Konten dari Pengguna

Tangkal Radikalisme dengan Moderasi Beragama

Tazkia Aulia
Mahasiswi Pendidikan Agama Islam (PAI) ,UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester 1
16 Desember 2020 17:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tazkia Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Radikalisme itu adalah pemikiran yang bagus karena berpikir sampai akarnya, tapi jika dalam perbuatan dan seringnya orang-orang yang tidak paham dengan radikalisme sering mengganggapnya radikalisme itu perbuatan, dan perbuatan radikal itu sering di anggap perbuatan yang keluar dari apa yang di ajarkan atau apa yang diperintahkan. Unsur kekerasan sudah masuk pengertian radikalisme. Tujuan penggunaan untuk mengubah kondisi sosial politik secara drastis. Imunitas terhadap paham radikal itu sudah ada pada diri masing-masing manusia. Namun demikian, imunitas ini juga dibantu dengan vaksin antiradikalisme untuk meningkatkan kekuatan yang melawan virus radikalisme yang menyimpang.
ADVERTISEMENT
Demikian ditegaskan peneliti dari Sinaksak Center, Dr Salman Pasaribu H, di Jakarta, Rabu (20/1). Salman menjelaskan, paham radikalisme di Indonesia sudah masuk ke dunia pendidikan. Diceritakan bahwa pada tahun 2015 di Jombang diketemukan buku pelajaran agama yang bertentangan dengan nilai Pancasila karena tidak mengakui keberadaan agama lain dan sekaligus mengajak untuk melakukan tindak kekerasan terhadap penganut agama yang berbeda.
Menurut dosen Pasca Sarjana ini, radikalisme akan tumbuh subur di suatu negara karena tiga faktor pendukung yakni, kekuatan jaringan antara dalam negeri dan luar negeri, budaya permisif dari sebuah masyarakat serta lemahnya pencegahan atau penegakan hukum oleh pemerintah terhadap kelompok yang dapat dikategorikan sebagai teroris.
ADVERTISEMENT
Tidak terlepas dari adanya polarisasi keberagamaan yang menimbulkan sentimen berwujud anti budaya dan tafsir sempit atas doktrin, ideologi ataupun teologi. Radikalisme terjadi di Indonesia, karena banyak kelompok masyarakat di negara ini yang gagal mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme yang berbasis pluralitas.
Dilansir dari https://investor.id/archive/ada-3-faktor-munculnya-radikalisme
Fenomena Radikalisme di Indonesia
Kebijakan pemerintah, mempengaruhi pelaksanaan Negara, melalui penculikan ataupun pembunuhan (Hery Firmansyah, 2011). Faham radikalisme dapat terjadi dimanapun, kapanpun, dan siapapun akan menjadi korbannya, tidak pandang suku, agama maupun pangkat derajatnya. Tindakan radikalisme juga dapat merugikan kedaulatan Negara dan berdampak konflik social di masyarakat. Dilansir dari https://core.ac.uk/download/pdf/291658156.p
Radikalisme menimbulkan banyak dampak buruk untuk sebuah bangsa, diantaranya meresahkan banyak masyarakat, menghilangkan rasa kasih sayang dan keharmonisan antar umat beragama,merusak nasionalisme dan ideologi pancasila, penodaan nama baik suatu agama, memakan banyak nyawa, menimbulkan banyak kerusakan, menimbulkan kerugian ekonomi, dan meracuni pikiran anak bangsa.
ADVERTISEMENT
Paradigama radikalisme saat ini identik dengan Islam, dikarenakam ada satu faktor yang disebut dengan faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentiment keagamaan, termasuk didalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagi faktor emosi keagaannya, dan bukan agama (wahyu suci absolut) walaupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalil membela agama, jihad dan mati syahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahamann realitas yang sifatnya interpretative. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.
Tokoh-tokoh agama mesti bisa menjadikan sebagai sumber nilai, jangan justru menjadi sumber perpecahan dan permisif terhadap paham-paham radikalisme dan ekstremisme. Tokoh agama juga harus bisa mastiin bahwa pengajaran agama efektif membentuk kepribadian bangsa yang sesuai dengan kebhinekaan. Tokoh agama harus mencegah penggunaan isu keagamaan yang berpotensi memecah masyarakat. Pasalnya, agama pada hakikatnya ialah moderat.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, moderasi berasal dari bahasa Inggris, moderation yang memiliki arti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Sementara dalam bahasa Arab, kata moderasi sering diartikan dengan kata wasatiyyah, sedangkan dalam KBBI dapat diartikan sebagai pengurangan kekerasan dan penghindaran ekstrimesme. Jadi, moderasi beragama adalah proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku yang menyimpang yang tidak ada di ajarkan di dalam agama. Seperti, menghakimi seseorang tanpa menanyakan terlebih dahulu apa permasalahannya, merampas yang bukan miliknya, dan sebagainya. Adapun definisi atau pengertian moderasi beragama menurut para ahli
1. Prof M. Quraish Syihab
Menurut Quraish Shihab, moderasi beragama dalam konteks Islam sebenarnya sulit didefinisikan. Hal itu karena istilah moderasi baru muncul setelah maraknya aksi radikalism dan ekstremisme. Pengertian moderasi beragama yang paling mendekati dalam istilah Al-Qur’an yakni “wasathiyah”.Wasath berarti pertengahan dari
ADVERTISEMENT
segala sesuatu.
2. Prof Komaruddin Hidayat (Guru Besar Bidang Filsafat Islam)
Menurut Komaruddin Hidayat, pengertian moderasi beragama muncul karena ada dua kutub ekstrem, yakni ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Ekstrem kanan terlalu terpaku pada teks dan cenderung mengabaikan konteks, sedangkan ekstrem kiri cenderung mengabaikan teks. Maka, moderasi beragama berada di tengah-tengah dari dua kutub ekstrem tersebut, yakni menghargai teks tetapi mendialogkannya dengan realitas kekinian. Dalam konteks Pendidikan Islam, moderasi ini berarti mengajarkan agama bukan hanya untuk membentuk individu yang saleh secara personal, tetapi juga mampu menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai umat agama lain.
3. Prof. Azyumardi Azra (Guru Besar Sejarah Islam)
Menurut Azyumardi Azra, moderasi beragama di Indonesia yang sangat terlihat adalah umat Islam. Pengertian Moderasi beragama dalam konteks umat Islam kemudian disebut Islam Wasathiyah. Kondisi moderasi beragama di Indonesia saat ini sudah mapan dengan adanya Islam Wasathiyah. Artinya, dalam memahami agama tidak banyak masyarakat Indonesia yang ekstrem kanan ataupun yang ekstrem kiri.
ADVERTISEMENT
4. Drs. Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama tahun 2014-
2019)
Menurut Lukman Hakim Saifuddin, dalam istilah moderasi beragama harus dipahami bahwa yang dimoderasi bukan agamanya, melainkan cara kita beragama. Hal ini karena agama sudah pasti moderat.Hanya saja ketika agama membumi, lalu hakikatnya menjadi sesuatu yang dipahami oleh manusia yang terbatas dan relatif. Agama kemudian melahirkan aneka ragam pemahaman dan penafsiran. Oleh karena itu, moderasi beragama merupakan keniscayaan untuk menghindari penafsiran yang berlebihan dan paham keagamaan yang ekstrem, baik ekstrem kanan maupun kiri.
Dilansir dari https://iqra.id/moderasi-beragama-menurut-para-ahli-227476
Terdapat empat indikator dalam moderasi beragama, pertama yaitu dengan toleransi, menerima, menghargai keberadaan orang lain dalam beragama. Kedua, anti kekerasan, moderasi beragama tidak membenarkan adanya kekerasan, baik secara verbal maupun fisik. Ketiga, komitmen kebangsaan yaitu dengan menerima pancasila sebagai ideologi bangsa, UUD sebagai konstitusi, dan terakhir NKRI seutuhya. Keempat yaitu indikator pemahamann dengan prilaku yang akomodatif.
ADVERTISEMENT
Moderasi itu sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstem dan tidak radikal. Bentuk dari moderasi beragama menangkal radikalisme itu kembali menjadikan agama sebagai sumber nilai yang mengatur kehidupan secara baik. Kita sebagai umat muslim di dunia lebih tepatnya di Indonesia harus bisa mencari tahu bagaimana cara menangkal radikalisme itu sendiri. Seperti contoh di Kota solo terdapat sebuah caffe yang pelanggannya beragama Nasrani berkumpul bersama keluarga maupun teman, pelanggang saling memberi hadiah natal disana. Dan pemilik caffe itu bernama Habib Mulachela beliau sebut semua pelanggan harus dilayani tanpa membedakan suku, agama, ras. Dan beliau menegaskan bahwa dirinya dan bumi beserta isinya milik Allah, segingga toleransi memang harus dilakukan. Dilansir dari sebuah vidio https://www.instagram.com/p/CI0NhW7jfnY/?igshid=1by4nclk4mnde
ADVERTISEMENT
Upaya deradikalisasi ini tidak hanya dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait tetapi terutama harus didukung semua aparat hingga pemerintah daerah," jelas Akbar Ali.
Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini telah menyusun rencana aksi mendukung penanganan radikalisme yang meliputi. Mendorong pemerintah daerah membuat regulasi atau peraturan daerah seperti surat ederan yang memperintahkan aparatur sipil untuk bekerja sampai ke desa-desa melawan radikalisme.
Membentuk forum-forum kerukunan umat, tim kewaspadaan dini, tim penanggulangan terorisme. Forum ini harus dipergunakan pemerintah daerah untuk mencegah tindakan radikalisme individu atau kelompok. Tim terpadu penanganan konflik sosial harus melaksanakan pemantauan terhadap pelaku aksi radikalisme dan terorisme.
Aparat di daerah harus memonitor atau memantau keberadaan kelompok-kelompok tertentu semisal warga negara Indonesia yang baru pulang dari luar negeri dan berpotensi membawa paham-paham radikal. Pemerintah harus mendorong semua pihak hingga ormas-ormas di masyarakat untuk bersama menangkal radikalisme
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, tambah Kamarudin Amin di akhir acara, Indonesia sebenarnya memiliki infrastruktur keagamaan atau tradisi keberagamaan yang sangat kuat dalam menangkal radikalisme. Sebagai contoh, Indonesia mempunyai Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sudah lama menjadi organisasi masyarakat yang berperan besar mengembangkan semangat keagamaan yang moderat. Ormas-ormas keagamaan tradisional Indonesia sebenarnya merupakan organisasi arus utama yang kuat dan tidak mudah dimasuki oleh upaya-upaya ke arah radikalisme. Dalam istilah Kamaruddin, ormas-ormas agama yang moderat di Indonesia adalah "Unshakeable Social Infrastruktur" yang bisa menjaga kehidupan keagamaan yang damai di Indonesia. (Y-1). Dilansir dari https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/strategi-menangkal-radikalisme-keagamaan
Jadi penerapan moderasi beragama itu dapat mencegah timbulnya radikalisme melalui upaya dorongan dari pemerintah untuk menbuat regulasi atau peratuaran daerah seperti surat edaran yang memperintahkan aparatur sipil untuk bekerja sampai ke desa desa untuk melawan radikalisme seperti contohnya Nahdhatul Ulama yang sering disapa NU, ada juga Muhammadiyah dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kita juga berkewajiban untuk mengembalikan semua bentuk pemahaman keagamaan dalam sisi yang moderat, dengan cara mengajak orang lain ke jalan yang benar, mengingatkan yang salah, menegur yang lupa.