Rem Darurat PSBB Total Jakarta: Mari Saling Dukung, Jangan Cari Kambing Hitam

Teddy Mihelde Yamin
Peneliti dari Cikini Studi, Alumni Nottingham University, UK
Konten dari Pengguna
13 September 2020 10:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teddy Mihelde Yamin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANYAK yang menyesalkan keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dengan kebijakannya menarik 'rem darurat'. Memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total di wilayah Jakarta, guna menekan angka penularan virus corona atau COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sebagian menilai keputusan yang diambil Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ini ‘boombastis’ dan ‘dramatis’, sehingga dianggap menimbulkan kerugian atau membakar ludes Rp 300 triliun, saham-saham yang berguguran.
Bahkan lebih jauh, keputusan Gubernur Anies itu dianggap menghancurkan ekonomi dan pasar modal yang mulai tumbuh.
Sebenarnya mereka lupa, kalau market itu memiliki ciri sendiri dalam pergerakannya. Selama pandemi ini, berkali-kali pasar modal memperlihatkan perilakunya anomalinya. Strategi investasi saham tidak sekadar melihat analisis fundamental (untuk jangka panjang) dan analisis teknikal (untuk jangka pendek) saja. Namun, kecenderungan investor sekarang memiliki perilaku yang tidak tertangkap oleh kedua analisis tersebut. Masalahnya, benarkah langkah tersebut telah menghancurkan pasar modal, mematikan korporasi dan ritel?
Ada investor yang melihat produk yang dihasilkan emiten peduli dan ramah lingkungan atau tidak. Ada investor yang melihat buah keberhasilan emiten berupa ‘penghargaan’ yang diberikan oleh institusi tepercaya, baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Ada juga perilaku yang berhubungan dengan emosi investor individu sendiri (emosi positif atau emosi negatif). Perilaku-perilaku inilah menjadi fenomena yang menarik untuk kita cermati di pasar modal.
ADVERTISEMENT
Misalkan, perilaku investor individu tidak dapat kita hitung dengan pasti, namun dapat kita rasakan keberadaannya. Perilakunya sering sekali berkaitan dengan emosi, ada saatnya emosi positif (cenderung ke arah signaling theory) namun ada saatnya emosi bisa negatif (cenderung ke arah panic selling). Emosi investor yang positif sering terjadi pada saat perusahaan melakukan aksi (coorporate action), di antaranya penawaran perdana saham emiten ke investor (IPO), pembagian dividen (saat cum dividen), dan stock split. Investor cenderung menangkap aksi perusahaan ini positif untuk mendapatkan imbal hasil dengan waktu sehari sampai dengan tiga hari.
Sedangkan, emosi yang negatif sering dilakukan oleh investor bila berkaitan dengan kondisi makro ekonomi atau politik suatu negara tidak kondusif. Kondisi makro ekonomi terutama erat dengan kuat atau melemahnya nilai tukar uang Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (US$). Kemudian, tingkat pertumbuhan ekonomi negara tetangga seperti India, China, Amerika, Inggris, Zona Euro, Kanada, dan Jepang terkait emiten maupun investor banyak dari negara-negara tersebut. Juga, peristiwa yang sering diamati oleh investor individu adalah tingkat suku bunga Amerika Serikat oleh The Fed, yang sampai sekarang belum diumumkan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu tak luput juga dari pandangan investor terkait kebijakan dan langkah yang ditempuh pemerintah, misalnya dengan ketentuan/ skema berbagi beban (burden sharing) antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah yang dapat diartikan sebagai bentuk dana talangan (bailout) dari bank sentral kepada pemerintah. Terlepas dari maksud pemerintah membutuhkan bantuan dari BI dalam bentuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai penanganan COVID-19, patut diduga sebagian dana investor tersedot, sebagai alternatif investasi.
Ilustrasi pergerakan saham. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Tak juga dapat dipungkiri, segala sesuatu terkait dengan COVID-19 yang membuat ‘kaget’ seisi dunia. Perkembangan COVID-19 di Indonesia yang seolah tak terkendali, sehingga membuat pasar modal bergerak tak bisa diprediksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagaimana juga berbagai pasar modal di belahan dunia sejak awal pandemi ini bergerak bagaikan ‘roller coaster’. Berkali-kali membuat kejutan yang membuat pelaku pasar modal dan investor was-was.
ADVERTISEMENT
Strategi investasi saham tidak sekadar melihat analisis fundamental (untuk jangka panjang) dan analisis teknikal (untuk jangka pendek) saja. Namun, kecenderungan investor sekarang memiliki perilaku yang tidak tertangkap oleh kedua analisis tersebut.
Pelaku pasar modal dan investor, tentu tak lupa, saat Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi kuartal II-5.3%, justru IHSG bullish naik ke 5.100 lebih.
Jadi, intinya jangan sekadar market dijadikan indikator tunggal. Tapi lihatlah berbagai faktor lain, banyak faktor penentu. Sebenarnya saya berkeinginan mereka saling merapatkan barisan dan saling support. Tidak saling menyalahkan, dalam menghadapi Covid-19, yang sulit dikendalikan ini. Bukankah, jika tetap dibiarkan dan ketersediaan kamar perawatan Rumah Sakit dan tenaga kesehatan (nakes) tak diimbangi, pada suatu titik kita tak mampu meng-handle-nya. Selanjutnya kita sibuk lagi ‘cari kambing hitam’, untuk disalahkan.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (10/9/2020), terkapar di zona merah setelah amblas 5,01% ke level 4.891,46 setelah sebelumnya perdagangan sempat dihentikan oleh bursa karena anjlok lebih dari 5%. Nilai kapitalisasi tercatat tergerus hingga Rp 297,26 triliun dari nilai kapitalisasi Rp 5.978,17 triliun pada Rabu (9/9/2020), menjadi Rp 5.680,91.
Mengutip pernyataan Gubernur Anies Baswedan yang menyebut wabah ini akan berakhir dengan harapan realistis melalui penemuan vaksin yang aman dan efektif serta terdistribusi secara merata di masyarakat. Akan tetapi, vaksin tersebut tidak akan hadir dalam waktu 1-2 bulan ke depan. Dia menjelaskan secara realistis, vaksin baru akan hadir tahun depan sedangkan kondisi darurat sudah hadir di DKI Jakarta. Maka, sampai datangnya vaksin nanti, kita harus bersiap melawan wabah dengan menjalankan pembatasan sosial secara serius dan berdisiplin tinggi.
ADVERTISEMENT
Seluruh jajaran Pemprov DKI berkomitmen untuk bekerja keras dan bersiaga penuh selama masa pembatasan ini untuk meringankan beban masyarakat. Kita akan kalahkan wabah ini bersama-sama. Cobaan wabah ini memang besar. Ini mungkin adalah cobaan terbesar dalam usia hidup generasi kita. Namun, cobaan besar ini bisa berkurang rasa beratnya bila kita saling mendukung.
Jangan sampai kita mengambil langkah-langkah yang menyebabkan kita menjadi berpihak pada virusnya, dan bukan pada sesama kita. Ini saatnya kita bersatu, bergotong-royong melawan virus ini. Kita berdoa pada Allah SWT agar segera mengangkat wabah ini secepatnya. Namun, bila Allah menakdirkan bahwa perjuangan melawan wabah ini masih akan berlangsung lebih lama, maka kita berdoa pada Allah agar memberi kekuatan dan meringankan beban kita dalam menghadapi musuh tak terlihat ini. Hanya atas izin-Nya lah kita akan mampu melewati cobaan besar ini secara bersama- sama. Semoga Allah merahmati kota Jakarta, merahmati Nusantara, dan melindungi kita semua.
ADVERTISEMENT
***
Teddy Mihelde Yamin Direktur Eksekutif Cikini Studi, Alumni Nottingham University, UK