Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sorry Syndrome: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Mengatasinya
26 November 2023 12:04 WIB
Tulisan dari Tedi Sumaelan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rina adalah seorang wanita muda yang bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan besar. Dia adalah seorang yang rajin, pintar, dan bertanggung jawab. Namun, dia juga memiliki kebiasaan yang buruk, yaitu terlalu sering meminta maaf, bahkan untuk hal-hal yang bukan kesalahannya atau di luar kendalinya. Dia selalu merasa bersalah, tidak berharga, atau takut jika melakukan kesalahan, mengecewakan orang lain, atau menyebabkan masalah.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, dia mendapat tugas dari bosnya untuk mengatur rapat penting dengan klien. Dia harus menyiapkan ruangan, peralatan, dokumen, dan makanan untuk rapat tersebut. Dia bekerja keras untuk menyelesaikan semua persiapan dengan sempurna. Namun, saat rapat berlangsung, ada beberapa hal yang tidak berjalan sesuai rencana. Proyektor yang dia gunakan tiba-tiba mati, dokumen yang dia cetak ada yang salah, dan makanan yang dia pesan terlambat datang. Rina merasa panik dan stres. Dia langsung meminta maaf kepada bos dan klien dengan nada yang lemah dan berulang-ulang. Dia berkata, "Maaf banget, Pak. Ini salah saya. Saya nggak tahu kenapa proyektornya mati. Maaf ya, Pak. Saya salah cetak dokumennya. Maaf nih, Pak. Saya telat pesan makanannya. Maaf, maaf, maaf..."
ADVERTISEMENT
Bos dan klien Rina merasa tidak nyaman dengan sikap Rina. Mereka berpikir bahwa Rina adalah seorang yang tidak profesional, tidak kompeten, dan tidak percaya diri. Mereka juga merasa bahwa Rina tidak menghargai dirinya sendiri dan tidak menghormati mereka. Mereka menjadi kurang tertarik untuk bekerja sama dengan perusahaan Rina. Akibatnya, rapat tersebut berakhir dengan buruk. Rina mendapat teguran dari bosnya. Dia merasa sangat sedih dan menyesal. Dia berpikir bahwa dia adalah seorang yang gagal dan tidak berguna.
Rina tidak menyadari bahwa dia mengalami sorry syndrome, sebuah fenomena psikologis yang membuat seseorang terlalu sering meminta maaf, bahkan untuk hal-hal yang bukan kesalahannya atau di luar kendalinya. Sorry syndrome bisa berdampak negatif pada kesehatan mental, hubungan sosial, dan harga diri seseorang.
ADVERTISEMENT
Meminta maaf adalah salah satu bentuk akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim yang berbuat dosa kemudian ia bersuci dengan baik, lalu shalat dua rakaat, kemudian memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni dosanya." (HR. Abu Dawud). Namun, apakah kita pernah merasa bahwa kita terlalu sering meminta maaf, bahkan untuk hal-hal yang bukan kesalahan kita atau di luar kendali kita? Apakah kita sadar bahwa kebiasaan ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental, hubungan sosial, dan harga diri kita?
Jika jawabannya ya, maka kita mungkin mengalami apa yang disebut sebagai sorry syndrome. Sorry syndrome adalah sebuah fenomena psikologis yang membuat seseorang terlalu sering meminta maaf, bahkan untuk hal-hal yang bukan kesalahannya atau di luar kendalinya¹. Orang yang mengalami sorry syndrome biasanya merasa tidak percaya diri, tidak berharga, bersalah, takut, atau malu². Mereka juga cenderung menghindari konflik, menurunkan standar, atau mengorbankan kepentingan mereka sendiri³.
Lalu, mengapa seseorang bisa mengalami sorry syndrome? Ada beberapa faktor yang bisa memicu sorry syndrome, antara lain:
- Faktor genetik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sorry syndrome dan gen yang berpengaruh pada kadar serotonin, hormon yang berperan dalam mengatur suasana hati, kecemasan, dan agresivitas⁴. Orang yang memiliki kadar serotonin yang rendah cenderung lebih mudah merasa bersalah, sedih, atau depresi.
ADVERTISEMENT
- Faktor lingkungan. Lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan, atau masyarakat bisa mempengaruhi sorry syndrome. Orang yang tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung, kritis, atau menuntut bisa merasa tidak aman, tidak berdaya, atau tidak berhak. Orang yang mengalami pelecehan, kekerasan, atau trauma juga bisa mengembangkan sorry syndrome sebagai mekanisme pertahanan.
- Faktor budaya. Budaya atau agama bisa mempengaruhi sorry syndrome. Orang yang berasal dari budaya atau agama yang menghargai kerendahan hati, kesopanan, atau ketaatan bisa lebih sering meminta maaf daripada orang yang berasal dari budaya atau agama yang menghargai kepercayaan diri, kebebasan, atau kemandirian. Orang yang berasal dari budaya atau agama yang menekankan dosa, hukuman, atau tanggung jawab juga bisa lebih sering merasa bersalah atau takut.
Bagaimana cara mengatasi sorry syndrome? Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan, antara lain:
- Langkah pertama adalah menyadari dan mengakui bahwa kita terlalu sering meminta maaf, dan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang normal atau sehat. Kita bisa mencatat setiap kali kita meminta maaf, dan mengevaluasi apakah permintaan maaf itu benar-benar perlu atau tidak. Kita juga bisa meminta bantuan dari orang-orang terdekat kita untuk memberi tahu kita jika kita meminta maaf secara berlebihan.
- Langkah kedua adalah mengetahui dan memahami penyebab sorry syndrome. Kita bisa mencari tahu apa yang membuat kita merasa tidak percaya diri, tidak berharga, bersalah, takut, atau malu. Kita bisa menelusuri kembali pengalaman-pengalaman masa lalu yang mungkin mempengaruhi sorry syndrome. Kita juga bisa mengenali pola pikir atau keyakinan yang mendasari sorry syndrome.
- Langkah ketiga adalah mengubah pola pikir dan perilaku yang menyebabkan sorry syndrome. Kita bisa mengganti kata "maaf" dengan kata-kata lain yang lebih sesuai, seperti "terima kasih", "permisi", "tolong", atau "maukah". Kita juga bisa mengucapkan kata "maaf" dengan nada yang lebih tegas, jelas, dan singkat, tanpa menambahkan kata-kata yang merendahkan diri, seperti "maaf banget", "maaf ya", atau "maaf nih". Kita juga bisa mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, dan keberanian dengan melakukan hal-hal yang positif, produktif, dan bermanfaat, seperti belajar, bekerja, beribadah, berolahraga, atau bersosialisasi.
- Langkah keempat adalah mencari bantuan profesional jika perlu. Jika sorry syndrome sudah sangat mengganggu kesehatan mental, hubungan sosial, atau kualitas hidup kita, maka kita tidak perlu ragu untuk mencari bantuan profesional, seperti psikolog, psikiater, atau konselor. Mereka bisa membantu kita dengan memberikan terapi, obat, atau saran yang sesuai dengan kondisi kita.
Sorry syndrome bukanlah hal yang sepele atau bisa dianggap remeh. Sorry syndrome bisa merusak kesehatan mental, hubungan sosial, dan harga diri kita. Sorry syndrome juga bisa bertentangan dengan ajaran Islam, yang mengajarkan kita untuk bersikap adil, bijaksana, dan berani. Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kamu menjadi orang-orang yang pengecut, yang mengatakan: 'Jika kami tinggal di rumah, tentulah kami tidak terbunuh.' Katakanlah: 'Jika kami tinggal di rumah, tentulah kami mendapatkan apa yang telah ditetapkan untuk kami." (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, mari kita berusaha untuk mengatasi sorry syndrome dengan cara-cara yang telah disebutkan di atas, dan berdoa kepada Allah SWT agar memberi kita kekuatan, kepercayaan diri, dan kebahagiaan.
---
Referensi:
¹: [Mengenal Sorry Syndrome, Kebiasaan Meminta Maaf Berlebihan yang Dapat Merendahkan Harga Diri](^1^)
²: [Sorry Syndrome: Why Do We Apologize So Much?]
³: [The Sorry Syndrome: How to Break the Habit of Constantly Apologizing]
⁴: [The Genetics of Guilt]
: [Serotonin: What You Need to Know]
: [The Psychology of Apology and Why Some People Can’t Say Sorry]
: [Why Do Some People Apologize for Everything?]
: [Cultural Differences in Apology Strategies]
: [Religion and Guilt]
: [How to Stop Apologizing for Everything You Do]
: [How to Stop Saying Sorry All the Time]
: [How to Stop Apologizing When You Have Nothing to Apologize For]
: [When to Seek Professional Help for Sorry Syndrome]
: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-squeaky-wheel/201305/sorry-syndrome-why-do-we-apologize-so-much
: https://www.huffpost.com/entry/the-sorry-syndrome-how-to_b_6573954
: https://www.scientificamerican.com/article/the-genetics-of-guilt/
: https://www.healthline.com/health/mental-health/serotonin
: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-squeaky-wheel/201305/the-psychology-apology-and-why-some-people-cant-say-sorry
: https://www.verywellmind.com/why-do-some-people-apologize-for-everything-4783090
[^21^
(1) Mengenal Sorry Syndrome, Kebiasaan Meminta Maaf Berlebihan yang Dapat .... https://www.liputan6.com/citizen6/read/5395141/mengenal-sorry-syndrome-kebiasaan-meminta-maaf-berlebihan-yang-dapat-merendahkan-harga-diri.
(2) Mengenal Fruit Sando, Sandwich Buah-buahan Segar Asal Jepang. https://www.ihwal.id/kesehatan/pr-6827428239/mengenal-fruit-sando-sandwich-buah-buahan-segar-asal-jepang.
(3) Siapa Mengira Ternyata Tempe Bisa Mencegah KANKER, Kenali 17 Manfaat .... https://www.ihwal.id/kesehatan/6829486983/siapa-mengira-ternyata-tempe-bisa-mencegah-kanker-kenali-17-manfaat-tempe-bagi-kesehatan-tubuh.
(4) undefined. https://www.pexels.com/photo/white-postcard-with-sorry-message-4439465/%29.
(5) Mengenal Sorry Syndrome, Kebiasaan Meminta Maaf Berlebihan yang Dapat .... https://www.liputan6.com/citizen6/read/5395141/mengenal-sorry-syndrome-kebiasaan-meminta-maaf-berlebihan-yang-dapat-merendahkan-harga-diri.
ADVERTISEMENT