Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Sertifikasi Fair Trade: Kuasa Lanjutan Global North terhadap Global South?
5 Maret 2025 12:28 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Tedy Asjad Krisnamukti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perdagangan bebas yang berkembang pesat dalam era globalisasi sering kali menimbulkan masalah sosial-ekonomi, terutama bagi negara-negara berkembang atau yang tergolong dalam kategori global south. Praktik perdagangan bebas ini kerap memperburuk ketidakadilan, mulai dari proses produksi hingga pemasaran produk-produk dari negara-negara berkembang. Seiring dengan respon terhadap masalah ini, muncul inisiatif sertifikasi fair trade yang bertujuan untuk mengatasi eksploitasi yang tidak proporsional terhadap produsen di negara-negara tersebut (Overbeek, 2019).
ADVERTISEMENT
Apa itu Sertifikasi Fair Trade?
Sertifikasi fair trade dimaksudkan untuk menjamin bahwa produsen dari negara-negara berkembang diberikan akses ke harga yang lebih adil, peluang untuk memasuki pasar internasional, dan kondisi kerja yang lebih layak. Harapannya, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka (Darko, 2017). Beberapa lembaga yang memberikan sertifikasi fair trade yang terkenal di dunia internasional antara lain Fair Trade International, Fair Trade USA, Fair for Life, dan Rainforest Alliance (Jaffee, 2016). Sertifikasi ini biasanya melibatkan peninjauan ketat terhadap hak buruh, pengembangan masyarakat yang terlibat, serta dampak lingkungan dari kegiatan produksi.
Tantangan Sertifikasi Fair Trade: Sebuah Kritik terhadap Sistem
Meskipun sertifikasi fair trade memiliki misi yang baik, beberapa kritikus berpendapat bahwa sistem ini justru memperburuk ketidaksetaraan global. Mereka berargumen bahwa sertifikasi ini pada akhirnya hanya memperkuat dominasi negara-negara maju, atau global north, atas negara-negara berkembang atau global south, dengan cara yang lebih tersembunyi (Sylla, 2014). Kritik terhadap sertifikasi fair trade sering kali menyoroti bagaimana sistem ini tetap mempertahankan hierarki ekonomi global yang tidak seimbang.
ADVERTISEMENT
Potensi Neokolonialisme dalam Sertifikasi Fair Trade
Dalam kerangka neokolonialisme, yang merujuk pada dominasi ekonomi dan politik negara-negara bekas penjajah terhadap negara-negara yang baru merdeka (Nkrumah, 1965), sertifikasi fair trade bisa dilihat sebagai bentuk kontrol ekonomi yang masih berada di tangan negara-negara maju. Meskipun dirancang untuk memperbaiki ketidakadilan sosial-ekonomi, sistem ini justru sering kali mempertahankan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara maju, melalui aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi yang berbasis di global north (Ziai, 2020). Hal ini menandakan bahwa meskipun ada upaya pemberdayaan, kendali ekonomi tetap berada di luar jangkauan negara-negara berkembang, yang pada akhirnya tidak mengatasi akar penyebab ketimpangan.
Sertifikasi Fair Trade: Solusi atau Penguat Ketimpangan?
Walaupun sertifikasi fair trade dapat memberikan manfaat tertentu bagi produsen di negara-negara berkembang, seperti harga yang lebih baik dan akses ke pasar internasional, ada beberapa kelemahan yang patut diperhatikan. Salah satu masalah utama adalah standar yang ditetapkan oleh organisasi di global north, yang sering kali bias dan tidak sesuai dengan kondisi nyata produsen kecil di negara-negara berkembang. Akibatnya, hanya produsen besar atau koperasi yang mampu memenuhi biaya dan birokrasi sertifikasi, sementara produsen kecil sering kali terhambat untuk mengakses pasar fair trade (Parizek, 2024).
ADVERTISEMENT
Contohnya, organisasi seperti Fair Trade USA seringkali mengatur banyak ketentuan yang tidak dapat diubah oleh produsen kecil. Sejumlah besar produsen dari jaringan CLAC (Latin American and Caribbean Network of Small Fair Trade Producers) mengeluhkan bahwa mereka sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang seharusnya melibatkan mereka sebagai pemegang hak 50% dalam keputusan tersebut (Cole, 2014). Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sistem yang seharusnya memberdayakan mereka.
Sertifikasi Fair Trade: Alat Kapitalisme Global?
Lebih jauh lagi, beberapa perusahaan besar yang beroperasi di global north, seperti Mondelez (induk perusahaan Cadbury), memanfaatkan sertifikasi fair trade sebagai alat untuk mempertahankan citra etis mereka, meskipun pada kenyataannya mereka tetap mengendalikan pasar dan mendominasi produsen di negara-negara berkembang. Misalnya, dalam laporan Nestlé tahun 2017, ditemukan bahwa perusahaan besar seperti Nestlé menyembunyikan pekerja anak selama audit sertifikasi fair trade, membuktikan bahwa sistem ini sering kali hanya menjadi kedok untuk mempertahankan dominasi pasar (Campbell, 2022).
ADVERTISEMENT
Kebutuhan akan Pendekatan yang Lebih Komprehensif
Meskipun sertifikasi fair trade memiliki manfaat potensial bagi produsen di negara-negara berkembang, sistem ini tetap berada dalam kerangka kapitalisme global yang menguntungkan negara-negara maju dan memperburuk ketidaksetaraan struktural. Apa yang dibutuhkan adalah upaya yang lebih besar untuk merombak sistem perdagangan internasional, bukan hanya solusi yang bersifat kosmetik. Upaya untuk memberdayakan ekonomi global south memerlukan pendekatan yang lebih holistik dan sistemik yang mencakup akses yang lebih luas ke berbagai jenis pasar, kontrol yang lebih besar atas sumber daya, serta kebijakan yang mengatasi ketidakadilan struktural yang ada.
Penutup
Sertifikasi fair trade memang memberikan beberapa perbaikan bagi produsen di negara-negara berkembang, tetapi sistem ini tidak cukup untuk mengatasi ketimpangan struktural yang mendalam antara negara-negara global north dan global south. Pengoperasian sistem yang didominasi oleh negara-negara maju telah melestarikan ketergantungan dan hierarki kekuasaan yang telah ada sejak masa kolonial. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan sistemik untuk menciptakan pemberdayaan ekonomi yang lebih riil dan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang.
ADVERTISEMENT
Referensi
Campbell, L. (2022). The myth of fair trade. Redflag. https://redflag.org.au/article/myth-fair-trade
Coke-Hamilton, P. (2019). We must help developing countries escape commodity dependence. World Economic Forum. https://www.weforum.org/stories/2019/05/why-commodity-dependence-is-bad-news-for-all-of-us/
Cole, N. L. (2014). The Problem with Fair Trade Coffee. Contexts, 13(1). https://doi.org/doi.org/10.1177/15365042145220
Darko, E. (2017). The impact of Fairtrade: A review of research evidence 2009-2015.
Fiedoruk, M. (2022). Fair Trade: Shortcomings and contemporary challenges. Ekonomia, 27(4), 37–51. https://doi.org/10.19195/2658-1310.27.4.3
Haight, C. (2011). The Problem With Fair Trade Coffee. Stanford Social Innovation Review. https://ssir.org/articles/entry/the_problem_with_fair_trade_coffee
Jaffee, D. (2016). Who’s the Fairest of Them All? The Fractured Landscape of U.S. Fair Trade Certification. Agriculture and Human Value, 33, 813–826.
McMichael, P. (2021). Development and Social Change: A Global Perspective. SAGE Publications, Inc.
ADVERTISEMENT
Nkrumah, K. (1965). Neo-Colonialism, the Last Stage of imperialism. Thomas Nelson & Sons, Ltd.
Overbeek, A. (2019). Examining the Efficacy of Fair Trade and Alternative Consumption on Environmental Sustainability and Human Rights in Developing Countries. Consilience: The Journal of Sustainable Development, 21(1), 158–171.
Parizek, M. (2024). Less in the West: The tangibility of international organizations and their media visibility around the world. The Review of International Organizations. https://doi.org/doi.org/10.1007/s11558-024-09551-6
Sevy, M. (2023). When Fair Trade Isn’t Fair: Why You Should Consider Direct Trade. Forbes. https://www.forbes.com/councils/forbesbusinesscouncil/2023/08/01/when-fair-trade-isnt-fair-why-you-should-consider-direct-trade/
Sirdey, N. (2015). Fair Trade Standards and food security: identifying potential impact pathways.
Sylla, N. (2014). The Fair Trade Scandal: Marketing Poverty to Benefit the Rich. Ohio University Press.
ADVERTISEMENT
Ziai, A. (2020). Neocolonialism in the globalised economy of the 21st century: An overview. Momentum Quarterly, 9(3), 128–140.