Konten dari Pengguna

Pustakawan Sebagai Kurator Ilmu Pengetahuan

Taufiq A Gani
ASN di Perpusnas RI, Peneliti di IDCI
21 Mei 2025 13:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pustakawan awalnya diperkirakan akan alami disruption hebat di tengah ledakan internet. Banyak yang mengira profesi ini akan kehilangan relevansi dan keberadaannya di era serba algoritma ini. Nyatanya, yang berubah bukan keberadaan pustakawan, melainkan perannya—dari penjaga rak menjadi kurator ilmu pengetahuan dan pembentuk kesadaran publik.
Pustakawan sebagai Kurator Ilmu Pengetahuan. Gambar dibuat dengan AI Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Pustakawan sebagai Kurator Ilmu Pengetahuan. Gambar dibuat dengan AI Freepik
Saya memiliki catatan sebagai refleksi atas peran dan transformasi perpustakaan, tempat saya bekerja sejak tahun 1994.
ADVERTISEMENT
Transformasi ini telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Pernah saat terjadinya ledakan penggunaan Internet di akhir tahun 1990-an, banyak orang beranggapan peran perpustakaan yang berstereotipe gudang buku akan segera berakhir. Para pemustaka tidak perlu lagi ke perpustakaan untuk mendapatkan bahan bacaan, pertumbuhan buku elektronik sangat cepat, demikian juga dengan majalah, surat kabar, peta, kamus dan bahan pustaka lainnya semuanya sudah berubah ke dalam format digital dan online.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada media akses, tetapi juga pada sistem klasifikasi yang menjadi fondasi kerja pustakawan.
Kode klasifikasi dulu jadi hal yang wajib dikuasai oleh para pustakawan dan pemustaka supaya cepat dalam pengklasifikasian dan penemuan kembali buku di rak, kini menjadi semakin tidak relevan lagi.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi karena buku tidak lagi disimpan secara fisik di rak, melainkan dalam layanan penyimpanan daring berbasis internet—cloud. Temu kembalinya tidak perlu mengetahui apa kode klasifikasinya, tapi cukup memberikan kata kunci dalam bahasa natural ke dalam sistem perpustakaan. Kecerdasan buatan akan sangat mudah dalam melakukannya.
Ilustrasi diatas memperlihatkan bahwa tidak semua tugas teknis pustakawan masih relevan di era digital. Algoritma kini mengambil alih banyak fungsi yang dulu dilakukan secara manual.
Sebenarnya yang terjadi adalah banyak peran pustakawan, yang sebenarnya terkategorikan low level kini terotomisasi atau terdigitalisasi. Peran pustakawan sekarang naik level ke yang lebih strategis, sebagai fasilitator literasi digital dan kurator pengetahuan yang lebih bermakna.
Pustakawan Sebagai Kurator Ilmu Pengetahuan
ADVERTISEMENT
Kurator dalam KBBI diartikan sebagai orang yang mengelola atau mengawasi sesuatu yang berkaitan dengan koleksi museum, perpustakaan, dan lain-lain. Namun pengertian dari KBBI ini terkesan pustakawan adalah petugas administratif, dengan nilai strategis yang sangat kurang.
Pustakawan sebagai kurator ilmu pengetahuan adalah syarat mutlak untuk mewujudkan visi “Perpustakaan Hadir demi Martabat Bangsa”. Di tengah banjir informasi dan algoritma yang netral tanpa nurani, pustakawan memegang peran strategis dalam menyaring, menata, dan menyuarakan pengetahuan yang membangun identitas serta harga diri bangsa.
Di balik sistem yang terus berkembang—Indonesia One Search, Katalog Induk Nasional, iPusnas, dan lisensi buku digital dari penerbit luar negeri—tersimpan kerja panjang dan serius Perpustakaan Nasional dalam membangun infrastruktur koleksi.
Tetapi sebagai pustakawan yang telah menjalani perjalanan ini dari era katalog manual hingga ekosistem digital, saya terdorong untuk bertanya: apakah koleksi yang terus bertambah itu telah benar-benar membentuk martabat bangsa sebagaimana tersirat dalam Visi Perpustakaan Nasional?
ADVERTISEMENT
Martabat bukan sekadar soal kuantitas koleksi atau kecanggihan aplikasi. Martabat terletak pada bagaimana pengetahuan dikelola, disajikan, dan dimaknai oleh publik. Di sinilah letak peran pustakawan sebagai kurator pengetahuan—bukan hanya penjaga rak digital, tetapi penjaga arah berpikir bangsa sehingga tujuan nasional bangsa Indonesia dapat terwujudkan.
Bagi saya, “kurator ilmu pengetahuan” bukan sekadar istilah baru, melainkan representasi dari transformasi peran pustakawan masa kini. Mereka tidak lagi hanya mengelola koleksi, tetapi juga menyeleksi informasi yang bermutu, menyusun narasi tematik, dan menjaga relevansi serta konteks di tengah derasnya arus informasi digital.
Transformasi digital bukanlah akhir dari profesi pustakawan, melainkan awal dari peran baru yang lebih bermakna. Ketika algoritma menggantikan kerja-kerja teknis, manusia tetap dibutuhkan untuk memberi arah, nilai, dan kebijaksanaan.
ADVERTISEMENT
Pustakawan sebagai kurator ilmu pengetahuan bukan hanya menjawab tantangan zaman, tetapi juga menjaga agar bangsa ini tetap memiliki daya pikir yang merdeka di tengah arus informasi yang kian menggulung kesadaran.