Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Inovator Perempuan di Asia Pasifik: Ketahanan Pangan, Gizi, dan Aksi Iklim
24 Desember 2024 12:46 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari MacKenzie King tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wilayah Asia Pasifik, dengan keberagaman iklim, ekosistem, dan perekonomiannya, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dengan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan musim tanam yang tidak menentu, praktik pertanian tradisional mengalami kesulitan untuk beradaptasi, sehingga mengancam ketahanan pangan bagi jutaan orang.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 370 juta orang di wilayah ini sudah menghadapi masalah kekurangan gizi, dan situasinya semakin memburuk akibat gangguan iklim yang mengancam produktivitas pertanian. Kini, lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan solusi berani—dan peran perempuan di seluruh Asia Pasifik sedang memimpin langkah ini.
Melalui inovasi, teknologi, dan praktik berkelanjutan, para wirausaha perempuan mengubah masa depan ketahanan pangan dan ketangguhan terhadap perubahan iklim. Bayer Foundation Women Empowerment Award, yang didukung oleh Impact Hub, mendukung para pelopor perubahan ini beserta inovasi-inovasi mereka di Filipina, Thailand, dan Indonesia.
FoodCycle: Mengkaji Ulang Limbah Pangan sebagai Sumber Daya
Krisis pangan dan limbah makanan adalah dua sisi dari koin yang sama di wilayah Asia Pasifik. Di satu sisi, jutaan orang menderita kelaparan, sementara di sisi lain, jutaan ton makanan terbuang setiap tahun. Ini adalah paradoks yang mengejutkan. Bagaimana jika kelebihan makanan dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber daya — sebagai alat untuk melawan kelaparan, sekaligus melindungi bumi?
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, Astrid Paramita melakukan hal tersebut. Melalui organisasinya, FoodCycle, Astrid menyelamatkan kelebihan makanan yang seharusnya dibuang dan mendistribusikannya kepada mereka yang paling membutuhkan. Hingga saat ini, FoodCycle telah menyelamatkan lebih dari 800 ton makanan, memberikan asupan gizi bagi lebih dari tiga puluh ribu orang setiap bulan. Secara inovatif, makanan yang tidak layak konsumsi digunakan sebagai pakan untuk larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly/BSF), yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pakan bagi peternakan ikan di perkotaan—menargetkan ketahanan pangan pada berbagai tingkat.
Pendekatan Astrid sederhana namun berdampak besar. Mengatasi kelaparan bukan hanya tentang memproduksi lebih banyak makanan, tetapi juga tentang memanfaatkan apa yang sudah kita miliki dengan lebih efisien. Dengan menjembatani kesenjangan antara surplus makanan dan kelangkaan pangan, FoodCycle tidak hanya melawan kelaparan, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca, menjadikannya model untuk membangun sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan adil.
ADVERTISEMENT
AtoANI Agriventures: Pertanian Presisi untuk Ketangguhan Iklim
Para petani di Asia Pasifik berada di garis depan menghadapi perubahan iklim. Dengan populasi yang terus bertambah dan musim yang semakin tidak menentu, praktik pertanian tradisional tidak lagi mampu menjamin masa depan pangan. Untuk beradaptasi, petani membutuhkan alat baru —data terkini dan teknologi—yang dapat membantu mereka membuat keputusan yang lebih cerdas dan terinformasi.
Maria Wilvenna Anora, pendiri AtoANI Agrivrntures di Filipina, mewujudkan hal tersebut. Dengan data terkini, AtoANI membantu petani menyesuaikan produksi tanaman mereka dengan permintaan pasar, memastikan mereka menanam tanaman yang tepat pada waktu yang tepat. Model pertanian presisi ini telah berhasil mengurangi limbah hasil panen dari 209 petani mitranya, yang awalnya sebesar 20% menjadi hanya 0-5%. Selain itu, AtoANI juga mendukung para petani untuk beralih dari sistem tanam monokultur ke metode pertanian yang lebih beragam dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Namun, inovasi AtoANI tidak berhenti hanya pada bidang pertanian. AtoANI juga memastikan pasokan produk berkualitas tinggi yang ditanam secara berkelanjutan, baik untuk individu maupun klien korporat, tetap stabil. Sistem pertanian berbasis data memang merupakan alat yang sangat efektif dalam upaya bersama untuk mengurangi limbah pangan dan melestarikan lingkungan.
Eco-Uling: Mengubah Limbah Kelapa Menjadi Energi Terbarukan
Permintaan energi terus meningkat, sehingga kebutuhan akan bahan bakar alternatif yang berkelanjutan semakin mendesak di Asia Pasifik dan di seluruh dunia. Aya Fernandez menghadapi tantangan ini secara langsung melalui Eco-Iling, usaha sosialnya di Filipina, yang mengubah limbah kelapa penyebab gas rumah kaca menjadi arang ramah lingkungan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, memerangi deforestasi, serta mengurangi emisi berbahaya dan polusi dari tempurung kelapa yang dibuang.
ADVERTISEMENT
Produk unggulan Eco-Uling, yaitu briket arang yang terbuat dari tempurung kelapa, merupakan wujud komitmen yang kuat terhadap keberlanjutan dan kualitas. Briket ini dapat terbakar hingga enam jam, menghasilkan asap yang minimal, dan menghasilkan panas dua kali lipat dibandingkan dengan arang kayu tradisional. Briket ini menawarkan alternatif yang lebih bersih, lebih aman, dan lebih hemat biaya untuk rumah tangga maupun bisnis.
Setiap ton arang ramah lingkungan yang diproduksi dapat menghemat sekitar 88 pohon. Solusi inovatif Aya ini juga menciptakan lapangan pekerjaan dan mendorong inklusi sosial dengan memberikan kesempatan kepada lebih dari 250 penyandang disabilitas melalui kemitraan dengan Yayasan Tahanang Walang Hagdanan.
Dengan menutup siklus antara limbah dan energi, Eco-Uling berkontribusi pada masa depan yang lebih bersih dan hijau, sambil mengatasi kesetaraan sosial dan pengembangan ekonomi. Ini adalah contoh yang menginspirasi tentang bagaimana solusi energi hijau alternatif dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan planet ini.
ADVERTISEMENT
Happy Ground: Menghidupkan Kembali Kesehatan Tanah Melalui Pertanian Regeneratif
Sepertiga tanah di dunia mengalami degradasi sedang hingga parah, yang membahayakan ekosistem vital yang mendukung keanekaragaman hayati. Tanpa tanah yang sehat, ketahanan pangan kita terancam. Moh Suthasiny, pendiri Happy Ground di Thailand, mengatasi tantangan ini dengan menggunakan biochar—sebuah bahan kaya karbon yang terbuat dari limbah kelapa—untuk memulihkan kesehatan tanah. Biochar meningkatkan kesuburan tanah, daya serap air, dan ketahanan pertanian dalam jangka panjang. Dengan menggunakan biochar, para petani merasakan peningkatan hasil panen sekaligus mendapatkan kesempatan untuk menghasilkan pendapatan melalui kredit karbon.
Melalui platform mereka, Happy Grocers, para petani yang menerapkan praktik regeneratif, termasuk penggunaan arang ramah lingkungan, dapat terhubung dengan konsumen yang peduli lingkungan. Hal ini menciptakan rantai nilai berkelanjutan yang mendukung praktik pertanian yang bertanggung jawab. Happy Grocers membawa konsumen lebih dekat dengan makanan mereka, serta dengan kisah para petani, memberikan edukasi dan empati. Selain itu, platform ini memberikan peluang pasar bagi para petani untuk mendukung transisi mereka ke pertanian organik. Pendekatan ini membangun kerangka dukungan melalui solusi inovatif yang memulihkan kesehatan tanah sekaligus menyediakan makanan organik yang sehat bagi konsumen.
ADVERTISEMENT
Langkah ke Depan: Mendukung Inovasi yang Dipimpin Perempuan untuk Masa depan yang Berkelanjutan
Saat kawasan Asia Pasifik menghadapi tantangan mendesak akibat perubahan iklim dan ketidakamanan pangan, sangat penting untuk mengakui serta mendukung kepemimpinan para inovator perempuan. Dari pertanian presisi dan energi terbarukan hingga solusi pengelolaan limbah makanan dan pertanian regeneratif, para perempuan ini sedang merumuskan kembali konsep keberlanjutan dan ketahanan untuk kawasan ini.