Jerinx dan Narasi Kemerdekaan Kita

taufiqurochim
Peneliti Riset Aksi, Pengacara Publik di YLBHI-LBH Surabaya.
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2020 21:20 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari taufiqurochim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jerinx (Instagram.com/jrxsid – Photo by: @rahadipurnawan)
zoom-in-whitePerbesar
Jerinx (Instagram.com/jrxsid – Photo by: @rahadipurnawan)
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal dengan I Gede Ari Astina atau akrab dipanggil dengan sebutan Jerinx yang berprofesi sebagai penggebuk drum di salah satu band Superman Is Dead (SID) yang termahsyur asal pulau Dewata Bali itu. Akhir-akhir ini ia dikenal oleh publik sebagai orang yang kalau ngomong asal ceplas-ceplos tentang ilusi atas kebenaran pandemi Corona Virus Deseas (Covid-19).
ADVERTISEMENT
Seorang drummer dengan style punk rock yang bertato conspiracy di dadanya kini harus bernasib mendekam di balik jeruji besi di rutan Mapolda Bali. Lantaran Jerinx gemar nyinyir tentang permasalahan COVID-19 di akun media sosialnya, baginya COVID-19 ini adalah bagian dari skema permainan yang sengaja dibuat oleh elite global dan bermuatan politik-bisnis di bidang medis.
Tak tanggung-tanggung karena berbagai problema dalam praktik pencegahan COVID-19 Jerinx nampak sinis dan cenderung menyerang kepada orang/perkumpulan yang secara terang-terangan mendukung narasi globlal tentang protokal kesehatan ala World Healt Organization (WHO). Jerinx dilaporkan dengan dugaan melakukan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena cuitanya di instagram, yang mengatakan; “Bubarkan IDI! Saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini! Rakyat sedang diadu domba dengan ID/RS? TIDAK. IDI & RS yang mengadu diri mereka sendiri dengan hak-hak rakyat. Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19 (Covid-19)”
ADVERTISEMENT
Terhadap laporan dari IDI atas cuitanya Jerinx yang memantik kontraversional di jagat media tersebut, membuat ia terancam hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliyar. Sanksi tersebut berdasar pada pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan pasal 45 ayat (2) dan (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Demokrasi Adalah Soal Kemerdekaan Berfikir

Langkah pelaporan IDI dan penindakan hukum oleh Penyidik Kepolisisan terkesan berlebihan dan nir-wacana. Lantaran di era alam demokrasi seorang bebas menyatakan pendapat dan pikiran. Biarlah seorang halu anti-sanitis ini cerewet dan kampanye sesuka dia di media sosial-betapapun begitu absudrnya pemikirannya untuk dipahami oleh para psikopat kacung WHO. Bagi sebagian masyarakat clotehanya dapat menghibur di masa panceklik pandemi ini, dan bisa juga anggapan dari sebagian masyarakat lain ungkapan Jerinx telah membangkitkan semangat dialektis kepada kaum muda, kaum miskin, termarginalkan dan terlupakan itu jauh lebih penting daripada mendengar kabar lelucon wacana Kementerian Pertahanan RI untuk membuat program pemuda bernas otot kawat tulang besi dengan wajib latihan militer.
ADVERTISEMENT
Kasus penahanan Jerinx sebagai Tersangka ini menjadi refleksi yang penting bagi lahirnya hari kemerdekaan Indonesia ke-75. Sejarah kemerdekaan Indonesia tidak melulu bercerita tentang aksi heroik dan adu otot ala aparat berlaras panjang, kemerdekaan Indonesia adalah soal perdebatan ide atau konsep yang berkualitas. Seperti yang dicontohkan oleh Moh. Hatta dan Soekarno terkait konsep negara kesatuan. Pada saat itu Hatta ingin mencoba mewakili kelompok minoritas berkulit hitam bangsa Papua yang berhak untuk bebas menyatakan kemerdekaan politik sendiri, namun bagi Soekarno bangsa Papua merupakan bagian dalam peta geografis nusantara sehingga bangsa Papua wajib dimasukan dalam negara kesatuan republik Indonesia. Begitupula perdebatan lain tentang penentuan dasar negara menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia anatara tokoh golongan agamis dengan tokoh golongan nasionalis.
ADVERTISEMENT
Dalam negara demokrasi hak atas kebebasan berpendapat dan berfikir sesuai dengan hati nuraninya merupakan hak yang tidak dapat dibatasi. Demokrasi adalah sistim negara yang menghendaki rakyat untuk berfikir, sehingga asas penting dalam sistem ini adalah menyangkut tentang kebebasan (liberty). Cuitan Jerinx jika kita ingin adil dan membacanya secara utuh telah mengajak lawan bicara (IDI) untuk berdealiktika. Telah disampaikan dalam penggalan cuitanya di instagram seperti “…Saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini!..”. tantangan Jerinx yang dilontarkan kepada IDI tersebut merupakan representasi dari pre teks yang ia gaungkan sebelumnya melalui diskusi diruang publik dan seharusnya diterima dengan cara yang argumentatif. Moment ruang diskusi ini secara tidak langsung akan memberikan pembelajaran demokrasi kita, publik akan memberikan sanksi dengan sendirinya kepada kedua belah pihak apabila mereka berargumentasi berlaga seperti orang idiot.
ADVERTISEMENT
Namun perdebatan tersebut dibatalkan terlebih dahulu sebelum gelanggang pertarungan ide dimulai oleh kebaperan IDI dengan memenjarakan Jerinx keranah hukum. Begitupun sangat disayangkan aparat penyidik kepolisian menerima dan menaikan status Jerinx menjadi tersangka. Padahal sudah sangat jelas interprestasi dalam pasal yang dituduhkan digunakan bagi nama orang dan Suku, Ras dan Agama, sedangkan subyek hukum IDI sebagai Oragnisasi.
Oh yaa.. ini kan penegakan hukum di republik Indonesia, orang benar bisa disalahkan dan orang melakukan kejahatan sampai matanya buta diberi hukuman di bawah 2 tahun dan yang suka nyinyir karena sikap kritis diancam hukuman 6 tahun penjara. Tapi di balik kasus Jerinx ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa kemerdekaan tidak hanya euphoria merayakan 17 Agustusan yang kemudian tiga hari setelahnya sudah selesai jadi abab. kemerdekaan berfikir dan bebas berpendapat tentu akan lebih langgeng seperti kata Wiji Thukul cum aktivis kemanusian, yang menulis puisi di dalam sebuah karya yang berjudul “istirahatlah Kata-Kata”.
ADVERTISEMENT