Mencerdaskan Perpustakaan

Taufiq A Gani
Peminat bidang teknologi informasi, literasi dan perpustakaan, reformasi birokrasi, dan ketahanan nasional.
Konten dari Pengguna
29 Januari 2024 15:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ruang Perpustakaan Modern, Gambar Freepik
Perpustakaan pintar (smart library) dan perpustakaan cerdas (intelligent library) keduanya merupakan hasil evolusi perpustakaan dari era kartu katalog ke era teknologi digital yang sedang kita jalani sekarang. Evolusi tersebut merupakan usaha untuk mewujudkan relevansi perpustakaan dengan perubahan gaya hidup masyarakat akibat perkembangan teknologi dewasa ini. Masyarakat di belahan dunia saat ini terdorong ke dalam kehidupan yang makin kompetitif dan ketergantungan pada informasi bagi kelangsungan hidupnya. Sehubungan dengan itu perpustakaan sebagai pusat informasi harus bertransformasi supaya tetap relevan terhadap perkembangan yang ada. Perpustakaan harus mengakomodasi keinginan masyarakat untuk mendapatkan informasi, konten dan koleksi secara cepat dan relevan dengan kebutuhan masing-masing individu masyarakat tersebut. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat berat bagi sistem perpustakaan karena kebutuhan individu tersebut sangat beragam dan terus berubah dengan cepat. Dengan demikian, evolusi perpustakaan yang pintar dan cerdas ini akan sangat menentukan mutu layanan perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Sebelum melanjutkan tentang mencerdaskan perpustakaan, kita memastikan terlebih dahulu apakah perbedaan antara pintar dan cerdas dalam konteks evolusi perpustakaan diatas.
Pengertian Pintar dan Cerdas
Jan Burian, seorang Senior Director dari International Data Corporation (IDC) dalam kolumnya di Newsletter IndustryWeek (12/03/2021) mencoba membedakan pengertian smart (pintar) dan intelligent (cerdas). Walaupun beliau berbicara pada aplikasi manufaktur, tetapi konteksnya menurut penulis masih bersifat umum dan relevan dengan perpustakaan.
Beliau menyimpulkan bahwa smart lebih menekankan pada kemampuan sistem atau perangkat untuk mengelola data secara efektif dan efisien, sedangkan intelligent lebih pada kemampuan untuk memahami, menafsirkan, dan mengeksploitasi data dengan cara yang adaptif dan kontekstual. Smart berfokus pada penggunaan teknologi untuk mengoptimalkan operasi, sementara intelligent menekankan pada kemampuan sistem untuk belajar dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dari pengertian ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang karakteristik dan implikasi dari pintar dan cerdas dalam pengembangan perpustakaan.
Layanan Deterministic Perpustakaan Pintar
Perpustakaan pintar hadir sebagai sebuah sistem yang mendigitalisasi dan mengintegrasikan teks, audio, dan video dalam sebuah sistem multimedia yang juga sering disebut perpustakaan digital. Selanjutnya, perpustakaan pintar tersebut diperkaya dengan koneksi internet dan layanan mobile dan web sehingga dapat diakses secara ubiquitous, di mana saja dan kapan saja.
Mobile Library, Gambar maniacvector/freepik
Pernyataan tentang perpustakaan pintar yang penulis utarakan di atas terlihat relevan dengan pernyataan Jan Burian sebelumnya, yaitu koleksi perpustakan dalam berbagai bentuk media sudah terkelola lebih baik.
Lebih lanjut, hasil perubahan perpustakaan konvensional ke perpustakaan pintar ini meningkatkan kepuasaan pemustaka yang makin termanjakan dengan layanan online. Disrupsi terhadap perpustakaan ternyata tidak terjadi. Perpustakaan berhasil mentransformasikan diri dan tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Namun, perpustakaan pintar masih menangani permintaan layanan secara deterministic, yaitu berdasarkan algoritma, standar operasi yang baku dan terprogram terlebih dahulu. Permintaan layanan tidak mempertimbangkan profil atau pengalaman pengguna yang sudah lama berinteraksi dengan sistem layanan. Sebagai ilustrasi, di perpustakaan pintar ketika seorang pemustaka membuka katalog online, informasi yang disajikan bersifat deterministic dan sama untuk setiap individu pemustaka.
Perpustakaan di Indonesia sudah banyak yang mengimplementasi aplikasi perpustakaan pintar. Perpusnas memiliki iPunas dan BintangPusnasEdu. Perpustakaan di berbagai provinsi/kabupaten/kota juga sudah memiliki varian dari aplikasi tersebut.
Indonesia juga memiliki aplikasi sistem manajemen perpustakaan karya anak bangsa sendiri, seperti Inlislite, SLIMS dan Lontar. Aplikasi tersebut bisa mengelola data bibliografi dan dan kontek dalam format teks, audio dan video.
ADVERTISEMENT
Namun, fitur layanan semuanya masih deterministic seperti dijelaskan di atas.
Personalisasi Layanan Dan Koleksi Generatif Perpustakaan Cerdas
Gartner, sebuah perusahaan riset dan konsultasi yang sangat terkenal di dunia teknologi informasi (TI) dan industri terkait mengumumkan bahwa sistem atau aplikasi cerdas akan menjadi salah satu dari 10 besar dalam perkembangan teknologi di tahun 2024. Aplikasi ini memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menghadirkan adaptasi pembelajaran yang memungkinkan respons yang tepat. Kemampuan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mengotomatisasi tugas-tugas yang sebelumnya memerlukan intervensi manusia. Dengan dasar yang kokoh dalam berbagai layanan kecerdasan buatan, seperti pembelajaran mesin dan analisis data, aplikasi cerdas memberikan pengalaman yang dinamis. Terlebih lagi aplikasi jenis ini akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pengguna secara intuitif.
ADVERTISEMENT
Perpustakaan sebagai pusat layanan yang tidak bisa terlepas dari teknologi informasi akan terpengaruh pada tren di atas. Perpustakaan cerdas akan menjadi tren ke depan.
Perpustakaan cerdas ini akan lebih berfokus pada personalisasi layanan. Untuk itu, kecerdasan buatan diperlukan untuk menangkap dan mempelajari pengalaman dan prevensi masing-masing individu pengguna. Dari hasil pembelajaran tersebut perpustakaan cerdas akan menyusun rekomendasi prioritas bacaan, sumber informasi, atau kegiatan literasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing individu pengguna. Pelayanan akan menjadi adaptif terhadap variasi minat individu pemustaka.
Personalisasi Layanan Di Perpustakaan, Gambar: Freepik
Dari penjelasan penulis di atas, terlihat kembali relevansi perpustakaan cerdas dengan konsep Jan Burian di atas yang menggarisbawahi kemampuan belajar dan beradaptasi terhadap sistem yang memiliki kecerdasan.
Implikasi Perpustakaan Cerdas
ADVERTISEMENT
Model perpustakaan cerdas di atas akan mengakibatkan perubahan pada kebijakan pengembangan koleksi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengembangan koleksi sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Kebutuhan pemustaka yang dulunya hanya diukur terbatas dari subjek buku dipinjam, sekarang sudah bergeser pada aktivitas yang lebih luas, yaitu pada buku atau konten yang diakses, diunduh atau dibaca. Pengukurannya juga bukan hanya sebatas konten yang berhasil didapatkan, sistem perlu menyimpan subjek atau judul konten yang tidak berhasil atau gagal didapatkan.
Kebijakan pengembangan koleksi juga terdorong untuk ditinjau ulang dengan munculnya kecerdasan buatan generatif. Sesuai Undang-Undang No 43/2017 tentang Perpustakaan, koleksi yang dikembangkan oleh perpustakaan berupa karya tulis, cetak dan rekam. Dengan kecerdasan buatan generatif, karya ciptaan tersebut mengalami perubahan menjadi tidak ditulis, dicetak dan direkam secara konvensional. Karya tulis ilmiah dan ciptaan seni dihasilkan oleh mesin cerdas dengan kualitas yang melebihi hasil ciptaan manusia. Karya cipta tersebut sebenarnya dihasilkan dari pengetahuan hasil pembelajaran sebelumnya yang disebut kecerdasan buatan generatif.
ADVERTISEMENT
Bagaimana perpustakaan cerdas mengadopsi karya ciptaan hasil dari kecerdasan buatan generatif tersebut. Perpustakaan tidak bisa berdiri sendiri dalam menentukan kebijakan ini. Perpustakaan terikat dengan regulasi hukum, yang dalam hal ini Undang-Undang No 28/2014 tentang Hak Cipta. Pada tahun 2023, pembahasan legalitas hak cipta terhadap karya cipta dari kecerdasan buatan baru sampai pada penyamaan visi, baru tahun 2024 ini banyak negara diprediksikan akan hasilkan regulasi yang mengatur legalitas karya cipta ini. Sebuah kenyataan yang sering kita hadapi adalah kehadiran regulasi hukum selalu sangat terlambat dibanding percepatan adopsi teknologi.
Adopsi kecerdasaan buatan pada aplikasi sistem manajemen perpustakaan di Indonesia masih terbatas sekali. Beberapa diantaranya adalah (i) Perpustakaan Nasional RI mencoba untuk klasifikasi koleksi secara otomatis; (ii) Perpustakaan Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh pernah mengimplementasikan data mining untuk sistem rekomendasi berdasarkan historis peminjaman untuk koleksi yang subjeknya hampir sama.
ADVERTISEMENT
Kita mengharapkan ke depan akan ada karya anak bangsa untuk layanan perpustakaan yang lebih adaptif.
Big Data Membuat Perpustakaan Lebih Cerdas
Dampak dari perpustakaan cerdas yang pertama adalah pada layanan yang diterima individu pemustaka. Implementasi layanan tersebut harus didukung oleh surveillance terhadap aktivitas pemustaka bukan hanya fisik di gedung perpustakaan, tetapi juga aktivitas mereka melalui media virtual, yaitu aplikasi mobile dan web. Surveillance akan melibatkan data yang jumlah parameter yang lebih banyak, dan pertumbuhan record yang sangat besar karena terekam dalam satuan detik.
Perpustakaan cerdas juga diharapkan mengenal pemustaka secara lebih luas bukan hanya melalui library management system yang dimilikinya saja. Informasi tentang aktivitas pemustaka saat berinteraksi di sosial media sebaiknya juga dalam pantauan. Secara umum informasi aktivitas di social media sudah banyak dimanfaatkan dalam penyusunan strategi pemasaran di banyak perusahaan. Perpustakaan seharusnya juga demikian. Social network analyzer adalah aplikasi dari kecerdasan buatan yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan perpustakaan, baik untuk kepuasan pemustaka maupun pengembangan koleksi. Dalam analyzer tersebut biasanya didapat nilai sentiment dari pemustaka terhadap kepuasaan layanan dan bisa juga kepuasaan terhadap koleksi.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini kita bisa melihat, bagaimana perpustakaan cerdas banyak terlibat dalam data yang sangat banyak variasi parameter dan jumlah record. Sehingga data-data yang dibahas di atas tergolong dalam sebuah sistem big data.
Sistem big data tidak bisa terlepas dari kecerdasan buatan. Big data sebuah perpustakaan cerdas terdiri dari himpunan data yang berisikan data numerik dan simbolik. Data numerik berisikan statistik layanan sementara data simbolik berisikan sentimen pengguna dan juga indek metadata dan full content koleksi. Dengan kompleksitas data seperti ini, metode numerik dan statistika sudah tidak tepat atau tidak mampu lagi melakukan analisis untuk menunjang kebijakan. Metode heuristik sebagai dasar kecerdasan buatan lebih sesuai dan efektif untuk menganalisis dan menghasilkan keputusan dan kebijakan yang makin kompleks.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan, evolusi perpustakaan menuju perpustakaan pintar dan cerdas mencerminkan respons terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Perpustakaan pintar menyediakan akses digital yang luas, tetapi masih bersifat deterministic. Sementara perpustakaan cerdas menggunakan kecerdasan buatan untuk layanan yang dipersonalisasi, menghadapi tantangan data besar dengan konsep big data. Ini menandai perubahan menuju perpustakaan yang adaptif, inovatif, dan responsif terhadap kebutuhan individu pengguna.