Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Literasi dan Antikorupsi
24 April 2023 5:05 WIB
Tulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita sama-sama bisa melihat bagaimana korupsi masih menjadi masalah serius di negara yang sama-sama kita cintai ini. Kenapa tidak? Kita belum selesai membicarakan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Kabupaten Meranti, terjaring pula Bapak Wali Kota Bandung beberapa hari kemudian.
ADVERTISEMENT
Dengan kejadian itu, rasanya, kita tidak bisa menolak hasil pengukuran Transparency International dan laporan KPK RI tentang tingkat korupsi di Indonesia. Kita lihat nilai Corruption Perception Index yang menurun dari tahun 2019 sampai tahun 2022. Kita lihat juga jumlah pejabat yang terlibat korupsi, lalu diperkarakan oleh KPK RI telah meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2020 ke tahun 2022. Kita harus berlapang dada menerima bahwa memang tindakan korupsi di Indonesia sudah sangat serius.
Namun demikian, di lain sisi kita bisa melihat laporan BPS yang melaporkan bahwa perilaku antikorupsi di kalangan masyarakat Indonesia naik. Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia tahun 2022 mencapai 3,93, naik dari capaian tahun 2021 sebesar 3,88. IPAK terdiri dari dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman.
ADVERTISEMENT
Indeks Persepsi IPAK turun dari 3,83 menjadi 3,80 sedangkan Indeks Pengalaman meningkat dari 3,90 menjadi 3,99. Angka ini bermakna yang baik bagi kita, yaitu walau persepsi atau pemahaman antikorupsi masyarakat kita menurun, tapi yang sedikit membahagiakan bahwa pengalaman antikorupsinya naik .
Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara umum kesadaran antikorupsi di masyarakat kita menurun. Dari pengalaman terlihat walau secara umum masyarakat kita semakin antikorupsi, ternyata ada sekelompok orang (pejabat pemerintah) yang belum terjamah dengan baik untuk berkomitmen antikorupsi, sehingga angka kasus yang ditangani KPK RI terus naik.
Hasil survei yang disajikan di atas harus kita sikapi dengan terus mendorong peningkatan perilaku antikorupsi di semua lapisan masyarakat. Karena ini menyangkut perubahan perilaku, intervensi pemerintah harus ada, yaitu dengan pendidikan dan sosialisasi. Maksudnya pemerintah perlu menyediakan pendidikan antikorupsi yang berkualitas dan mudah diakses.
ADVERTISEMENT
Pendidikan didesain sedemikian rupa untuk menciptakan kesadaran di masyarakat akan pentingnya perilaku antikorupsi, setelah itu masyarakat harus dapat melihat contoh keteladanan dari orang-orang yang berpengaruh, boleh dari tokoh di masa lalu. Harapannya tentu saja, masyarakat akan terpengaruh melakukan hal yang sama dengan contoh keteladanan tersebut.
Jadi, kita mencatat bahwa pendidikan berkualitas, informasi yang transparan dan mudah diakses adalah bagian dari gerakan literasi , yang diharapkan semakin meningkatkan perilaku antikorupsi.
Kita sudah sering mendengar kata literasi, yaitu sering dikaitkan dengan informasi, dan disebut literasi informasi, sebagai keterampilan penting bagi kita di era digital saat ini. Kita lihat juga bagaimana teknologi dan informasi semakin berkembang pesat, sehingga keterampilan ini bukan lagi menjadi kebutuhan khusus, namun sudah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan di atas, kita menjadi tertarik untuk mencoba mengupas bagaimana sebenarnya literasi ini dapat mendukung antikorupsi di negara kita ini.
Gerakan Literasi
Ada dua lembaga yang akan kita ulas dalam gerakan literasi ini, yaitu UNESCO dan Perpustakaan Nasional RI.
Yang pertama, UNESCO dalam hal ini Institute for Lifelong Learning (UIL) mengharapkan perpustakaan dapat memainkan peran kunci dalam mempromosikan upaya literasi nasional di setiap negara. Perpustakaan harus (i) dilibatkan dalam dialog penyusunan kebijakan literasi, (ii) didukung untuk menyediakan akses gratis ke bahan bacaan, (iii) disiapkan untuk memberikan layanan yang inklusif, dan (iv) dimanfaatkan untuk memberikan data bagi pembuat kebijakan. Pemerintah harus memprioritaskan investasi di bidang perpustakaan untuk meningkatkan literasi dan pembelajaran seumur hidup bagi semua orang.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian adalah pelaksana tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan, yang tentunya menjadi penanggung jawab utama dalam literasi nasional sebagaimana yang dimaksud oleh UNESCO di atas.
Untuk itu Perpusnas RI mendefinisikan tingkatan literasi dalam konteks untuk mengukur sejauh mana literasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedapat mungkin selaras dengan isu utama pemerintah saat ini yaitu percepatan perbaikan perekonomian negara.
Perpusnas RI membagi literasi dalam lima tingkatan yaitu: (i) mengenal baca tulis hitung dan karakter, (ii) kemampuan mengakses kepada ilmu pengetahuan terbaru, (iii) kemampuan memahami yang tersirat dari yang tersurat, (iv) melahirkan inovasi dan kreativitas, dan (v) kemampuan memproduksi barang dan jasa.
Dari tingkatan literasi diatas kita bisa melihat bahwa sebenarnya Indonesia sudah menyelesaikan tingkatan pertama dan kedua yaitu (i) mengenal baca tulis hitung dan karakter dan (ii) kemampuan mengakses kepada ilmu pengetahuan terbaru.
ADVERTISEMENT
Untuk tingkatan pertama, kita bisa lihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 untuk tingkat buta huruf yaitu sebesar 1,76 persen dari total penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 1,98 persen pada tahun 2020. Meskipun demikian, kita bisa hitung bahwa masih terdapat sekitar 3,3 juta orang di Indonesia yang masih mengalami buta huruf.
Untuk tingkatan kedua, kita bisa ukur dari statistik penggunaan internet di Indonesia, yang dilaporkan oleh Datareportal, yaitu DIGITAL 2023: INDONESIA. Kita dapati bahwa pengguna internet terus meningkat setiap tahun, bahkan jumlah koneksi smartphone lebih besar daripada jumlah penduduk Indonesia. Tingginya pengguna smartphone mengindikasikan kepada kita bahwa masyarakat Indonesia semakin mudah dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan terbaru di internet.
ADVERTISEMENT
Tingkatan literasi 1 dan 2 diatas sebenarnya adalah gerakan kegemaran membaca dan penguasaan keterampilan penelusuran informasi di internet. Tingkatan tersebut belum membentuk sikap antikorupsi. Perlu diusahakan lagi supaya pengetahuan yang didapat dari tingkatan tersebut dapat dipahami secara tersirat dan tersurat, yang tidak lain adalah tingkatan 3.
Pemahaman ini diharapkan terinfiltrasi atau mengubah kejiwaan dan tingkah laku keseharian, sebagai bentuk inovasi dan kreativitas diri untuk tidak berperilaku korupsi (tingkatan 4), selanjutnya dapat menghasilkan sesuatu untuk kehidupan dan kesejahteraan yang lebih hakiki (tingkatan 5).
Sampai di sini, kita sudah dapat melihat bagaimana dengan penggunaan literasi akan dapat mempengaruhi terciptanya antikorupsi, yang terpetakan dalam tingkatan literasi.
Selanjutnya kita harus memastikan dulu apakah yang harus dilakukan oleh perpustakaan dengan kegiatan literasi sehingga dapat mendorong masyarakat naik bertahap ke tingkatan 5. Secara konvensional perpustakaan umumnya hanya berperan melalui tingkatan 1 dan 2 saja.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya Perpusnas RI sudah mendorong arah pengembangan perpustakaan bukan hanya penyedia buku, tempat membaca buku, tempat mencari buku saja (yaitu tingkatan 1 dan 2). Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah bagaimana perpustakaan menjadi lebih berinklusi dalam perubahan pola pikir, tingkah laku sehingga kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menjadi lebih baik.
Perpustakaan berinklusi dapat dibentuk jika pengelola perpustakaan bergerak dari yang statis dan pasif sebagai penyedia buku (pinjam, baca dan kembalikan buku) menjadi dinamis dan aktif berinteraksi dengan pemustaka (pengguna jasa perpustakaan) dalam pemanfaatan koleksi ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian, terjadilah perpanjangan dari peran perpustakaan yang dulunya sebagai reading space saja, menjadi working space. Perpustakaan sebagai working space menyediakan berbagai kegiatan untuk mendorong perubahan masyarakat, baik itu life-skill, religi, budaya dan ideologi kebangsaan, di mana pesan-pesan antikorupsi yang menjadi topik penulisan ini dapat terakomodir.
ADVERTISEMENT
Terkesan memang beban yang dihadapi oleh pengelola perpustakaan (pustakawan) menjadi sangat berat karena harus berhadapan dengan multi subjek. Namun tidak demikian, pustakawan tidak perlu menjadi ahli untuk semua kegiatan yang diselenggarakan. Pustakawan tidak perlu harus menjadi penyuluh antikorupsi, untuk tema yang sedang dibahas ini.
Fungsi pustakawan tidak ubahnya adalah connecting the people, yaitu menghubungkan pemustaka dengan penyuluh antikorupsi yang sudah dibina oleh KPK RI atau dengan LSM-LSM yang relevan. Pustakawan tugasnya adalah menyediakan space and time supaya terbentuk interaksi antara pemustaka dengan penyuluh di atas atau narasumber untuk kegiatan seminar dan pelatihan.
Dengan demikian pemahaman konvensional selama ini bahwa pustakawan adalah pengelola koleksi buku ilmu pengetahuan, kini berubah menjadi pengelola manusia. Pustakawan dapat meminta manusia (para narasumber), connecting the people, untuk berinteraksi berbagi ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Perpustakaan menyediakan online learning system untuk mendukung kegiatan tersebut. Untuk kegiatan yang berhubungan dengan antikorupsi, KPK RI sudah menyediakan elearning system yang cukup bagus untuk pembelajaran mandiri. Namun dengan sinergitas antar pihak, hasil yang dicapai akan lebih efektif dan efisien.