Mungkinkah Mencari Dunia Baru?

Taufiq Sudjana
Anggota KPPJB
Konten dari Pengguna
2 Desember 2021 13:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taufiq Sudjana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Petualangan mencari dunia baru (Poster Tomorrowland, Wikipedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Petualangan mencari dunia baru (Poster Tomorrowland, Wikipedia Commons)
Ada banyak orang yang tidak berkehendak meninggalkan mimpi. Bahkan sepanjang hidup mereka mengejar mimpi-mimpinya. Ketika sebuah mimpi menjadi kenyataan, begitulah kalimat indah yang selalu menggoda setiap orang untuk terus bermimpi. Namun, janganlah sampai mimpi itu membuat kita takut untuk bangun dan menghadapi kenyataan.
ADVERTISEMENT
Tiada salah jika setiap orang memiliki harapan. Justru itulah penggerak kehidupan. Adalah sebuah kekeliruan yang fatal jika memori kolektif kita justru mengubah harapan itu menjadi hanya sebuah impian.
Realitas yang sejatinya kita hadapi bukan untuk dihindari dengan membentuk ruang-waktu yang semu. Dunia ini nyata! Meski memang dahulu tidak pernah berpikir bahwa dunia ini benar-benar akan berada dalam genggaman.
Ribuan kilometer musnah dalam satu sentuhan. Jarak bermil-mil kini menjadi nihil. Dunia baru pun sudah tercipta. Membentuk juga peradaban baru. Tiada pernah terkira ketika sebuah istilah global village benar-benar terwujud.
Apakah keadaan ini adalah sebuah kenyataan? Realitas yang selama ini kita yakini berada dalam ruang raba indra ternyata terbantah. Sebuah istilah pun diperkenalkan, hiper-realitas.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia hiper ini banyak orang yang merasa lebih bebas berjalan ke sana-ke mari. Berkunjung dari satu titik koordinat ke titik koordinat geografis lainnya. Berkenalan dengan orang-orang baru dalam ragam bahasa yang kini mulai seragam. Keseragaman hidup, pola hidup, gaya hidup, makanan, minuman, mode pakaian, bahkan hingga celotehan pun menjadi seragam. Fun, food, fashion. Tiga kata yang diramalkan menjadi kenyataan mengubah semua lini kehidupan. Nyata adanya.
Apakah keadaan ini adalah mencerminkan sebuah kemerdekaan sejati? Jika boleh meminjam istilah “escape from freedom“-nya Erich Fromm, ternyata sebetulnya kita sedang melangkah menuju penjara-penjara yang tiada ternetra.
Seandainya tidak diperbolehkan memakai bahasa ilmiah atau istilah lain yang rumit, baiklah! Tengok produser-produser film Hollywood! Berapa banyak film yang berkisah tentang petualangan di dunia fantasi? Berapa banyak film yang bercerita tentang pencarian keamanan dan kenyamanan untuk kehidupan di masa datang? Ide kreatif sineas negeri kita pun semakin mandul. Lebih banyak mereka mengangkat cerita dari karya penulis lain. Apanya yang baru? Hanya imaji yang terbarukan. Khayalan tingkat tinggi untuk sebuah dunia yang diimpikan. Sementara bumi dengan bebatuan, mineral, tumbuhan, binatang, tidak pernah terbarukan. Pelajaran IPA kita ternyata sia-sia. Mungkin hanya bab reproduksi yang selalu menghadirkan makhluk-makhluk baru. Pendidikan lingkungan hidup hanya menjadi sebuah ritual penebusan dosa dari mereka yang menguras perut bumi.
ADVERTISEMENT
Arti dari sebuah komunikasi pun kian abstrak. Kita lebih sering digiring oleh opini publik. Terkadang bermuatan politis, intrik bisnis, atau sekedar upaya mengeroposkan makna sebenarnya. Identitas diri pun menjadi semu seiring media sosial yang menawarkan kemudahan pencitraan diri dan membuat identitas-identitas palsu. Kelompok-kelompok masyarakat maya pun terbentuk. Barangkali pula kerajaan ada di dalamnya. Republik Internet.
Kembali pada sebuah kenyataan, kita semakin jauh dari keluarga, tetangga, teman, atau lainnya. Meski lebih banyak orang memilih berhubungan dengan huruf dan bunyi. Apakah bisa menggantikan kehangatan suasana senda gurau sambil menikmati secangkir teh atau mencium wanginya aroma kopi dari kepulannya yang khas?
Banyak hal yang ada dalam memori kolektif kita telah musnah. Apakah kita akan ikut serta menyibukkan diri dengan mengikuti petualangan mencari dunia baru? Bukankah dunia yang dijanjikan akan tiba? After the end of the world. The last world. Akhirat.
ADVERTISEMENT
- Inspired from the movie #TomorrowLand –
Artikel dari Gulisiana.