Konten dari Pengguna

Semangat “Ratu Sampah Sekolah” Untuk Keberlangsungan Lingkungan Bebas Sampah

Taumy Alif Firman
Blogger yang sudah mengunjungi 30 provinsi di Indonesia dan 10 negara di Asia.
10 November 2024 19:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taumy Alif Firman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang masih ingat, kala media sosial Instagram bermunculan informasi viral terkait sampah yang menumpuk di Bantar Gebang. Narasi yang paling mengejutkan adalah ‘Sampah Bantar Gebang Setinggi Gedung 16 Lantai’. Tumpukan sampah ini disetarakan dengan gedung-gedung pencakar langit Jakarta. Miris, tapi itu lah fakta yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Sampah setinggi Gedung tersebut merupakan timbunan sampah yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya dan dikirimkan setiap hari ke Bantar Gebang dengan kapasitas daya tampung 7.000 ton per hari.
Sampah setinggi gedung 16 lantai
zoom-in-whitePerbesar
Sampah setinggi gedung 16 lantai
Fakta ini seakan-akan membuka mata kita bahwa, jika kebiasaan membuang sampah tidak terorganisir dan terkendali dengan baik, maka tinggal menunggu waktu bencana akan dampak negatif dari sampah akan tiba.
Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, sampah-sampah tersebut banyak berasal dari rumah tangga alias lingkungan tempat kita berada. Selain timbunan sampah di Bantar Gebang, juga masih sering terjadi timbunan sampah di aliran sunga seperti yang terjadi pada sungai Ciliwung. Hampir tiap hari, sampah mengalir begitu saja dan saat musim penghujan, maka banjir sampai pun tak terelakkan lagi.
ADVERTISEMENT
Menuntut kesadaran masyarakat sepertinya hal yang masih jauh dari harapan. Pastinya kesadaran tersebut baru muncul kala musibah datang akibat kebiasaan buruk pengelolaan sampah, tetapi setelah itu menghilang lagi layaknya embun di pagi hari yang terkena sinar mentari. Lenyap tak berbekas.
Makanya penting banget memulai kesadaran dalam mengelola sampah dimulai dari tataran paling rendah yaitu lingkungan keluarga dan sekolah.

Kesadaran Akan Pengelolaan Sampah

Saya menyadari betul bahwa dari tataran paling rendah pun, penyediaan tempat pembuangan sampah sudah ada. Termasuk jika berada di area fasilitas umum. Tempat sampah selalu hadir. Makanya tidak jarang jika slogan ‘buang lah sampah pada tempatnya’ selalu berdampingan dengan lokasi tempat sampah.
Tetapi meskipun kampanye seperti ini sudah digalakkan dengan aktif selalu saja ada tantangan yang dihadapi. Termasuk dalam pemilihan kata yaitu ‘pada tempatnya’. Banyak yang ‘protes’ bahwa pemilihan kata ‘pada tempatnya’ sebaiknya diperjelas menjadi ‘pada tempat sampah’ agar orang-orang paham dan to the point.
ADVERTISEMENT
Makanya tidak heran jika masih banyak yang buang sampah sembarangan. Dampaknya adalah, petugas kebersihan bekerja keras termasuk membersihkan sampah yang ada di lokasi-lokasi yang tidak semestinya seperti aliran sungai, selokan dan lain-lain.
Oleh karena itu pentingnya membangun budaya sadar sampah sedini mungkin. Seperti yang dilakukan oleh Amilia Agustin.

Kampanye Kelola Sampah Dari Sekolah

Dikenal sebagai “Ratu Sampah Sekolah” ternyata Amilia Agustin memulai kampanye kepedulian sampah ini sejak empat belas tahun yang lalu. Kala itu, Amilia masih berada pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP).
Berawal dari gerakan yang dibuat dengan nama “Go To Zero Waste School”. Gerakan ini merupakan jawaban dan solusi atas kegelisahan Amilia dengan kondisi sampah di lingkungan sekolah dan tempat tinggalnya.
Amilia Agustin
Konsep dasar gerakan ini sangat sederhana yaitu sampah yang dihasilkan kemudian dikumpulkan dan dipilah sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Sampah tersebut dibagi dalam beberapa kategori seperti sampah anorganik, organik, tetra pak dan kertas.
ADVERTISEMENT
Nah, sampah hasil pemilahan ini kemudian dilakukan proses recycle agar bisa menghasilkan nilai ekonomis dan bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari.
Tahu nggak, ternyata untuk jenis sampah tetra pak itu bisa di-recycle menjadi tas. Sedangkan untuk sampah organik yang terkumpul bisa diolah menjadi pupuk kompos.
Awalnya gerakan in hanya diterapkan di sekolah Agustin yaitu SMP Negeri 11 Bandung. Tetapi seiring keberhasilan dan dampak nyata dari pengelolaan sampah, akhirnya beberapa sekolah juga ikut dan Amilia menjadi salah satu pelopor dan Pembina sistem pengelolaan sampah di sekolah lain seperti SMPN 48 Bandung, SMPN 40 Bandung, SMP Alfa Centauri Bandung dan SMPN 50 Bandung.
ADVERTISEMENT

Semangat Keberlanjutan Pemilahan Sampah

Semangat yang Amilia lakukan juga memberikan banyak dampak positif ke masyarakat dan lingkungan rumah tangga itu sendiri. Termasuk pada tatanan tingkat perusahaan.
Dimana saat ini, sudah banyak perusahaan yang berkolaborasi mengelola sampah domestic sendiri entah itu diolah secara langsung ataupun melibatkan bank sampah.
Tempat pemilahan sampah
Tetapi poin pentingnya adalah, sampah yang dihasilkan adalah ‘tanggung jawab masing-masing’. Jika sudah diolah dan dimanfaatkan sedini mungkin dari lingkungan terkecil, maka kedepan tidak akan banyak lagi sampah yang dikirimkan ke TPA Bantar Gebang. Dengan begitu perlahan-lahan solusi penanganan sampah bisa dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat.
Saya sih percaya bahwa setiap langkah sederhana seperti membuang sampah dan memilih sesuai jenisnya bakal memberikan dampak besar demi keberlangsungan lingkungan. Sampah terolah dengan baik, maka lingkungan pun akan semakin nyaman. Percaya deh.
ADVERTISEMENT