Konten dari Pengguna

Hidup Adalah Pilihan, Korupsi Juga

Taufiq A Gani
Peminat bidang teknologi informasi, literasi dan perpustakaan, reformasi birokrasi, dan ketahanan nasional.
8 April 2023 9:59 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Berita online tentang operasi tangkap tangan terhadap Bupati Kepulauan Meranti Riau oleh aparat KPK RI pada Kamis malam, 6 April 2023 sungguh sangat mengejutkan.
ADVERTISEMENT
Kenapa tidak, dengan keberanian beliau membela kepentingan daerah terhadap dana pembangunan daerah tentu harapan dan dugaan kita ada latar belakang akuntabilitas dan integritas yang kuat dalam kepemimpinan beliau, ternyata hari ini kita dikejutkan beliau sudah harus berhadapan dengan proses hukum.
Hidup adalah pilihan, korupsi juga (KPK, 2016) memantik penulisan artikel ini. Rasanya semakin sulit mencari sosok keteladanan di negeri ini.
Apalagi kalau kita lihat beberapa tokoh dan pejabat (dosen atau pimpinan perguruan tinggi) yang di mata masyarakat berprofesi sangat mulia, sangat disayangkan memilih cara hidup yang berhadapan dengan hukum, yaitu korupsi. Keteladanan semakin sulit dicari, dengan korupsi dalam pusaran politik dan birokrasi.
Dalam kuliah PKN (d/h PIM) Tingkat II Angkatan I tahun 2022, Dr. Makhdum Priyatno, Widyaiswara Utama LAN RI menyebutkan bahwa “korupsi itu tidak ada, yang ada ketiadaan integritas”. Pernyataan ini sangat membekas dan memotivasi untuk menggali lebih jauh apakah makna dari integritas.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap diskusi umum, kita sering mendapatkan bahwa menciptakan integritas pada diri sendiri adalah sebuah jargon penghibur untuk sesuatu yang sangat sulit diwujudkan. Alasan itu yang membawa Taufiq (2023) di media kumparan mencoba menuliskan kesadaran terhadap keadaan yang sangat ideal, yaitu integritas.
Integritas hanya ada pada pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya sendiri dengan didukung oleh tiga keadaan, yaitu saya sudah cukup, saya sudah selesai, dan saya punya ketahanan diri.
Narasi yang sangat ideal ini, seperti seorang dewa bukan bermakna memamerkan kesucian dan melawan arus, melainkan untuk menciptakan kesadaran terhadap titik balik kita bersama, yang mungkin telah menempuh perjalanan jauh dalam berkarier. Ke manakah kita akan kembali, selain kepada keadaan yang ideal, walau hanya dalam sebuah impian?
Ilustrasi pemimpin. Foto: Shutterstock
Kuliah-kuliah dan modul belajar mandiri tentang membentuk integritas sangat mudah sekali diakses dan dibaca sekarang, salah satu yang terbaik adalah modul materi “Integritas untuk Umum” (c) KPK RI 2016.
ADVERTISEMENT
Modul tersebut sangat baik untuk dibaca dan dijalani karena disajikan bukan sebagai teori dan filsafat, tetapi dengan contoh nyata dari sosok keteladanan pejabat yang pernah memimpin negeri ini beserta contoh lainnya.
Selanjutnya modul tersebut meminta pembaca untuk berdiskusi dan menulis atas kejadian yang dialami oleh sosok keteladanan tersebut. Sebuah peribahasa mengungkapkan bahwa satu keteladanan adalah lebih baik dari seribu nasihat.
Exemplary leadership atau kepemimpinan patut dicontoh adalah model kepemimpinan yang sudah dipatenkan oleh Jim Kouzes and Barry Posner (2014) berdasarkan buku yang mereka tulis dengan judul The Leadership Challenge.
Model yang dimaksud adalah ketika pemimpin mengalami atau mempraktikkan yang terbaik pada dirinya, pemimpin tersebut sudah menunjukkan caranya, menginspirasi pandangannya, menantang proses, mendorong orang lain bertindak, dan mendorong hatinya sebagai sebuah keteladanan.
ADVERTISEMENT
Dari paten model dalam buku tersebut, keteladanan dijadikan sebagai sosok ideal atau ukuran untuk perubahan diri di saat kita tidak tahu cara untuk melakukan perubahan.
Dalam konteks tulisan ini, keteladanan diharapkan lahir dari pemimpin untuk dapat menginspirasi para pengikut dan orang sekitarnya. Dari inspirasi itu diharapkan akan terjadi duplikasi di mana pengikut dan orang sekitarnya dapat melakukan hal yang sama.
KPK RI dalam buku “Integritas untuk Umum” tersebut di atas telah menyajikan bagaimana contoh keteladanan yang ditunjukkan oleh Baharudin Lopa (mantan Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman, pada masa Presiden Abdurrahman Wahid) dan dan R. Suprapto (mantan Jaksa Agung jaman pemerintahan Presiden Sukarno, tahun 1951-1959).
Keteladanan terhadap integritas Baharuddin Lopa terlihat saat beliau marah besar karena seorang jaksa mengisikan bahan bakar ke dalam mobil dinasnya, sementara R. Suprapto memerintahkan putrinya untuk mengembalikan gelang pakistan yang diberikan oleh seseorang. Kegirangan sang putri tercinta, tidak menggoyahkan bapak kejaksaan Indonesia untuk menegakkan integritas
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan kita saat ini, semakin sulit sekali menemukan kepemimpinan yang dapat menjadi sosok keteladanan. Ini disebabkan karena kepemimpinan saat ini tidak bisa berdiri sendiri, sangat bergantung pada banyak pihak.
Kepemimpinan dimaksud adalah hasil cascading (tingkatan) arah ke atas atau ke bawah yang akan saling berinteraksi. Cascading arah ke bawah mengalirkan keteladanan kepada semua anggota. Dalam konteks ini tanggung jawab pimpinan adalah memberikan bimbingan dan contoh integritas kepada para anggota.
Permasalahan sering terjadi saat cascading arah ke atas, yaitu saat berhubungan dengan pimpinan yang lebih tinggi. Pertanyaannya adalah; (i) bagaimana kita bisa tetap mempertahankan integritas dalam berhadapan dengan cascading atau hierarki ke atas; (ii) Bagaimana bisa tetap bertahan pada nilai ideal sementara tekanan dari atas dan lingkungan sangat kuat.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini sangat banyak terjadi, terlebih jika pemilihan dan penetapan pimpinan tidak murni berdasarkan asesmen kompetensi dan rekam jejak karier, melainkan lewat proses politik yang penuh dengan isu politik uang atau mahar yang marak terjadi saat ini. Tawar menawar (bargaining) antara kepentingan politik dengan posisi jabatan dikemas sangat rapi.
Dalam struktur pemerintahan, percampuran politik dan birokrasi tidak bisa dielakkan, keduanya secara ideal akan saling mendukung dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan. Politik bertujuan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan keputusan strategis yang akan mempengaruhi arah kebijakan pemerintah.
Di sisi lain, birokrasi bertugas melaksanakan kebijakan dan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, politik dan birokrasi berpotensi tidak sejalan dengan risiko terbentur pada konflik kepentingan atas dasar keinginan mempertahankan kekuasaan dengan cara mempengaruhi keputusan birokrasi.
ADVERTISEMENT
Sering sekali ditemukan kepemimpinan dalam dunia birokrasi yang seharusnya bisa lebih dapat mempertahankan integritas dan bebas dari konflik kepentingan, namun tidak mampu bertahan atas kuatnya tekanan kepemimpinan politik.
Permasalahan berat di Indonesia saat ini adalah masalah integritas kepemimpinan hasil proses politik, seperti para menteri, kepala daerah dan anggota DPR/DPRD yang harus berhadapan dengan hukum karena kasus korupsi.
Kita juga bisa melihat bagaimana jabatan rektor atau pimpinan perguruan tinggi negeri yang juga dipilih berdasarkan pemungutan suara sebenarnya hasil dari proses politik juga. Pemilihan rektor yang melibatkan anggota senat dan menteri (dengan porsi suara 30 persen) juga dibayangi oleh hubungan erat dengan proses politik, dan ini menjadi budaya politik yang dikemas sangat halus dan rapi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian tidak berlebihan kalau dikatakan integritas kepemimpinan yang bersinggungan dengan proses politik di Indonesia patut dipertanyakan karena kenyataan kebutuhan pembiayaan logistik proses politik di Indonesia yang masih sangat tinggi dengan return of investment terpaksa integritas dan kebebasan konflik kepentingan terancam dan tergadaikan.
Dengan dasar di atas persoalan integritas dalam kepemimpinan di lingkungan pemerintahan di Indonesia akan lebih jelas kalau kita melihatnya dalam konteks kepemimpinan birokrasi dan kepemimpinan politik.
Kepemimpinan birokrasi rentan sekali dipengaruhi oleh kepentingan politik yang mengancam integritas, di tengah kebutuhan integritas untuk menjaga kepercayaan publik, efektivitas dan efisiensi pembangunan, dan pemerintahan yang bersih.
Petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kota Banda Aceh mengkampanyekan anti politik uang. Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Terakhir, tulisan ini ingin memberikan gambaran bagaimana kepemimpinan birokrasi selaku administrator pemerintahan dapat berkontribusi menjadi benteng penegakan integritas.
ADVERTISEMENT
Sebagai administrator pemerintahan, kepemimpinan birokrasi memiliki kesempatan besar untuk, pertama, menerapkan standar operasional, budaya dan etika untuk membangun integritas; program pemerintah dalam hal pengembangan zona integritas dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk.
Kedua, menerapkan demokrasi, partisipatif dan transparansi dalam pengambilan keputusan sehingga terhindar dari konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, menerapkan sistem pengawasan dan pengendalian internal yang ketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau tindakan yang tidak etis.
Keempat, bekerja sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) supaya pimpinan birokrasi tidak sendiri dalam penegakan integritas; proses audit, reviu, monitoring dan evaluasi adalah sarana untuk menjaga kesehatan birokrasi pemerintahan.
Kelima, menerapkan sistem manajemen berbasis teknologi informasi untuk sistem keuangan, pengadaan barang dan jasa, pelaporan whistleblower, dan manajemen aset. Lima usulan di atas dapat menjadi serum untuk menjaga imunitas untuk tetap berintegritas, dan membangun keteladanan dalam kepemimpinan.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan dapat kita lihat bahwa keteladanan dalam kepemimpinan pemerintahan sangat diperlukan untuk membentuk pemerintahan yang bersih. Sementara itu integritas masih menjadi kata kunci dalam pemerintahan yang bersih, yaitu bebas dari korupsi.
Namun pemerintahan bukan semata masalah birokrasi saja, ada pengaruh politik yang telanjur menanggung pengembalian atas pembiayaan tinggi dalam proses politik.
Percampuran kepemimpinan politik yang penuh beban, tuntutan return of investment dari proses politik di atas tadi dengan kepemimpinan birokrasi membuat keteladanan dari kepemimpinan di Indonesia semakin sulit ditemukan. Namun, hidup ini adalah pilihan, korupsi juga.