Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Budaya Politik dalam Konsolidasi Demokrasi Indonesia
21 April 2023 17:54 WIB
Tulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilihan Umum 2024 untuk eksekutif dan legislatif di tingkat pusat dan daerah masih dipengaruhi oleh dampak politik dari pemilihan umum sebelumnya. Dampak tersebut merupakan orientasi, sikap, atau perilaku masyarakat dalam berpolitik, yang disebut sebagai budaya politik (Almon dan Verba, 1989) yang masih ada hingga sekarang. Perilaku masyarakat Indonesia dalam demokrasi tercermin dalam (i) hasil survei toleransi yang dilakukan oleh Litbang Kompas dan (ii) pengukuran indeks demokrasi oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) yang dilakukan pada tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa toleransi masyarakat Indonesia cenderung tinggi, namun terdapat catatan bahwa Indonesia masih menghadapi potensi ancaman serius terutama dalam hal toleransi terhadap perbedaan agama dan politik. Sementara itu, EIU menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Indonesia dalam demokrasi cukup tinggi, tetapi masalahnya hampir sama dengan survei Litbang Kompas, yaitu budaya politik masyarakat Indonesia masih rendah.
Dampak dan hasil survei tersebut masih terlihat nyata hingga saat ini, di mana terdapat kerentanan dalam budaya politik seperti sikap dan toleransi terhadap perbedaan pandangan politik yang akan mengancam reformasi Indonesia. Yang terbaik untuk dilakukan sekarang adalah mengatasi kerentanan tersebut dengan melakukan konsolidasi demokrasi untuk menstabilkan demokrasi di Indonesia (Kris Nugroho, 2001).
ADVERTISEMENT
Tulisan ini akan mengulas lebih jauh bagaimana seharusnya (i) bangsa Indonesia membangun budaya politik, (ii) melakukan konsolidasi demokrasi untuk integrasi nasional.
Membangun Budaya Politik
Budaya politik masyarakat Indonesia akhir-akhir ini ditandai dengan banyaknya ketegangan, kebencian antar kelompok beridentitas agama, etnis dan golongan yang mengancam integrasi nasional. Indonesia harus mengintegrasikan semua perbedaan supaya tidak terjadi perpecahan yang mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia.
Seharusnya dari kurun waktu kemerdekaan Indonesia sampai sekarang permasalahan budaya politik seperti di atas sudah selesai, jika masyarakat Indonesia sadar kembali bagaimana negara ini didirikan atas empat konsensus dasar, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD NRI 45, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Empat konsensus dasar tersebut ditambah akan menolak politisasi identitas dan memperkokoh rasa kebangsaan, kesatuan dan persatuan di kalangan warga negara Indonesia. Namun sayangnya, pasca reformasi 1998 dan era otonomi daerah terlihat internalisasi terhadap empat konsensus dasar di kalangan masyarakat terutama dalam penyaluran aspirasi politiknya semakin berkurang. Sikap demikian perlu diwaspadai karena ancaman perpecahan dan mengganggu integrasi nasional.
ADVERTISEMENT
Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi semangat walaupun banyak perbedaan di antara masyarakat Indonesia, tetapi mempunyai satu pandangan dan jiwa yang integral yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Satu pandangan dan jiwa ini dibentuk dengan menumbuhkan rasa cinta dan bangga kepada tanah air Indonesia, rasa toleransi dan kebersamaan, rasa empati terhadap nasib dan perjuangan. Jika pandangan dan jiwa ini terbentuk maka dalam semua aspek berbangsa dan bernegara ditujukan kepada kejayaan Indonesia, bukan kepada kekuasaan, kejayaan sekelompok identitas saja.
Demokrasi di Indonesia menyediakan ruang bagi setiap anggota masyarakat atau lewat perwakilannya untuk berekspresi, menyalurkan inspirasi dengan tetap menghargai hak-hak individu untuk kepentingan bersama. Dengan budaya politik seperti ini, demokrasi di Indonesia akan jadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Internalisasi nilai Pancasila harus dilakukan kembali untuk kepentingan nasional yaitu menyatukan kembali pandangan dan jiwa masyarakat Indonesia yang sempat terpecah. Permasalahannya adalah sudah lumayan lama, yaitu setelah Reformasi 1998 Pancasila terasa agak jauh dan tidak tersebut atau terucap lagi dalam keseharian kehidupan bangsa Indonesia.
Pendekatan baru harus terapkan dengan tidak mengedepankan doktrinasi/dogmatis seperti di era orde baru, melainkan bagaimana nilai Pancasila dijalankan dalam ruang hidup bangsa Indonesia. Dengan internalisasi seperti ini sebenarnya bangsa Indonesia sudah melakukan satu tahapan konsolidasi demokrasi yang dimaksudkan di atas.
Konsolidasi Demokrasi
Andreas Schedler (1998) mengatakan setelah runtuhnya pemerintahan otoriter menuju pemerintah demokratis, tugas besar selanjutnya adalah menstabilkan dan menjaga jangan sampai keadaan tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya. Proses penguatan dan stabilitas era demokrasi yang baru ini disebut dengan konsolidasi demokrasi.
ADVERTISEMENT
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa negara tersebut memiliki sistem politik yang stabil, berfungsi dengan baik, dan mampu menjalankan praktik-praktik demokrasi secara efektif. Proses ini mencakup memperkuat sistem hukum, kebebasan pers dan hak asasi manusia, meningkatkan partisipasi politik, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Konsolidasi demokrasi penting untuk melindungi hak-hak dan kebebasan individu dalam sistem politik yang demokratis.
Lebih jauh Kacung Marijan (2019) mengingatkan konsolidasi demokrasi sebuah negara tidak semuanya bergerak linear, serta merta berjalan mulus dan menuju kemapanan, bisa saja negara tersebut gagal dan kembali ke sistem yang otoriter. Semua negara yang berproses menuju demokrasi, termasuk Indonesia, selalu menghadapi masalah konsolidasi demokrasi.
Keruntuhan order baru menandakan bahwa Indonesia masuk ke era demokrasi baru, di mana banyak perubahan telah terjadi terhadap entitas demokrasi seperti parlemen, kepolisian, hubungan pemerintah pusat dan daerah, serta pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
Kesuksesan Indonesia mengubah sistem pemilihan umum menjadi pemilihan langsung dan serentak telah banyak mendapat apresiasi dari mancanegara.
Namun demikian dalam konteks konsolidasi demokrasi, Indonesia masih menghadapi permasalahan besar terutama budaya politik yang terutama terbentuk sejak penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada setelah tahun 2014. Di atas sudah disarankan masyarakat Indonesia untuk kembali melihat empat konsensus dasar terbentuknya negara Republik Indonesia.
Empat konsensus dasar tersebut menjadi adalah dasar bangsa Indonesia membentuk wawasan kebangsaan dalam mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional dimana pemilihan umum adalah salah satu agenda kegiatannya.
Demokrasi dan Integritas Nasional
Perbedaan pendapat sering sekali terjadi dalam demokrasi, apalagi untuk bangsa Indonesia yang multikultural. Jika masing-masih golongan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia mengagendakan dominasi mutlak golongannya sendiri dalam kehidupan bernegara, maka konsolidasi untuk stabilasasi demokrasi era reformasi menjadi terancam.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Valina Singka Subekti (2015) menekankan pentingnya pemantapan wawasan kebangsaan bagi warga negara Indonesia dalam berdemokrasi.
Wawasan kebangsaan harus sesuai dengan konteks kekinian di mana orientasi masa lalu adalah sebagai modal melawan penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan, dengan konteks kekinian wawasan kebangsaan diperlukan untuk mengantarkan bangsa Indonesia ke tingkat kemakmuran dan kesejahteraan, melalui pembangunan nasional yang memerlukan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam konteks demokrasi dan politik kekinian, yaitu transisi demokrasi yang memerlukan konsolidasi, maka budaya politik yang berlandaskan nilai falsafah hidup bangsa, wawasan kebangsaan harus dikedepankan di atas kepentingan kelompok, golongan dengan mempolitisasi identitasnya.
Budaya politik yang berwawasan kebangsaan menjadi penentu kualitas pemilihan umum serentak di tahun 2024 beberapa bulan lagi. Wawasan kebangsaan ini harus tertanam pada orientasi perilaku semua pihak yang terlibat dalam pemilihan umum, yaitu para pemilih, kandidat calon, pengurus partai, media, pemerintah, penyelenggara dan pengawas pemilu.
ADVERTISEMENT
R. Siti Zuhro (2018) mengingatkan bangsa Indonesia untuk tidak perlu mempertentangkan demokrasi Indonesia dengan empat konsensus dasar dalam pendirian negara Republik Indonesia tersebut di atas. Sebab bila pertentangan dan benturan ini yang terjadi, maka Indonesia akan kehilangan roh dan pegangan yang menyebabkan negeri ini akan terpuruk dan oleng.
Sebagai kesimpulan dapat dilihat bahwa pemilihan umum tahun 2024 di Indonesia masih dibayangi oleh residu politik dari pemilihan sebelumnya, yang mencerminkan budaya politik masyarakat Indonesia yang masih rendah.
Survei menunjukkan bahwa toleransi masyarakat Indonesia tergolong tinggi, namun ada potensi ancaman serius terutama untuk toleransi beragama dan berpolitik. Langkah terbaik adalah melakukan konsolidasi demokrasi dalam rangka menstabilkan demokrasi di Indonesia.
Indonesia harus mengintegrasikan semua perbedaan untuk menghindari perpecahan dan mengancam integrasi nasional. Untuk itu, perlu dilakukan internalisasi nilai Pancasila kembali untuk menyatukan pandangan dan jiwa masyarakat Indonesia yang terpecah dan memperkokoh rasa atau wawasan kebangsaan, kesatuan, dan persatuan di kalangan warga negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Satu pandangan dan jiwa ini dibentuk dengan menumbuhkan rasa cinta dan bangga kepada tanah air, rasa toleransi dan kebersamaan, rasa empati terhadap nasib dan perjuangan sesama bangsa Indonesia.