesadaran untuk menyelesaikan surat tuntutan dalam waktu yang cepat. Cepat atau lambatnya penyelesaian tergantung pada etos kerja individu masing-masing penuntut umum. Tanpa batasan waktu ditambah dengan etos kerja yang kurang baik menciptakan situasi lambatnya penyelesaian penyusunan surat tuntutan, akhirnya berdampak negatif terhadap keseluruhan jalannya sistem peradilan.
ADVERTISEMENT
Dampak negatif yang timbul yakni pertama, waktu penyelesaian perkara di persidangan menjadi makin panjang (tidak efisien) dan tidak terpenuhinya asas peradilan cepat. Kedua, terhadap terdakwa yang ditahan dalam perkara yang diselesaikan dengan keadilan restoratif memperpanjang waktu terdakwa berada dalam tahanan. Bila dilihat dari perspektif lebih luas hal ini juga merugikan negara karena harus ada biaya lebih selama terdakwa ditahan. Hal ini penulis temukan langsung dalam perkara nomor 17/Pid.B/2024/PN Ttn perkara pencurian, nomor 27/Pid.Sus/2024/PN Ttn perkara penganiayaan terhadap anak dan nomor 47/Pid.B/2024/PN Ttn perkara penipuan, yang perkara tersebut sudah tercapai perdamaian namun proses penyusunan tuntutan memerlukan waktu 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali agenda persidangan.
Dampak ketiga adalah kepuasan masyarakat terhadap jalannya persidangan dapat menurun. Kondisi ini misalnya keluarga Terdakwa yang harus berulang kali menyempatkan waktu dan mengeluarkan biaya untuk hadir ke persidangan namun sidang ditunda dengan alasan tuntutan belum selesai. Hal ini bila terus berulang-ulang terjadi, akan menimbulkan stigma negatif bahwa proses persidangan itu lambat.
ADVERTISEMENT
Pentingnya pengaturan pembatasan waktu penyusunan Surat Tuntutan pertama, yakni agar proses lama/cepatnya penyusunan surat tuntutan tidak hanya tergantung pada sikap dan dedikasi kerja individu saja, melainkan harus dibarengi paksaan untuk dapat menyelesaikan tugas dalam koridor waktu yang ditentukan. Kedua, pembatasan waktu ini juga dapat berfungsi sebagai indikator penilaian keseriusan seorang penuntut umum dalam melaksanakan peradilan yang cepat, serta indikator kinerja individu apakah memiliki kinerja yang biasa saja, baik, atau baik sekali dalam hal kecepatan dan ketepatan waktu penyusunan surat tuntutan.
Ketiga, bahwa pembatasan waktu penyusunan surat tuntutan dapat mengurangi kecurigaan publik atas lambatnya penyelesaian perkara sekaligus mencegah potensi oknum-oknum mafia hukum memanfaatkan waktu tersebut untuk melakukan praktik transaksi kotor. Keempat, pembatasan waktu sebagai langkah mewujudkan peradilan yang cepat dan sesuai dengan perkembangan zaman, yakni perkembangan teknologi informasi yang dapat membantu percepatan penyelesaian tugas-tugas kerja (penyusunan tuntutan). Penggunaan sarana teknologi informasi dapat memangkas panjangnya birokrasi rencana penuntutan atau petunjuk penuntutan kepada penuntut umum yang selama ini terjadi berminggu-minggu bahkan sampai satu bulan.
ADVERTISEMENT
Lambatnya penyusunan surat tuntutan bukanlah hal yang sepele karena hal itu merupakan salah satu tugas pokok yang diberikan undang-undang. Dengan berbagai macam tugas-tugas baru yang diemban seorang jaksa penuntut umum saat ini, bukan berarti dapat menjadi alasan untuk menunda penyelesaian surat tuntutan.
Aturan mengenai batasan waktu selain berfungsi untuk membatasi, juga berfungsi menciptakan keseragaman proses. Peradilan yang cepat mustahil tercapai tanpa adanya aturan yang menetapkan suatu batasan waktu tertentu dalam penyelesaian perkara. RUU KUHAP harus lebih banyak memuat aturan batasan waktu yang jelas, tidak menggunakan kata-kata seperti “segera, dalam waktu singkat”.
Penulis mengajak pada seluruh lapisan masyarakat untuk mengawal seluruh materi RUU KUHAP, bukan mengenai tema ini saja. penting guna memastikan RUU KUHAP disusun dengan sebaik-baiknya dan menghasilkan peraturan yang lebih komprehensif. Hal ini sebagai wujud partisipasi aktif warga negara untuk mewujudkan sistem peradilan yang lebih baik. Tentu saja, kita tidak menghendaki permasalahan-permasalahan yang muncul selama pelaksanaan KUHAP lama terulang lagi pada RUU KUHAP yang baru.